Thursday, April 28, 2011

Seragam ku BUKAN 'MERAH-PUTIH' lagi Ayah......~_~

Bismillahirrahmannirrahiim...

Assalamu'alaikum Wr Wb,,

Untuk teman-teman semua, apa yg akan kalian baca setelah ini adalah sebuah kisah nyata yg benar-benar di alami oleh sesorang anak perempuan belasan tahun .!!

Dan mohon maaf bukannya mau memaksa,, tapi mohon ya,, kalau sudah mulai membaca,, pleasssseee... baca sampai tuntas,, karena akan ada pesan yang ingin saya sampaikan,,
satu lagi,, tolong di hayati yua,,,,

yup... ini dia kisahnya..


"Aku malu...ayah..!" rasanya kata-kata ini ingin sekali ku ucapkan kepadamu,, ayahanda ku..
namun,, jika melihat engkau pun memiliki rasa yg sama seperti ku,, rasanya tak perlu lagi aku memberitahukan hal-hal.. yang memang engkaupun lebih mengetahuinya,, atau bahkan merasakannya,, melebihi apa yang ku rasakan,,

"Ayah..!!" tak sudi ku melihat mu seperti ini..
senantyasa menutupi rasa ambruknya kepercayaan dirimu .. menutupi rasa besarnya malu mu..
di hadapan kami.. ibu, aku, 2 orang kakku, dan 5 orang adik ku...
tak perlul ayah.. sesusah apapun kau menutupi itu,, sepandai apapun kau menyembunyikan itu dibalik senyum dan semangatmu,, rasa sedih dan pedih mu tetap mampu ku baca,,

aku adalah gadis belasan tahun yang baru saja menamatkan Sekolah Dasarku di salah satu SD di Cibinong,,
aku senang sekali, karena meskipun berat dan sulitnya jalan hidup keluarga kami,, namun aku masih mampu untuk tetap bersekolah,, meskipun aku baru mampu meluluskan SD ku,,
yah aku sangat bersyukur,, karena banyak sekali ku lihat disana,, masih banyak anak-anak sebayaku yang harus putus sekolah karena kendala yang sama.. biyaya,,

meskipun saat ini Sekolah Dasar Negri sudah gratis alias tidak bayar, namun tetap untuk sekolah kita tetap masih butuh dana lain bukan??
paling tidak untuk ongkos.. atau peralatan sekolah lainnya,, misalnya,, tas, buku-buku sekolah, sepatu.. dan seragam..

seragam,, ah,, aku ingin menumpahkan segala air yg terbendung dalam hatiku,, karena sudah terlalu penuh mataku untuk membendungnya,, sehingga hati ku pun ikut legowo menampung air yg tak kuasa di bendung oleh mata ku ini...

tepat hari ini aku masuk ke babak baru dalam persekolahanku.. aku sudah bosan dengan seragam merah putih ku yg rasanya sudah tak layak lg di kenakan oleh seorang anak sekolah yg baik,,
sangat jauh dari kata rapih dan bersih..

bukan karena tak pernah di cuci,, tapi ibu sangat irit dalam menggunakan sabun, memang harus begitu, karna memang ayah tak seperti ayah-ayah yg lain yg selalu memberi jatah bulanan kepada ibu untuk kebutuhan kami..tak jarang baju ku sudah harus langsung di jemur setelah hanya dibilas saja tanpa tersentuh terlebih dahulu dengan sabunn,,


tapi aku tetap menyayangi seragam Merah Putih ku itu,, bersamanya aku dalam susah,, bersamanya aku dalam perjuangan meraih pendidikan,, bersamanya aku dalam suka,, bahagia,,
suka dan bahagia yg tentu berbeda dengan teman-temanku yg lain,,
suka ku, bahagiaku .. karena ku punya ibu dan ayah serta kakak dan adik yg sangat ku sayangi,,

oh yah,, hari ini mungkin adalah bagian dari hidupku yg tak bisa ku lupakan kembali,,
di saat semua kawan-kawan dengan ceria dan bahagia serta bangga dengan seragam barunya..' yanga lain',, yaitu seragam Putih Biru,,

aku tetap bersama seragam setiaku yang belum mampu ayah ganti dengan warna lain,,

yaitu seragam merah putih,,, kalian bisa bayangkan apa yg ku rasakan saat ini...??

"maafkan ayah ya Nak, saat ini ayah masih belum bisa membelikanmu seragam biru,, gunakan seragammu ini dulu yah,,
Insya Allah,, beberapa hari lagi ayah akan belikan seragammu yg baru,,
'

kalimat itu ayah ungkapkan kepadaku sambil berusaha menahan derasnya airmata yg terus memaksa didalrkan dari pelupuk matanya,,

tadi pagi,, setelah aku berkata..
"Seragam ku Bukan MERAH PUTIH lg Ayah,,!!"

_THE_END_


Alhamdulillah,, mungkin kisah di atas sangat jauh dan belum menggambarkan semua kesedihan yg di rasakan anak itu,,
tapi mudah-mudahan mampu mewakilkannya,,

JUJUR!!
ini kisah nyata. dan terjadi pada tahun ini,, namun alhamdulillah,, sang ayah memiliki kenalan seorang ustadz, yg tidak jg kaya,, namun memiliki hati yg kaya,, yg meskipun susah dalam bentuk yanga lain,
ia bersedia untuk membagi sedikt miliknya demi satu setel seragam SMP..
subhanallah.. mudah"n Ustadz tersebut mendapatkan keberkahan dan keselamatan di dunia dan akhirat ..
Amien..!!

OYA.. INI BUKAN TENTANG SAYA,, TAPI SESORANG di daerah SAYA,,

mungkin ada teman" yg ingin ikut membantu bisa hub lewat message FB aja, nanti kita kontek selanjutnya lewat HP.
mudah"n kisah ini bisa menjadi pengetuk pintu hati kita,,

Tetaplah bersemangat dan bersyukur atas apa yg tlah kita miliki saat ini..

Wassalamu'alaikum Wr Wb.. _Ana AqyUAn_

Ayah...Bunda.........

Oh Ayah Bunda kami......

by Anna Aqyuan Kiniy on Friday, 28 May 2010 at 16:46
Bismilahirahmanirahim.....

Di malam hari yg dingin...terlihat seorang ibu sedang memperhatikan anak-anaknya yg sedang mengulas kembali pelajaran sekolah di ruang tamu...ya...di ruang tamu karena memang rumah mereka tak sebesar apa,,sehingga harus memiliki ruangan masing-masing untuk belajar...insyaAlah ruangan itu sudah cukup menurutnya...

Di pangkuannya terlihat seorang bayi yang sedang di tenangkannya agar tidak menggagu ke dua kakaknya yg sedang belajar...
anak pertamanya berusia 10 tahun dan yg kedua berusia 6 tahun...
memang anak yang kedua ini tidak seserius anak yg pertama...bahkan dia bukan sedang mengulang pelajaran,tetapi sedang menggambar,,
gambar yg lumayan untuk anak seusianya...

sang ibu mendekat dengan perlahan sambil memperhatikan gambar anak keduanya itu...
"apa kiranya yg sedang anak ku ini gambar ya???" lirih ia berucap..
iapun bertanya dengan penuh kelembutan..

"anak ibu yang pintar sedang menggambar apa ini,ibu mau tau dong...?"
"aku sedang menggambar rumah yang bagus untuk aku jika sudah menikah nanti bu.."
jawab anak itu dengan polosnya.

"oh...bagus sekali,,,ini ruang apa ya de?"tanya ibu
"oh ini ruang tamu bu,,,kalau ini dapur,,yang ini kamar mandinya....."

seterusnya anak itu menjelaskan nama-nama ruang kepada ibunya satu persatu......

sang ibu seketika tediam melihat ada satu gambar kotak kecil yang berada agak menjauh dari rumah itu,dan posisinya pun ada di belakang rumah.

dengan penuh penasaran sang ibu bertanya
"ade itu gambar apa ya kok kecil sekali dan ada diluar lagi...ade mau memelihara kelinci ya...?'

anak itupun menjawab "oh bukan bu,,ini adalah ruangan yg aku sediakan khusus untuk ibu dan ayah nanti kalau sudah tua..."

DUARRR...

seakan-akan ia di smbar petir mendengar jawaban dari anak keduanya itu....

Ruangan itu untuk aku dan suamiku nanti???

apakah yang akan di rasakan nanti di ruangan itu bersama suaminya?
di saat kami membutuhkan teman dan bantuan,,
disaat kondisi kami sudah melemah nanti..
apakah kami harus tinggal di ruangan kecil itu??
dengan perasaan kesepian..

tanpa kasih sayang anak..
tanpa kelucuan cucu-cucu kami nanti??

tidak bolehkah kami ikut merasakan kehangatan keluarga anaknya kelak..
ikut merasakan kegembiraan bersama cucu-cucunya??
paling tidak bisa melihat atau mendengar tawa dari mereka...
tak boleh kah kami???

seketika ia langsung teringat dengan mertua laki-lakinya yg tinggal di ruangan di belakang rumah yang sengaja ia siapkan untuk di tinggali mertuanya itu...
apa yang telah kami akukan selama ini???
seakan hewan peliharaan kami memperlakukannya...

dengan segera dan dengan perasaan penuh kesedihan ia merapihkan satu ruangan yang biasa di jadikan gudang...

serapih-rapihnya,,dan sebersih-bersihnya,,,
kemudian ia memulai memindahkan semua barang yang ada di ruangan lama yg biasa ditempati mertuanya itu...

seakan-akan pesulap,, ruangan itu berubah menjadi ruangan yang nyaman dan sangat layak pakai...
kemudian tak lama suaminya pulang dari kantornya...ada keheranan dalam hatinya apa yang sedang terjadi??

"aku hanya sedang menyiapkan tempat terindah untuk masa tua kita nanti...."
katanya dengan mata berkaca-kaca...

sang anak pun tersenyum dan gembira melihat apa yang dilihatnya...
langsung saja ia menghapus kotak kecil itu dan memindahkannya di dalam gambar rumahnya...

sang ibu kaget meihat apa yang dilihatnya,,,,

"aku hanya ingin mengikuti apa yang ibu lakukan,,,,"jawab anak itu...

Masya Allah...

"Rabbig fili waliwaali dayya..warhamhuma kamaa rabbayaani shagira....
amien...

lakukanlah apa-apa yang ingin kita dapatkan dari anak-anak kita nanti kepada kedua orang tua kita sekarang juga...

jika kita ingin mendapatkan perlakuan yang sebaik-baiknya dari anak kita kelak,,,,

tekadang kita sering melupakan hal sepele...namun ingatlah...
apa yang kita tanam itu jualah yang akan kita petik..

wallahu "alam


wassalam...

Wednesday, April 20, 2011

Selamat Pagi Kartini Indonesia


Selamat pagi kartini Indonesia ♥ Melukis kekuatan melalui proses kehidupan
♥ Bersabar saat tertekan
♥ Tersenyum di saat hati menangis
♥ Diam saat terhina
♥ Mempesona karena memaafkan
♥ Mengasihi tanpa pamrih
♥ Bertambah kuat di dalam doa & pengharapan

Di kirim khusus untuk setiap wanita cantik Indonesia ...

Monday, April 18, 2011

Usai milad ke-13 PKS

“ Ngakunya PKS tapi buka video xx!”
“ Dasar mau aja dibodohin sama petinggi-petingginya. Gini nih kalau udah taqlid buta!”
“ Enak banget ya jadi orang PKS boleh punya istri banyak…hohoho…”

Komen-komen di beberapa account facebook itu terasa begitu kasar dan tidak enak dibaca. Darahku terasa mendidih sampai ke ubun-ubun. Gigiku merapat gemas. Ingin rasanya aku membalas cacian-cacian mereka dengan yang lebih keras dan lebih kasar lagi. Tapi kalau kulakukan, apa bedanya aku dengan mereka? Kubuka website yang memuat komentar-komentar tentang PKS.

“ Apa bedanya PKS dengan partai yang lain??”
“ PKS = Partai Koruptor Sejati “
“ PKS = Partai Selang**ngan Sejahtera “
“ Politik itu kotor maka PKS juga kotor!”

Aku tak mau melanjutkan membaca komen-komen itu. Sungguh menyakitkan bila kau mengetahui kebenaran tapi kebenaran itu dikoyak-koyak di depanmu. Tak sanggup aku untuk membaca komen-komen yang selalu bernada negatif terhadap PKS. Seolah mereka adalah hakim yang sedang mengeksekusi terdakwa. Seolah mereka adalah Malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahn. Seolah tiada lagi kata maaf yang ada di dalm hati mereka.

“ Ente masih PKS ya? Kasian banget sih ente…”
“ Ane jadi pengamat aja dah…gak tertarik lagi ane gabung sama partai yang udah melenceng,”
“ Ane keluar dari PKS akh…karena PKS sudah tidak sesuai dengan misi yang diembannya?
“ Antum di bawah disuruh bekerja tapi yang di atas malah memperkaya diri!”

Kali lain aku menemui teman-teman yang bernada miring saat mereka melihatku mengenakan pin PKS, saat aku ikut aksi bersama PKS, atau pada saat aku mengirimi mereka berita tentang PKS. Mereka mengasihani diriku yang masih bertahan, mengasihani diriku yang dianggapnya dibodohi oleh para pimpinanku sendiri. Mereka mencoba untuk memberikan hal-hal yang menurut mereka adalah fakta tentang keburukan-keburukan PKS.

“ Nih faktanya!” seorang teman menyodori selembar artikel tentang PKS. Selembar artikel yang di dapatnya dari media nasional.
Aku tertegun saat membacanya. Ustadzku memperkaya dirinya sendiri? Bahkan untuk urusan hafalan Al-Qur’an dan hadits serta mentafsirkan suatu ayat mereka lebih fasih daripada aku dan temanku ini. Dalam hal beramal mungkin ustadzku lebih banyak ketimbang aku dan temanku. Untuk urusan ibadah mungkin mereka lebih hebat dari aku dan temanku.

Jadi, salahkah aku yang masih percaya terhadap pemimpin-pemimpinku yang masih menegakkan sholat? Salahkah aku yang masih percaya dengan pemimpin-pemimpinku yang masih senang membaca dan menghafal Al-Qur’an? Salahkah aku yang masih percaya dengan pemimpin-pemimpinku yang selalu mengalirkan airmata saat sholat malam mereka? Salahkah…????

“ PKS bukanlah malaikat, tidak bisa mengharapkan PKS untuk sempurna, karena kesempurnaan itu hanya milik Allah semata. Tetap rapatkan barisan!”
“ Sabar ya Ustadz Arifinto, kebenaran akan terkuak dan kebatilan akan terbongkar,”
“ Aku akan terus bersama PKS sampai ku tak bisa berbuat apa-apa lagi,”
“ Tetaplah bersabar wahai ikhwah. Biarkanlah mereka mencaci maki kita. Kita buktikan dengan kerja nyata kita,”

Terasa begitu damai hatiku membaca kalimat demi kalimat itu. Betapa orang yang menulis komen-komen itu bukanlah orang-orang yang berpikiran buruk. Orang-orang yang selalu mengedepankan husnudzon kepada para pemimpin-pemimpin mereka. Karena bagi mereka selama masih bisa bekerja nyata tak perlu menanggapi komentar-komentar negatif yang hanya bisa membuang energi.

“ Yass, jangan lupa besok datang rapat tim media ya!”

Itu adalah Mbak Ningsih. Seorang Ummahat yang begitu aktif di PKS mengurusi media. Dia yang mempunyai dua orang anak yang masih kecil-kecil tapi begitu gesitnya bergerak. Berjalan jauh dari rumahnya hanya untuk rapat yang dibayar pun tidak. Justru mungkin banyak uang yang keluar dari kantongnya. Apakah ini yang disebut orang yang melenceng? Apakah ini kader bayaran, yang hanya mau bekerja jika dibayar?

Kadang aku pun begitu terenyuh melihat para kader-kader yang begitu tawadhu. Dalam beberap kali kesempatan kulihat beberapa ummahat dengan pakaian sederhana dan jilbab yang biasa saja begitu semangatnya berjalan dalam aksi dunia Islam. Kulihat lagi seorang ikhwan yang tampil apa adanya sambil membimbing beberapa simpatisan dalam acara milad PKS kemarin. Lalu kulihat tim fotografer dengan lensa-lensa panjang mereka yang sibuk membidik moment-moment penting dalam acara-acara yang diadakan PKS. Dalam account facebook banyak teman yang meng-upload foto-foto dan berita tentang PKS. Apakah mereka semua dibayar? Bagi mereka kenikmatan berjama’ah lebih dari sekedar bayaran. Begitu terenyuh aku melihat orang-orang seperti mereka.

Di dalam sebuah rapat persiapan milad PKS ke 13 kemarin banyak teman-teman yang berlomba-lomba dalam kebaikan.

“ Kita harus memberikan pelayanan terbaik kepada para simpatisan. Untuk itu kita berikan mereka yang terbaik,”
“ Ane mungkin tidak bisa memberikan banyak, ane menyumbang air mineral saja lima dus,”
“ Ane menyumbang konsumsi nasi bungkus 50 bungkus ya!”
“ Ane tambahkan dana untuk menyewa bis AC,”

Siapa yang tidak meleleh melihat peristiwa ini. Dan sebagai catatan kebanyakan dari mereka bukanlah orang-orang yang bekerja dengan gaji tinggi, tetapi mungkin dengan gaji yang pas-pasan. Tetapi bagi mereka beramal tidaklah memandang gaji. Merekakah kader bayaran? Masih pantaskan mereka dissebut kader bayaran?

Dan pun saat caci maki dari seorang yang keluar dari barisan kami mendera pemimpin-pemimpin kami, menuduh mereka korupsi, menuduh mereka berzina, menuduh mereka dengan segala hal yang tak pantas diucapkan seorang ustadz, tak ada satu pun cacian balik yang keluar dari pemimpin-pemimpin kami. Sebaliknya, mereka menyuruh kami untuk tidak membalas apapun yang dikatakan orang itu. Bagi mereka masih banyak urusan ummat yang harus dikerjakan ketimbang menanggapi berita-berita yang mengikis keikhlasan itu. Inikah, pemimpin yang mereka bilang membodohi kami??

Aku pun hanya bisa tersenyum lebar saat aku hadir di GBK menghadiri Milad PKS ke 13. Sungguh aku semakin yakin dengan barisan ini. Di saat banyak fitnah dan cercaan melanda, justru GB tak sanggup menampung jumlah pejuang di barisan ini. Air mata kebahagian dan haru terasa berdesakan memilhat moment berharga ini. Sungguh bahwa Allah akan selalu bersama dengan hamba-hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya. Sabar ya ustadz, sabar ya saudara-saudaraku….usahlah fitnah itu ditanggapi karena sesungguhnya Allah tidak pernah tertidur. Tugas kita hanya bekerja, mengajak orang sebanyak-banyaknya masuk ke surga. Kita rapatkan barisan kita untuk dakwah. Bening kaca menghangat di pipiku.

“ Buka mata lo…Lo tuh dibutain sama dunia?? Liat tuh pemimpin-pemimpin lo!!”

Satu komentar miring lagi. Tak perlu waktu lama bagiku mencari tulisan “blokir orang ini”. Klik…selamat tinggal wahai kau yang menggerus keikhlasanku!

“…karena sebagaimanapun kita berusaha membenarkan fikrohnya, hatinya sudah terkunci. ibarat ilmu itu air, dan otak kita adalah wadahnya. ketika dia tidak mengosongkan wadahnya, maka kita tidak akan bisa menuangkan air kedalamnya kecuali akan tumpah..”

Dan ini dari seorang kader PKS***(yas)

Jakarta, April 18, 2011
@my office 14.34 pm
Semoga kita selalu ikhlas..
Met Milad PKS!!

Sumber : Islamedia, 'Catatan seorang ikhwah'

SMS

. Mungkin anda pernah atau sering menerima sms “mama” yang meminta dikirimkan sejumlah pulsa ke nomor tertentu. Tapi pernahkah anda menerima sms seperti di bawah ini? 

Tahun ini kita akan mengalami 4 tanggal yg jarang berlaku dalam setahun yaitu 1/1/11, 1/11/11, 11/1/11 & 11/11/11. Serta bukan itu saja, coba ambil dua angka terakhir tahun kita dilahirkan & tambah dengan umur kita pada tahun ini,

Thursday, April 14, 2011

Impian Semusim

Kuselesaikan bacaan terakhir surat ar Rahman. Surat yang paling engkau suka. Telah beberapa kali kuusap buliran air mata yang menetes di pipiku. Sedari tadi dadaku terasa sesak dan tenggorokanku seperti tercekat tiap kali aku membaca, "Fabiayyi ala i rabbikuma tukadziban." Mengingatkan betapa lalainya diri ini, teramat sedikit syukur yang terucap padahal begitu banyak nikmat yang telah aku kecap. Terbayang dirimu juga syahdu suaramu kala engkau melantunkannya.

   Kututup al Qur'anku. Kucium penuh takzim dan kuletakkan di tempatnya. Biasanya pada jam-jam seperti ini kita masih bercengkerama dalam tadarus malam. Memperhatikan bacaan dan hafalanmu. Sesekali jika ada yang keliru, dengan cekatan aku mencubit hidung mungilmu. Kau akan tersenyum manis, mengerti dengan isyaratku.

   Aku segera beranjak dari mushala. Kulangkahkan kaki keluar dari ruangan 3 x 4 meter ini. Hembusan angin sejuk menyentuh pipiku. Begitu lembut seperti sentuhan jemarimu yang membelaiku. Uuuugggghhh! Aku sangat merindukanmu, Adek....

   Sambil menunggu subuh biasanya kita duduk di bangku ini. Kau sandarkan kepalamu di pundakku. Kulingkarkan tangan ke tubuhmu seraya kubelai lembut lenganmu hingga dingin angin tak sedikit pun mengganggumu. Berdua kita nikmati indah langit yang menjadi atap terindah bagi halaman belakang rumah kita.

   Masih teringat ketika kau katakan,"Inilah surgaku, Kakak. Tinggal bersamamu dalam istana kecil kita."  Terpancar binar bahagia dari raut wajah manismu.

   Kupandangi kerlip gemintang di langit. Terlihat satu bintang yang paling mempesona. Anganku mengangkasa. Teringat akan sajakmu sebulan yang lalu.

Someday
Somewhere
Somehow
If you are alone and i'm not there beside you
Don't be disappointed
Don't be angry
Just look at the stars in the sky
U'll see the one bright and smiley
That's me!

Someday
Somewhere
Somehow
If i hurt you and must go away
Don't be disappointed
Don't be angry
Don't throw away all about me and all of our sweet memories
Please remember me....
  [Lovely Rain]

   Mataku memanas, tanganku bergetar. Gemuruh di dada tiba-tiba menghantam. Semakin lama aku terpejam, sosokmu makin kuat membayang. "Allah.... Ampuni hamba. Bukan hamba tak rela dengan kepergiannya. Semua ini begitu tiba-tiba. Engkau tahu hati ini sangat mencintanya. Bantu hamba ya Rabb...."

   Pandanganku terasa memburam. Gemulai daun-daun palem yang tertiup angin seperti lambaian selamat tinggal. Sayup-sayup kudengar suara adzan subuh. Ada gelombang kedamaian yang merambat perlahan mengaliri nadiku, menggulung ombak galau ketidakberdayaanku....
  Kupandangi mawar-mawar putih di sudut beranda. Tertata apik dan penuh pesona. Tanaman yang kau rawat dengan kesungguhan dan cinta. Kilauan embun yang terkena sinar mentari membuat mawar-mawar putih itu makin indah dan anggun seperti dirimu, bidadariku.

   “Kemarilah, Kak. Lihatlah. Cantik sekali, bukan?! Katamu waktu itu, membanggakan mawar-mawarmu. Aku tersenyum. Kudekati dan kupeluk engkau dari belakang.

   “Engkau jauh lebih cantik daripada beribu mawar yang berkilauan, sayaaaang.…” lembut kuberbisik di telinganya.

   Secepat angin engkau membalikkan badan. Kedua tanganmu memegang pipiku, perlahan kau pejamkan matamu. Kupandangi kau lekat-lekat. Tiba-tiba kau belalakkan mata indahmu dengan jenaka.

   “Terima kasih untuk rayuan pulau Seribunya, Kak.”

   Aku benar-benar gemas dibuatnya. Kucubit hidungnya. Bukannya marah, engkau justru semakin menggodaku. Matamu mengerjap-ngerjap manja. Seperti kerlip kejora yang membiaskan sinarnya hingga ke lubuk hatiku.

   Andai saja kau masih di sisiku saat ini, adek. Sedang apakah engkau di sana? Apakah engkau kini sedang menungguku dalam taman bunga di antara berjuta mawar yang semerbak harum mempesona? Ataukah kini engkau sedang bermain, bercengkerama dengan buah hati kita dan para bidadari surga?

   Memilikimu adalah anugerah terindah bagiku. Seorang wanita cantik beralis tebal dan bermata sebening telaga. Mata yang mampu menyihirku dengan sorot teduhnya. Perangaimu pun sangat menawan. Lemah lembut dan halus dalam bertutur kata. Sungguh sangat sempurna. Kecantikan raga dan kecemerlangan otak yang membalut indahnya jiwa. Engkaulah bidadariku, adek. Bidadari yang Allah kirimkan untukku. Impian yang selalu ada di benakku, yang termohon dalam setiap doaku dulu. Impian yang ternyata hanya semusim kulalui bersamamu.

   Seperti rangkaian slide, otakku memutar kembali peristiwa-peristiwa bersamamu.

   “Semoga aku bisa menjadi istri yang sempurna untukmu, Kakak. Juga mampu menjadi ibu yang baik bagi anak-anak kita kelak. Mohon bimbingannya, Kak.”

   Kucium keningmu dan kupeluk engkau erat. “Aamiin. Insya Allah, Dek. Akan kulakukan yang terbaik untukmu, sebisaku, semampuku.”  kataku dalam hati.

   Terbayang betapa bingungnya aku ketika engkau sakit. Berhari-hari engkau mual dan hendak muntah. Aku kira maagmu kambuh  atau asam lambungmu kembali mengganggu  karena kebiasaan makan pedas yang paling sulit engkau bendung. Ternyata aku keliru. Betapa bahagianya waktu kutahu bahwa ada benihku yang bertumbuh di rahimmu. “Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.”  Pekikku saat itu. Aku langsung sujud syukur begitu mengetahui berita kehamilanmu.

   Sejak saat itu aku menjadi suami yang sangat-sangat protektif. Berbagai macam buku tentang kehamilan pun mendadak menjadi bacaan favoritku. Engkau begitu pengertian dengan segala perubahanku. Tak sedikit pun kau tampakkan ketidaknyamanan karena sikap tegas dan kerasku.

   Pernah suatu kali kau katakan, “ Kakak, aku sangat bahagia. Merasakan perhatian dan kasih sayangmu. Menikmati peranku sebagai istri dan ibu dari calon jundullah kita. Tahukah engkau, Kakak? Aku sangat senang katika kau mencium perutku dan melantunkan ayat-ayat suci untuk janin di dalamnya. Tahukah juga, Kakak… waktu aku harus minum susu padahal aku sangat tak menyukainya? Aku menahan napas, dalam tiap tegukan, aku pejamkan mata dan bayangkan engkau tersenyum padaku.”

~~@~~

   Pagi itu kau tampak begitu segar dengan gamis hijaumu. “Kakak, nanti pulangnya jangan sampai  larut malam ya. Habis Isya, aku harus kontrol ke dokter kandungan.” pesanmu padaku sambil kau pasangkan dasi di kerah bajuku.

   “Iya, adek sayaaaang. Insya Allah Kakak usahakan seawal mungkin. Kalau perlu ,hari ini Kakak cuti aja ya.”

   “Ga usah, Kak. Periksanya kan masih ntar malam. Kerja pun suatu amanah yang harus Kakak lakukan sebaik mungkin.” Senyummu begitu manis, membuatku tak hanya ingin bersamamu sepanjang hari ini tapi juga setiap waktu di sampingmu.

   Langit  belum lagi gelap. Semburat merah saga menghias senja yang indah. Tak seperti sebelumnya, hari itu aku berhasil pulang lebih awal. Kulihat engkau di beranda bersama mawar-mawar putihmu. Wajahmu tampak lain dibanding biasanya. Terlihat bersinar memancarkan kecantikan yang sempurna. Engkau tampak sangat anggun dalam balutan gaun putih tulang yang melambai tertiup angin senja.

   “Subhanallah, cantik nian istriku ini.” gumamku dalam hati.

   “Assalamu’alaykum, Adek…”

   “Wa’alaykum salam, Kakak….” engkau tersenyum manis. Penuh takzim kau cium tanganku.

   Kucium pipinya.  “Cantik sekali, Dek.”

   “Terima Kasih Kakak. Semua ini untukmu.” Bagai seteguk air di gersangnya gurun. Terasa hilang segala penatku.

   Aku merasa menjadi suami yang paling bahagia. Hidupku berlimpah cinta dan diperlakukan bak seorang raja.

   “Kakak, maaf kalau kopinya kurang manis.”

   “Tanpa gula pun akan berasa manis jika aku meminumnya sambil melihatmu, sayang.”

   “Iiiihhhhh, Kakak! Apa-apaan sih.” dengan wajah pura-pura cemberut kau cubit pinggangku .

   “Kak… Adek minta maaf jika selama ini belum bisa berlaku sebagai istri yang baik.”

   Lembut kutarik tubuhmu dan kududukkan di pangkuanku. “Engkau tlah memberiku segalanya, memberi lebih dari yang aku minta. Dan nanti jika buah hati kita telah lahir, dia akan makin menyemarakkan dan memperindah hidup kita.”

   Kulihat kepedihan di matanya. Kesedihan yang tak biasa. Tertumpah air mata meski tanpa kata. Kuseka buliran bening yang menetes di pipimu.  “Adek, jangan bersedih dooooong. Ada apa sebenarnya? Coba ceritakan ke Kakak.”

   Engkau mencoba tersenyum. Lagi-lagi tanpa kata. Ada sesuatu yang terasa begitu dingin menelusup hatiku. Dingin yang menusuk, perih tapi entah apa, aku sendiri tak tahu.

   “Kakak… Ke luar bentar yuk. Kayaknya dah lama ga jalan-jalan petang. Sekalian nikmati senja.”

   “Boleh tapi bentar aja ya. Dah mo Maghrib dan lagi, Adek harus jaga kesehatan. Jangan sampai kecapekan. Usia kandungannya masih empat bulan. Harus dijaga benar-benar.” Aku berusaha menuruti permintaanya supaya kesedihan itu lekas berlalu dari wajahnya.

   “Iya, Kakak. Terima kasih banyak ya.” engkau kembali tersenyum. Kurasakan sesuatu bergejolak di hatiku. Entah mengapa aku merasa begitu takut kehilanganmu. Kutepis jauh-jauh perasaanku.

   Kudekap engkau erat,“Adek, aku sangat mencintaimu.’ Tak terasa mataku berkaca-kaca.

   “Aku juga Kak, Insya Allah selamanya meski maut memisahkan kita.” suaramu bergetar penuh kepedihan.

   Kulepaskan dekapanku,” Sudah Adek, kok jadi bicara seperti itu. Ayo jalan-jalan, ntar keburu gelap.”

   Senja masih memerah. Langit pun masih tampak sibuk. Burung-burung kecil beterbangan kembali ke sarangnya, ramaikan suasana senja.  Tanganmu bergelayut erat di lenganku, seakan tak hendak lepas dan enggan jauh dariku.

   “Kakak, saya ke super market seberang ya. Cuma bentar. Pengen beli es  krim. Kakak tunggu aja di sini, ok?!”  matamu tlah kembali berbinar.

   “Engga ah, Kakak mo ikut.”

   “Kakaaaaaaaak… Cuma sebentar, kayak mo ditinggal ke mana aja, sih.” engkau tersenyum sambil mengerlingkan matamu.

   “Iya deh, tapi hati-hati ya.”

   “Iya Kakak sayaaaaaang.”

   Kuperhatikan engkau menyeberang jalan hingga masuk ke super market itu. Tak berapa lama berselang, engkau keluar sambil membawa dua buah es krim di masing-masing tanganmu. Kulihat engkau tersenyum sangat manis. Jalanmu begitu anggun.

   Tiba-tiba, sebuah mobil melaju dengan sangat kencang. Tanpa ampun, menabrak tubuh indahmu. Aku segera berlari menghampirimu. Darah menetes deras dari tubuhmu. Memerah di putih bajumu. Kuangkat engkau. Kudekap kepalamu dan kuciumi wajah pucatmu. Hatiku serasa dirajam. Allah....

   “Kakak… aku sangat mencintaimu. Maafkan aku….” engkau berkata dengan suara yang sangat lemah, hampir tak terdengar. Engkau tersenyum, begitu damai. Perlahan kau pejamkan matamu.

   Aku tak mampu berkata-kata. Kuperiksa nadimu. Berhenti! Begitu juga dengan bumi yang aku pijak. Semua seperti berhenti.  Angin menjadi diam. Langit pun menggelap dan tiba-tiba runtuh di atasku.

   “Innalillahi wa inna illaihi raji’un….” jiwaku serasa turut melayang, mengunci waktu.

   "Adeeeeeeeeeekkk...!"

~~@~~

   Suara adzan membuyarkan lamunanku. Matahari telah tepat di atas kepala. Matahari yang sama, yang menyinari hari-hariku ketika bersamamu.

   Allah, betapa cinta ini telah mengakar dalam hatiku. Menggema hingga ke lorong-lorong jiwaku. Aku sangat mencintainya, Rabb…. Ku bersyukur telah Engkau perkenankan aku hidup bersamanya. Inilah jalan takdir yang harus aku lalui. Kutahu ini adalah ujian bagiku. Ujian atas sebentuk cinta yang kurasa. Kecintaanku padanya adalah jalan tuk meraih cinta-Mu. Begitu juga ketika kuharus kehilangannya. Keikhlasanku tuk melepasnya adalah bentuk terbesar indah cintaku padanya dan ketaatanku sebagai hamba.

   Bantu hamba ya Rabb… tabahkan hati yang rapuh ini. Penuhi jiwa hamba dengan ikhlas yang tak terbatas. Dan ijinkanlah cinta ini tetap bersemayam di kalbu hamba, cinta yang kan terbungkus dengan indah sebagai hadiah untuknya kelak.

~~@~~
[by: Lovely Rain]
Cattn: beberapa adegan dalam cerita ini tidak boleh ditiru, kecuali terhadap suami/ istrinya masing2, hehehe...
copas dari Renungan Kisah Inspiratif

Selamat Ulang Tahun Anakku

PUISI
Selamat ulang tahun anakku
Empat tahun sudah kita bersama
Mengarungi hidup dengan cara sederhana
Mengarungi pelangi dengan langkah kecil kita

Kuciumi harum nafasmu
Kunikmati paras wajahmu
Berbagi kita tawa
Berbagi kita cerita

Tiada kesedihan sejak hadirmu
Indahmu adalah semangat hidupku
Senyummu adalah kekuatan batinku

Biarpun hati nelangsa
Hilang saat ada di dekatmu
Biarpun hati sedang berduka
Musnah karena gelakmu

Engkaulah matahariku, anakku
Matahari tempat aku menghangatkan hati
Matahari tempat aku menemukan cahaya

Engkaulah hujanku, anakku
Bening menitik saat dahagaku
Lembut berjatuhan dalam sepiku

Engkaulah, kidungku, anakku
Kidung harapan ketika hati lelah
Kidung cinta ketika hati berduka

Engkaulah segalanya bagiku, anakku
Laksana embun di pagi hari
Laksana ombak di laut sunyi
Laksana awan di langit tinggi
Laksana bintang di malam sepi

Mari sini kupeluk erat
Agar engkau mengerti bahwa cintaku begitu lekat
Agar kau sadar bahwa kau adalah rahmat
Agar kau pahami bahwa kasih cintaku abadi
Agar kau mengerti artimu bagi diri ini

Suatu saat, saat kau dewasa
Sambutlah dunia anakku
Dunia yang akan membuatmu menjadi bijak
Dunia yang akan menambah anggunmu dalam melangkah
Dunia yang selalu memberimu kecintaan…
Masa depan dam harapan

Jadilah manusia yang berguna, anakku
Olah pikiran, hati dan jiwamu
Turunkan tanganmu menolong sesama
Jadikan hidupmu berguna dan bermanfaat bagi dunia

Anankku,
Selamat ulang tahun
Empat tahun kita sudah bersama
Akulah ibumu
Aku hanya mengantarmu jadi manusia
Semoga Alloh meridhoi perjalanan kita… Amien

Cinta dan sayang untukmu selamanya
Shabeth Khadijah Kembangwangi (Baby)
(14 April 2007 – 14 April 2011)


Jakarta 14 April 2011

Tuesday, April 12, 2011

Saat Kau Menyukai Seseorang

Saat kau MENYUKAI seseorang, kau ingin memilikinya untuk keegoisanmu sendiri.
Saat kau MENYAYANGI seseorang, kau ingin sekali membuatnya bahagia dan bukan untuk dirimu sendiri.
Saat kau MENCINTAI seseorang, kau akan melakukan apapun untuk kebahagiaannya walaupun kau harus mengorbankan kebahagiaanmu.

Saat kau MENYUKAI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan bertanya,”Bolehkah aku menemanimu & bercerita?”
Saat kau MENYAYANGI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan bertanya,?Bolehkah aku memelukmu??
Saat kau MENCINTAI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan menggenggam erat tangannya?

SUKA adalah saat ia menangis, kau akan berkata ?Sudahlah, jangan menangis.?
SAYANG adalah saat ia menangis dan kau akan menangis bersamanya.
CINTA adalah saat ia menangis dan kau akan membiarkannya menangis di pundakmu sambil berkata, ?Mari kita selesaikan masalah ini bersama - sama.?

SUKA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata, ?Ia sangat cantik dan menawan.?
SAYANG adalah saat kau melihatnya kau akan melihatnya dari hatimu dan bukan matamu.
CINTA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata, ?Buatku dia adalah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padaku..?

Pada saat orang yang kau SUKAi menyakitimu, maka kau akan marah dan tak mau lagi bicara padanya.
Pada saat orang yang kau SAYANGi menyakitimu, engkau akan menangis untuknya.
Pada saat orang yang kau CINTAi menyakitimu, kau akan berkata, ?Tak apa dia hanya tak tau apa yang dia lakukan.?

Pada saat kau SUKA padanya, kau akan MEMAKSANYA untuk menyukaimu.
Pada saat kau SAYANG padanya, kau akan MEMBIARKANNYA MEMILIH.
Pada saat kau CINTA padanya, kau akan selalu MENANTINYA dengan setia dan tulus?

SUKA adalah kau akan menemaninya bila itu menguntungkan.
SAYANG adalah kau akan menemaninya di saat dia membutuhkan.
CINTA adalah kau akan menemaninya di saat bagaimana keadaanmu.

SUKA adalah hal yang menuntut.
SAYANG adalah hal memberi dan menerima.
CINTA adalah hal yang memberi dengan rela.

copas dari Renungan Kisah Inspiratif

Monday, April 11, 2011

Angka "19" Dalam al-Qur'an

Sembilan belas ditambah sembilan belas, tiga puluh delapan,
tapi sembilan belas kali sembilan belas, tiga ratus enam puluh satu.
Perbuatan ikhlas tak berharap untuk dibalas, tak mengeluh ataupun memamerkan,
tujuan ikhlas tentulah jelas, ridho Allah yang dituju.
Itu hanya sebait pantun, ...tapi angka sembilan belas yang dimaksud dalam judul dapat dibaca di sini....

Sunday, April 10, 2011

BAB IV - DARI MASA KERASULAN SAMPAI ISLAMNYA UMAR


Percakapan Khadijah dengan Waraqa b. Naufal
MUHAMMAD sedang tidur. Khadijah menatapnya dengan hati penuh kasih dan harapan, kasih dan harapan terhadap orang yang tadi mengajaknya bicara itu.

Setelah dilihatnya ia tidur nyenyak, nyenyak dan tenang sekali, ditinggalkannya orang itu perlahan-lahan. Ia keluar, dengan pikiran masih pada orang itu, orang yang pernah menggoncangkan hatinya. Pikirannya pada hari esok, pada hari yang akan memberikan harapan baik kepadanya. Harapannya, suami itu akan menjadi nabi atas umat, yang kini tengah hanyut dalam kesesatan. Ia akan membimbing mereka dengan ajaran agama yang benar serta akan membawa mereka ke jalan yang lurus. Tetapi, sungguhpun begitu, menghadapi masa yang akan datang, ia merasa kuatir sekali, kuatir akan nasib suami yang setia dan penuh kasih-sayang itu. Dibayangkannya dalam hatinya apa yang telah diceritakan kepadanya itu. Dibayangkannya itu malaikat yang begitu indah, yang memperlihatkan diri di angkasa, setelah menyampaikan wahyu Tuhan kepadanya dan yang kemudian memenuhi seluruh ruangan itu. Selalu ia melihat malaikat itu kemana saja ia mengalihkan muka. Khadijah masih mengulangi kata-kata yang dibacakan dan sudah terpateri dalam dada Muhammad itu. 

Semua itu dibentangkan kembali oleh Khadijah di depan mata hatinya. Kadang terkembang senyum di bibir, karena suatu harapan; kadang kecut juga rasanya, karena takut akan nasib yang mungkin akan menimpa diri Al-Amin kelak. 

Tidak tahan ia tinggal seorang diri lama-lama. Pikirannya berpindah-pindah dari harapan yang manis sedap kepada kesangsian dan harap-harap cemas. Terpikir olehnya akan mencurahkan segala isi hatinya itu kepada orang yang sudah dikenalnya bijaksana dan akan dapat memberikan nasehat. 

Untuk itu, kemudian ia pergi menjumpai saudara sepupunya (anak paman), Waraqa b. Naufal. Seperti sudah disebutkan, Waraqa adalah seorang penganut agama Nasrani yang sudah mengenal Bible dan sudah pula menterjemahkannya sebagian ke dalam bahasa Arab. Ia menceritakan apa yang pernah dilihat dan didengar Muhammad dan menceritakan pula apa yang dikatakan Muhammad kepadanya, dengan menyebutkan juga rasa kasih dan harapan yang ada dalam dirinya. Waraqa menekur sebentar, kemudian katanya: "Maha Kudus Ia, Maha Kudus. Demi Dia yang memegang hidup Waraqa. Khadijah, percayalah, dia telah menerima Namus Besar1 seperti yang pernah diterima Musa. Dan sungguh dia adalah Nabi umat ini. Katakan kepadanya supaya tetap tabah." 

Khadijah pulang. Dilihatnya Muhammad masih tidur. Dipandangnya suaminya itu dengan rasa kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan cemas. Dalam tidur yang demikian itu, tiba-tiba ia menggigil, napasnya terasa sesak dengan keringat yang sudah membasahi wajahnya. Ia terbangun, manakala didengarnya malaikat datang membawakan wahyu kepadanya: 

"O orang yang berselimut! Bangunlah dan sampaikan peringatan. Dan agungkan Tuhanmu. Pakaianmupun bersihkan. Dan hindarkan perbuatan dosa. Jangan kau memberi, karena ingin menerima lebih banyak. Dan demi Tuhanmu, tabahkan hatimu." (Qur'an 74: 1 - 7) 

Dipandangnya ia oleh Khadijah, dengan rasa kasih yang lebih besar. Didekatinya ia perlahan-lahan seraya dimintanya, supaya kembali ia tidur dan beristirahat. 

"Waktu tidur dan istirahat sudah tak ada lagi, Khadijah," jawabnya. "Jibril membawa perintah supaya aku memberi peringatan kepada umat manusia, mengajak mereka, dan supaya mereka beribadat hanya kepada Allah. Tapi siapa yang akan kuajak? Dan siapa pula yang akan mendengarkan?" 

Khadijah berusaha menenteramkan hatinya. Cepat-cepat ia menceritakan apa yang didengarnya dari Waraqa tadi. Dengan penuh gairah dan bersemangat sekali kemudian ia menyatakan dirinya beriman atas kenabiannya itu. Sudah sewajarnya apabila Khadijah cepat-cepat percaya kepadanya. Ia sudah mengenalnya benar. Selama hidupnya laki-laki itu selalu jujur, orang berjiwa besar ia dan selalu berbuat kebaikan dengan penuh rasa kasih-sayang. Selama dalam tahannuth, dilihatnya betapa besar kecenderungannya kepada kebenaran, dan hanya kebenaran semata-mata. Ia mencari kebenaran itu dengan persiapan jiwa, kalbu dan pikiran yang sudah begitu tinggi, membubung melampaui jangkauan yang akan dapat dibayangkan manusia, manusia yang menyembah patung dan membawakan kurban-kurban ke sana; mereka yang menganggap bahwa itu adalah tuhan yang dapat mendatangkan bencana dan keuntungan. Mereka membayangkan, bahwa itu patut disembah dan diagungkan. Wanita itu sudah melihatnya betapa benar ia pada tahun-tahun masa tahannuth itu. Juga ia melihatnya betapa benar keadaannya tatkala pertama kali ia kembali dari gua Hira', sesudah kerasulannya. Ia bingung sekali. Dimintanya oleh Khadijah, apabila malaikat itu nanti datang supaya diberitahukan kepadanya. 

Bilamana kemudian Muhammad melihat malaikat itu datang, didudukannya ia oleh Khadijah di paha kirinya, kemudian di paha kanan dan di pangkuannya. Malaikat itupun masih juga dilihatnya. Khadijah menghalau dan mencampakkan tutup mukanya. Waktu itu tiba-tiba Muhammad tidak lagi melihatnya. Khadijah tidak ragu lagi bahwa itu adalah malaikat, bukan setan. 

Sesudah peristiwa itu, pada suatu hari Muhammad pergi akan mengelilingi Ka'bah. Di tempat itu Waraqa b. Naufal menjumpainya. Sesudah Muhammad menceritakan keadaannya, Waraqa berkata: "Demi Dia Yang memegang hidup Waraqa. Engkau adalah Nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang pemah disampaikan kepada Musa. Pastilah kau akan didustakan orang, akan disiksa, akan diusir dan akan diperangi. Kalau sampai pada waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang sudah diketahuiNya pula." Lalu Waraqa mendekatkan kepalanya dan mencium ubun-ubun Muhammad. Muhammadpun segera merasakan adanya kejujuran dalam kata-kata Waraqa itu, dan merasakan pula betapa beratnya beban yang harus menjadi tanggungannya. 

Sekarang ia jadi memikirkan, bagaimana akan mengajak Quraisy supaya turut beriman; padahal ia tahu benar mereka sangat kuat mempertahankan kebatilan itu. Mereka bersedia berperang dan mati untuk itu. Ditambah lagi mereka masih sekeluarga dan sanak famili yang dekat. 

Sungguhpun begitu, tetapi mereka dalam kesesatan. Sedang apa yang dianjurkannya kepada mereka, itulah yang benar. Ia mengajak mereka, agar jiwa dan hati nurani mereka dapat lebih tinggi sehingga dapat berhubungan dengan Allah Yang telah menciptakan mereka dan menciptakan nenek-moyang mereka; agar mereka beribadat hanya kepadaNya, dengan penuh ikhlas, dengan jiwa yang bersih, untuk agama. Ia mengajak mereka supaya mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan perbuatan yang baik, dengan memberikan kepada orang berdekatan, hak-hak mereka, begitu juga kepada orang yang dalam perjalanan; agar mereka menjauhkan diri dari menyembah batu-batu yang mereka buat jadi berhala yang menurut dugaan mereka akan mengampuni segala dosa mereka dari perbuatan angkara-murka yang mereka lakukan, dari menjalankan riba dan memakan harta anak piatu. Penyembahan mereka demikian itu membuat jiwa dan hati mereka lebih keras dan lebih membatu dari patung-patung itu. Ia memperingatkan mereka agar mereka mau melihat ciptaan Tuhan yang ada di langit dan di bumi; supaya semua itu menjadi tamsil dalam jiwa mereka serta kemudian menyadari betapa dahsyat dan agungnya semua itu. Dengan kesadaran demikian mereka akan memahami kebesaran undang-undang Ilahi yang berlaku di langit dan di bumi. Selanjutnya, dengan ibadatnya itu akan memahami pula kebesaran Al Khalik Pencipta alam semesta ini, Yang Tunggal, tiada bersekutu. Dengan demikian mereka akan lebih tinggi, akan lebih luhur Mereka akan diisi oleh rasa kasih-sayang terhadap mereka yang belum mendapat petunjuk Tuhan, dan akan berusaha ke arah itu. Mereka akan berlaku baik terhadap semua anak piatu, terhadap semua orang yang malang dan lemah. Ya! Ke arah itulah Tuhan memerintahkannya, supaya ia mengajak mereka. 

Akan tetapi, itu jantung yang sudah begitu keras, jiwa yang sudah begitu kaku, sudah jadi kering dalam menyembah berhala seperti yang dilakukan oleh nenek-moyang mereka dahulu. Di tempat itu mereka berdagang, dan membuat Mekah menjadi pusat kunjungan penyembah berhala! Akan mereka tinggalkankah agama nenek-moyang mereka dan mereka lepaskan kedudukan kota mereka yang berarti suatu bahaya bilamana sudah tak ada lagi orang yang akan menyembah berhala? Lalu bagaimana pula akan membersihkan jiwa serupa itu dan melepaskan diri dari noda hawa-nafsu, hawa-nafsu yang akan menjerumuskan mereka, sampai kepada nafsu kebinatangannya, padahal dia sudah memperingatkan manusia supaya mengatasi nafsunya, menempatkan diri di atas berhala-berhala itu? Kalau mereka sudah tidak mau percaya kepadanya, apalagi yang harus ia lakukan? Inilah yang menjadi masalah besar itu. 

Wahyu Terhenti
Ia sedang menantikan bimbingan wahyu dalam menghadapi masalahnya itu, menantikan adanya penyuluh yang akan menerangi jalannya. Tetapi, wahyu itu sekarang terputus! Jibrilpun tidak datang lagi kepadanya. Tempat di sekitarnya jadi sunyi, bisu. Ia merasa terasing dari orang, dan dari dirinya. Kembali ia merasa dalam ketakutan seperti sebelum turunnya wahyu. Konon Khadijah pernah mengatakan kepadanya: "Mungkin Tuhan tidak menyukai engkau." 

Ia masih dalam ketakutan. Perasaan ini juga yang mendorongnya lagi akan pergi ke bukit-bukit dan menyendiri lagi dalam gua Hira'. Ia ingin membubung tinggi dengan seluruh jiwanya, menghadapkan diri kepada Tuhan, akan menanyakan: Kenapa ia lalu ditinggalkan sesudah dipilihNya? Kecemasan Khadijahpun tidak pula kurang rasanya. 

Ia mengharap mati benar-benar kalau tidak karena merasakan adanya perintah yang telah diberikan kepadanya. Kembali lagi ia kepada dirinya, kemudian kepada Tuhannya. Konon katanya: Pernah terpikir olehnya akan membuang diri dari atas Hira' atau dari atas puncak gunung Abu Qubais. Apa gunanya lagi hidup kalau harapannya yang besar ini jadi kering lalu berakhir ? 

Sementara ia sedang dalam kekuatiran demikian itu - sesudah sekian lama terhenti - tiba-tiba datang wahyu membawa firman Tuhan: 

"Demi pagi cerah yang gemilang. Dan demi malam bila senyap kelam. Tuhanmu tidak meninggalkan kau, juga tidak merasa benci. Dan sungguh, hari kemudian itu lebih baik buat kau daripada yang sekarang. Dan akan segera ada pemberian dari Tuhan kepadamu. Maka engkaupun akan bersenang hati. Bukankah Ia mendapati kau seorang piatu, lalu diberiNya tempat berlindung? Dan Ia mendapati kau tak tahu jalan, lalu diberiNya kau petunjuk? Karena itu, terhadap anak piatu, jangan kau bersikap bengis. Dan tentang orang yang meminta, jangan kau tolak. Dan tentang kurnia Tuhanmu, hendaklah kau sebarkan."(Qur'an, 93: 1-11) 

Maha Mulia Allah. Betapa damainya itu dalam jiwa. Betapa gembira dalam hati! Rasa cemas dan takut dalam diri Muhammad semuanya hilang sudah. Terbayang senyum di wajahnya. Bibirnyapun mengucapkan kata-kata syukur, kata-kata kudus dan penuh khidmat. Tidak lagi Khadijah merasa takut, bahwa Tuhan sudah tidak menyukai Muhammad dan iapun tidak lagi merasa takut dan gelisah. Bahkan Tuhan telah melindungi mereka berdua dengan rahmatNya. Segala rasa takut dan keraguan-raguan hilang sama sekali dari hatinya. Tak ada lagi bunuh diri. 

Yang ada sekarang ialah hidup dan ajakan kepada Allah, dan hanya kepada Allah semata. Hanya kepada Allah Yang Maha Besar menundukkan kepala. Segala yang ada di langit dan di bumi bersujud belaka kepadaNya. Hanya Dialah Yang Hak, dan yang selain itu batil adanya. Hanya kepadaNya hati manusia dihadapkan, seluruh hidup kesana juga bergantung dan kepadaNya pula ruh akan kembali. "Sungguh, hari kemudian itu lebih baik buat kau daripada yang sekarang." 

Ya, hari kemudian tempat berkumpulnya jiwa dengan segala bentuknya yang penuh, yang tidak lagi kenal ruang dan waktu, dan semua cara hidup pertama yang rendah ini akan terlupakan adanya. Hari kemudian yang akan disinari cahaya pagi, berkilauan, dan malam yang gelap dan kelam. Bintang-bintang di langit, bumi dan gunung-gunung, semua akan dihubungi oleh jiwa yang pasrah menyerah. Kehidupan inilah yang akan menjadi tujuan. Inilah kebenaran yang sesungguhnya. Di luar itu hanya bayangan belaka, yang tiada berguna. Kebenaran inilah yang cahayanya disinari oleh jiwa Muhammad, dan yang baru akan dipantulkan kembali guna memikirkan bagaimana mengajak orang ingat kepada Tuhan. Dan guna mengajak orang kepada Tuhan, ia harus membersihkan pakaiannya serta menjauhi perbuatan mungkar. Ia harus tabah menghadapi segala gangguan demi menjaga dakwah kepada Kebenaran. Ia harus menuntun umat kepada ilmu yang belum mereka ketahui; jangan menolak orang meminta, jangan berlaku bengis terhadap anak piatu. Cukuplah Tuhan telah memilihnya sebagai pengemban amanat. Maka katakanlah itu. Cukup sudah, bahwa Tuhan telah menemukannya sebagai seorang piatu, lalu dilindungiNya di bawah asuhan kakeknya Abd'l-Muttalib, dan pamannya, Abu Talib. Ia yang hidup miskin, telah diberi kekayaan dengan amanat Tuhan kepadanya. Dipermudah pula dengan Khadijah sebagai kawan semasa mudanya, kawan semasa dalam tahannuth, kawan semasa kerasulannya, kawan yang penuh cinta kasih, yang memberi nasehat dengan rasa kasih-sayangnya. Tuhan telah mendapatinya tak tahu jalan, lalu diberiNya petunjuk berupa risalah. Cukuplah semua itu. Hendaklah ia mengajak orang kepada Kebenaran, berusaha sedapat mungkin. 

Begitulah ketentuan Tuhan terhadap seorang nabi yang telah dipilihNya. Ia tidak ditinggalkanNya, juga tidak dibenciNya. 

Tuhan telah mengajarkan Nabi bersembahyang, maka iapun bersembahyang, begitu juga Khadijah ikut pula sembahyang. Selain puteri-puterinya, tinggal bersama keluarga itu Ali bin Abi Talib sebagai anak muda yang belum balig. Pada waktu itu suku Quraisy sedang mengalami suatu krisis yang luarbiasa. Abu Talib adalah keluarga yang banyak anaknya. Muhammad sekali berkata kepada Abbas, pamannya - yang pada masa itu adalah yang paling mampu di antara Keluarga Hasyim: "Abu Talib saudaramu anaknya banyak. Seperti kaulihat, banyak orang yang mengalami krisis. Baiklah kita ringankan dia dari anak-anaknya itu. Aku akan mengambilnya seorang kaupun seorang untuk kemudian kita asuh." 

Karena itu Abbas lalu mengasuh Ja'far dan Muhammad mengasuh Ali, yang tetap tinggal bersama sampai pada masa kerasulannya. 

Tatkala Muhammad dan Khadijah sedang sembahyang, tiba-tiba Ali menyeruak masuk. Dilihatnya kedua orang itu sedang ruku' dan sujud serta membaca beberapa ayat Qur'an yang sampai pada waktu itu sudah diwahyukan kepadanya. Anak ifu tertegun berdiri: "Kepada siapa kalian sujud?" tanyanya setelah sembahyang selesai. 

"Kami sujud kepada Allah," jawab Muhammad, "Yang mengutusku menjadi nabi dan memerintahkan aku mengajak manusia menyembah Allah" 

Lalu Muhammadpun mengajak sepupunya itu beribadat kepada Allah semata tiada bersekutu serta menerima agama yang dibawa nabi utusanNya dengan meninggalkan berhala-berhala semacam Lat dan 'Uzza. Muhammad lalu membacakan beberapa ayat Qur'an. Ali sangat terpesona karena ayat-ayat itu luar biasa indahnya. 

Ia minta waktu akan berunding dengan ayahnya lebih dulu. Semalaman itu ia merasa gelisah. Tetapi besoknya ia memberi tahukan kepada suami-isteri itu, bahwa ia akan mengikuti mereka berdua, tidak perlu minta pendapat Abu Talib. "Tuhan menjadikan saya tanpa saya perlu berunding dengan Abu Talib. Apa gunanya saya harus berunding dengan dia untuk menyembah Allah." 

Jadi Ali adalah anak pertama yang menerima Islam. Kemudian Zaid b. Haritha, bekas budak Nabi. Dengan demikian Islam masih terbatas hanya dalam lingkungan keluarga Muhammad: dia sendiri, isterinya, kemenakannya dan bekas budaknya. Masih juga ia berpikir-pikir, bagaimana akan mengajak kaum Quraisy itu. Tahu benar ia, betapa kerasnya mereka itu dan betapa pula kuatnya mereka berpegang pada berhala yang disembah-sembah nenek moyang mereka itu. 

Islamnya Abu Bakr

Pada waktu itu Abu Bakr b. Abi Quhafa dari kabilah Taim adalah teman akrab Muhammad. Ia senang sekali kepadanya, karena sudah diketahuinya benar ia sebagai orang yang bersih, jujur dan dapat dipercaya. Oleh karena itu orang dewasa pertama yang diajaknya menyembah Allah Yang Esa dan meninggalkan penyembahan berhala, adalah dia. Juga dia laki-laki pertama tempat dia membukakan isi hatinya akan segala yang dilihat serta wahyu yang diterimanya. Abu Bakr tidak ragu-ragu lagi memenuhi ajakan Muhammad dan beriman pula akan ajakannya itu. Jiwa yang mana lagi yang memang mendambakan kebenaran masih akan ragu-ragu meninggalkan penyembahan berhala dan untuk kemudian menyembah Allah Yang Esa! Jiwa yang mana lagi yang masih disebut jiwa besar di samping menyembah Allah masih mau menyembah batu yang bagaimanapun bentuknya! Jiwa yang mana lagi yang sudah bersih masih akan ragu-ragu membersihkan pakaian dan jiwanya, berderma kepada orang yang membutuhkan dan berbuat kebaikan kepada anak piatu! 

Keimanannya kepada Allah dan kepada RasulNya itu segera diumumkan oleh Abu Bakr di kalangan teman-temannya. Ia memang seorang pria yang rupawan. "Menjadi kesayangan masyarakatnya dan amikal sekali. Dari kalangan Quraisy ia termasuk orang Quraisy yang berketurunan tinggi dan yang banyak mengetahui segala seluk-beluk bangsa itu, yang baik dan yang jahat. Sebagai pedagang dan orang yang berakhlak baik ia cukup terkenal. Kalangan masyarakatnya sendiri yang terkemuka mengenalnya dalam satu bidang saja. Mereka mengenalnya karena ilmunya, karena perdagangannya dan karena pergaulannya yang baik." 

Kaum Muslimin yang Mula-mula
Dari kalangan masyarakatnya yang dipercayai oleh Abu Bakr diajaknya mereka kepada Islam. Usman b. 'Affan, Abdurrahman b. 'Auf, Talha b. 'Ubaidillah, Sa'd b. Abi Waqqash dan Zubair bin'l-'Awwam mengikutinya pula menganut Islam. Kemudian menyusul pula Abu 'Ubaida bin'l-Djarrah, dan banyak lagi yang lain dari penduduk Mekah. Mereka yang sudah Islam itu lalu datang kepada Nabi menyatakan Islamnya, yang selanjutnya menerima ajaran-ajaran agama itu dari Nabi sendiri. 

Mengetahui adanya permusuhan yang begitu bengis dari pihak Quraisy terhadap segala sesuatu yang melanggar paganisma, maka kaum Muslimin yang mula-mula masih sembunyi-sembunyi. Apabila mereka akan melakukan salat, mereka pergi ke celah-celah gunung di Mekah. Keadaan serupa ini berjalan selama tiga tahun, sementara Islam tambah meluas juga di kalangan penduduk Mekah. Wahyu yang datang kepada Muhammad selama itu makin memperkuat iman kaum Muslimin. 

Yang menambah pula dakwah itu berkembang sebenarnya karena teladan yang diberikan Muhammad sangat baik sekali: ia penuh bakti dan penuh kasih-sayang, sangat rendah hati dan penuh kejantanan, tutur-katanya lemah-lembut dan selalu berlaku adil; hak setiap orang masing-masing ditunaikan. Pandangannya terhadap orang yang Iemah, terhadap piatu, orang yang sengsara dan miskin adalah pandangan seorang bapa yang penuh kasih, lemah-lembut dan mesra. Malam haripun, dalam ia bertahajud, malam ia tidak cepat tidur, membaca wahyu yang disampaikan kepadanya, renungannya selalu tentang langit dan bumi, mencari pertanda dari segenap wujud ini, permohonannya selalu dihadapkan hanya kepada Allah. Dia. yang menyerapkan hidup semesta ini ke dalam dirinya dan kedalam jantung kehidupannya sendiri, adalah suatu teladan yang membuat mereka yang sudah beriman dan menyatakan diri Islam itu, makin besar cintanya kepada Islam dan makin kukuh pula imannya. Mereka sudah berketetapan hati meninggalkan anutan nenek-moyang mereka dengan menanggung segala siksaan kaum musyrik yang hatinya belum lagi disentuh iman. 

Saudagar-saudagar dan kaum bangsawan Mekah yang sudah mengenal arti kesucian, sudah menyadari arti kebenaran, pengampunan dan arti rahmat, mereka beriman kepada ajaran Muhammad. Semua kaum yang lemah, semua orang yang sengsara dan semua orang yang tidak punya, beriman kepadanya. Ajaran Muhammad sudah tersebar di Mekah, orang sudah berbondong-bondong memasuki Islam, pria dan wanita. 

Orang banyak bicara tentang Muhammad dan tentang ajaran-ajarannya. Akan tetapi penduduk Mekah yang masih berhati-hati, yang masih tertutup hatinya, pada mulanya tidak menghiraukannya. Mereka menduga, bahwa kata-katanya tidakkan lebih dari kata-kata pendeta atau ahli-ahli pikir semacam Quss, Umayya, Waraqa dan yang lain. Orang pasti akan kembali kepada kepercayaan nenek-moyangnya; yang akhirnya akan menang ialah Hubal, Lat dan 'Uzza, begitu juga Isaf dan Na'ila yang dibawai kurban. Mereka lupa bahwa iman yang murni tak dapat dikalahkan, dan bahwa kebenaran pasti akan mendapat kemenangan. 

Ajakan Muhammad Kepada Keluarganya
Tiga tahun kemudian sesudah kerasulannya, perintah Allah datang supaya ia mengumumkan ajaran yang masih disembunyikan itu, perintah Allah supaya disampaikan. Ketika itu wahyu datang: 

"Dan berilah peringatan kepada keluarga-keluargamu yang dekat. Limpahkanlah kasih-sayang kepada orang-orang beriman yang mengikut kau. Kalaupun mereka tidak mau juga mengikuti kau, katakanlah, 'Aku lepas tangan dari segala perbuatan kamu.'" (Qur'an 26: 214-216) 

"Sampaikanlah apa yang sudah diperintahkan kepadamu, dan tidak usah kauhiraukan orang-orang musyrik itu."(Qur'an 15: 94) 

Muhammadpun mengundang makan keluarga-keluarga itu ke rumahnya, dicobanya bicara dengan mereka dan mengajak mereka kepada Allah. Tetapi Abu Talib, pamannya, lalu menyetop pembicaraan itu. Ia mengajak orang-orang pergi meninggalkan tempat. Keesokan harinya sekali lagi Muhammad mengundang mereka. 

Selesai makan, katanya kepada mereka: "Saya tidak melihat ada seorang manusia di kalangan Arab ini dapat membawakan sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari yang saya bawakan kepada kamu sekalian ini. Kubawakan kepada kamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan telah menyuruh aku mengajak kamu sekalian. Siapa di antara kamu ini yang mau mendukungku dalam hal ini?" 

Mereka semua menolak, dan sudah bersiap-siap akan meninggalkannya. Tetapi tiba-tiba Ali bangkit - ketika itu ia masih anak-anak, belum lagi balig. 

"Rasulullah, saya akan membantumu," katanya. "Saya adalah lawan siapa saja yang kautentang." 

Banu Hasyim tersenyum, dan ada pula yang tertawa terbahak-bahak. Mata mereka berpindah-pindah dari Abu Talib kepada anaknya. Kemudian mereka semua pergi meninggalkannya dengan ejekan. 

Sesudah itu Muhammad kemudian mengalihkan seruannya dari keluarga-keluarganya yang dekat kepada seluruh penduduk Mekah. Suatu hari ia naik ke Shafa2 dengan berseru: "Hai masyarakat Quraisy." Tetapi orang Quraisy itu lalu membalas: "Muhammad bicara dari atas Shafa." Mereka lalu datang berduyun-duyun sambil bertanya-tanya, "Ada apa?" 

"Bagaimana pendapatmu sekalian kalau kuberitahukan kamu, bahwa pada permukaan bukit ini ada pasukan berkuda. Percayakah kamu?" 

"Ya," jawab mereka. "Engkau tidak pernah disangsikan. Belum pernah kami melihat engkau berdusta." 

"Aku mengingatkan kamu sekalian, sebelum menghadapi siksa yang sungguh berat," katanya, "Banu Abd'l-Muttalib, Banu Abd Manaf, Banu Zuhra, Banu Taim, Banu Makhzum dan Banu Asad Allah memerintahkan aku memberi peringatan kepada keluarga-keluargaku terdekat. Baik untuk kehidupan dunia atau akhirat. Tak ada sesuatu bahagian atau keuntungan yang dapat kuberikan kepada kamu, selain kamu ucapkan: Tak ada tuhan selain Allah." 

Atau seperti dilaporkan: Abu Lahab - seorang laki-laki berbadan gemuk dan cepat naik darah - kemudian berdiri sambil meneriakkan: "Celaka kau hari ini. Untuk ini kau kumpulkan kami?" 

Muhammad tak dapat bicara. Dilihatnya pamannya itu. Tetapi kemudian sesudah itu datang wahyu membawa firman Tuhan: 

"Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan celakalah ia. Tak ada gunanya kekayaan dan usahanya itu. Api yang menjilat-jilat akan menggulungnya" (Qur'an 111: 1-5) 

Kemarahan Abu Lahab dan sikap permusuhan kalangan Quraisy yang lain tidak dapat merintangi tersebarnya dakwah Islam di kalangan penduduk Mekah itu. Setiap hari niscaya akan ada saja orang yang Islam - menyerahkan diri kepada Allah. Lebih-lebih mereka yang tidak terpesona oleh pengaruh dunia perdagangan untuk sekedar melepaskan renungan akan apa yang telah diserukan kepada mereka. Mereka sudah melihat Muhammad yang berkecukupan, baik dari harta Khadijah atau hartanya sendiri. Tidak dipedulikannya harta itu, juga tidak akan memperbanyaknya lagi. Ia mengajak orang hidup dalam kasih-sayang, dengan lemah-lembut, dalam kemesraan dan tasamuh (lapang dada, toleransi). Ya, bahkan dia yang menerima wahyu menyebutkan, bahwa memupuk-mupuk kekayaan adalah suatu kutukan terhadap jiwa. 

"Kamu telah dilalaikan oleh perlombaan saling memperbanyak. Sampai nanti kamu menuju kubur. Sekali lagi, jangan! Akan kamu ketahui juga nanti. Jangan. Kalau kamu mengetahui dengan meyakinkan. Niscaya akan kamu lihat neraka. Kemudian, tentu akan kamu lihat itu dengan mata yang meyakinkan. Hari itu kemudian baru kamu akan ditanyai tentang kesenangan itu." (Qur'an 102: 1-8) 

Apalagi yang lebih baik daripada yang dianjurkan Muhammad itu! Bukankah ia menganjurkan kebebasan? Kebebasan mutlak yang tak ada batasnya. Kebebasan yang sungguh bernilai bagi setiap manusia Arab itu, sama dengan nilai hidupnya sendiri! Ya! Bukankah orang mau melepaskan diri dari belenggu dengan pengabdian yang bagaimanapun selain pengabdiannya kepada Allah? Bukankah setiap belenggu itu harus dihancurkan? Tak ada Hubal, tak ada Lat, 'Uzza. Tak ada api Majusi, matahari orang Mesir, tak ada bintang penyembah bintang, tak ada hawariyin (pengikut-pengikut Isa), tak ada seorang manusiapun, atau malaikat ataupun jin yang akan menjadi batas antara Allah dengan manusia. Di hadapan Allah, hanya di hadapanNya Yang Tunggal tak bersekutu, manusia akan dimintai pertanggung-jawabannya atas perbuatannya yang telah dilakukan, yang baik dan yang buruk. Hanya perbuatan manusia itu sajalah yang menjadi perantaranya. Hati kecilnya yang akan menimbang semua perbuatan. Hanya itulah yang berkuasa atas dirinya. Dengan itulah dipertanggungkan ketika setiap jiwa mendapat balasan sesuai dengan perbuatannya. Kebebasan mana lagi yang lebih luas daripada yang diajarkan Muhammad itu? Adakah Abu Lahab dan kawan-kawannya mengajarkan yang semacam itu - sedikit sekalipun? Ataukah mereka mengajarkan supaya manusia tetap dalam perhambaan, dalam perbudakan, yang sudah ditimbuni oleh kepercayaan-kepercayaan khurafat dan takhayul, yang sudah menutupi mereka dari segala cahaya kebenaran? 

Quraisy Menghasut Penyair-penyairnya Terhadap Muhammad
Akan tetapi Abu Lahab, Abu Sufyan dan bangsawan-bangsawan Quraisy terkemuka lainnya, hartawan-hartawan yang gemar bersenang-senang, mulai merasakan, bahwa ajaran Muhammad itu merupakan bahaya besar bagi kedudukan mereka. Jadi yang mula-mula harus mereka lakukan ialah menyerangnya dengan cara mendiskreditkannya, dan mendustakan segala apa yang dinamakannya kenabian itu. 

Langkah pertama yang mereka lakukan dalam hal ini ialah membujuk penyair-penyair mereka: Abu Sufyan bin'l-Harith, 'Amr bin'l-'Ash dan Abdullah ibn'z-Ziba'ra, supaya mengejek dan menyerangnya. Dalam pada itu penyair-penyair Muslimin juga tampil membalas serangan mereka tanpa Muhammad sendiri yang harus melayani. 

Sementara itu, selain penyair-penyair itu beberapa orang tampil pula meminta kepada Muhammad beberapa mujizat yang akan dapat membuktikan kerasulannya: mujizat-mujizat seperti pada Musa dan Isa. Kenapa bukit-bukit Shafa dan Marwa itu tidak disulapnya menjadi emas, dan kitab yang dibicarakannya itu dalam bentuk tertulis diturunkan dari langit? Dan kenapa Jibril yang banyak dibicarakan oleh Muhammad itu tidak muncul di hadapan mereka? Kenapa dia tidak menghidupkan orang-orang yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang selama ini membuat Mekah terkurung karenanya? Kenapa ia tidak memancarkan mata air yang lebih sedap dari air sumur Zamzam, padahal ia tahu betapa besar hajat penduduk negerinya itu akan air? 

Tidak hanya sampai disitu saja kaum musyrikin itu mau mengejeknya dalam soal-soal mujizat, malahan ejekan mereka makin menjadi-jadi, dengan menanyakan: kenapa Tuhannya itu tidak memberikan wahyu tentang harga barang-barang dagangan supaya mereka dapat mengadakan spekulasi buat hari depan? 

Debat mereka itu berkepanjangan. Tetapi wahyu yang datang kepada Muhammad menjawab debat mereka. 

"Katakanlah: 'Aku tak berkuasa membawa kebaikan atau menolak bahaya untuk diriku sendiri, kalau tidak dengan kehendak Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib-gaib, niscaya kuperbanyak amal kebaikan itu dan bahayapun tidak menyentuhku. Tapi aku hanya memberi peringatan dan membawa berita gembira bagi mereka yang beriman." (Qur'an 7: 188) 

Ya, Muhammad hanya mengingatkan dan membawa berita gembira. Bagaimana mereka akan menuntutnya dengan hal-hal yang tak masuk akal. Sedang dia tidak mengharapkan dari mereka kecuali yang masuk akal, bahkan yang diminta dan diharuskan oleh akal?! Bagaimana mereka menuntutnya dengan hal-hal yang bertentangan dengan kodrat jiwa yang tinggi padahal yang diharapkannya dari mereka agar mereka mau menerima suara yang sesuai dengan kodrat jiwa yang tinggi itu?! Bagaimana pula mereka masih menuntutnya dengan beberapa mujizat, padahal kitab yang diwahyukan kepadanya itu dan yang menunjukkan jalan yang benar itu adalah mujizat dari segala mujizat? Kenapa mereka masih menuntut supaya kerasulannya itu diperkuat lagi dengan keanehan-keanehan yang tak masuk akal, yang sesudah itu nanti merekapun akan ragu-ragu lagi, akan mengikutinyakah mereka atau tidak? 

Dan ini, yang mereka katakan tuhan-tuhan mereka itu, tidak lebih adalah batu-batu atau kayu yang disangga atau berhala-berhala yang tegak di tengah-tengah padang pasir, yang tidak dapat membawa kebaikan ataupun menolak bahaya. Sungguhpun begitu mereka menyembahnya juga, tanpa menuntut pembuktian sifat-sifat ketuhanannya. Dan kalaupun itu yang dituntut, pasti ia akan tetap batu atau kayu, tanpa hidup, tanpa gerak; untuk dirinyapun ia tak dapat menolak bahaya atau membawa kebaikan. Dan jika ada yang datang menghancurkannya iapun takkan dapat mempertahankan diri. 

Muhammad Menista Dewa-dewa Quraisy
Muhammadpun sudah terang-terangan menyebut berhala-berhala mereka, yang sebelum itu tidak pernah disebut-sebutnya. Ia mencelanya, yang juga sebelum itu tidak pernah dilakukan demikian. Hal ini menjadi soal besar bagi Quraisy dan dirasakan menusuk hati mereka. Tentang laki-laki itu, serta apa yang dihadapinya dari mereka dan dihadapi mereka dari dia, sekarang mulai sungguh-sungguh menjadi perhatian mereka. Sampai sebegitu jauh mereka baru sampai memperolok kata-katanya. Apabila mereka duduk-duduk di Dar'n Nadwa3, atau disekitar Ka'bah dengan berhala-berhala yang ada, membuallah mereka dengan sikap tidak lebih dari senyuman mengejek dan berolok-olok. Akan tetapi, jika yang dihina dan diejek itu sekarang dewa-dewa mereka yang mereka sembah dan disembah nenek-moyang mereka, termasuk Hubal, Lat, 'Uzza dan semua berhala, maka tidak lagi soalnya soal olok-olok dan cemoohan, melainkan sudah menjadi soal yang serius dan menentukan. Atau, andaikata orang itu sampai dapat menghasut penduduk Mekah melawan mereka dan meninggalkan berhala-berhala mereka, hasil apa yang akan diperolehnya dari perdagangan Mekah itu? Dan bagaimana pula kedudukan mereka dalam arti agama? 

Abu Talib pamannya belum lagi menganut Islam. Tetapi tetap ia sebagai pelindung dan penjaga kemenakannya itu. Ia sudah menyatakan kesediaannya akan membelanya. Atas dasar itu pemuka-pemuka bangsawan Quraisy - dengan diketahui oleh Abu Sufyan b. Harb - pergi menemui Abu Talib. 

"Abu Talib," kata mereka, "kemenakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencela agama kita, tidak menghargai harapan-harapan kita dan menganggap sesat nenek-moyang kita. Soalnya sekarang, harus kauhentikan dia; kalau tidak biarlah kami sendiri yang akan menghadapinya. Oleh karena engkau juga seperti kami tidak sejalan, maka cukuplah engkau dari pihak kami menghadapi dia." 

Akan tetapi Abu Talib menjawab mereka dengan baik sekali. Sementara itu Muhammad juga tetap gigih menjalankan tugas dakwahnya dan dakwa itupun mendapat pengikut bertambah banyak. 

Quraisy segera berkomplot menghadapi Muhammad itu. Sekali lagi mereka pergi menemui Abu Talib. Sekali ini disertai 'Umara bin'l-Walid bin'l-Mughira, seorang pemuda yang gagah dan rupawan, yang akan diberikan kepadanya sebagai anak angkat, dan sebagai gantinya supaya Muhammad diserahkan kepada mereka. Tetapi inipun ditolak. Muhammad terus juga berdakwah, dan Quraisypun terus juga berkomplot. 

Untuk ketiga kalinya mereka mendatangi lagi Abu Talib. 
"Abu Talib'" kata mereka, "Engkau sebagai orang yang terhormat, terpandang di kalangan kami. Kami telah minta supaya menghentikan kemenakanmu itu, tapi tidak juga kaulakukan. Kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek-moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita dan mencela berhala-berhala kita - sebelum kausuruh dia diam atau sama-sama kita lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa." 

Berat sekali bagi Abu Talib akan berpisah atau bermusuhan dengan masyarakatnya. Juga tak sampai hati ia menyerahkan atau membuat kemenakannya itu kecewa. Gerangan apa yang harus dilakukannya? 

Dimintanya Muhammad datang dan diceritakannya maksud seruan Quraisy. Lalu katanya: "Jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan aku dibebani hal-hal yang tak dapat kupikul." 

Muhammad menekur sejenak, menekur berhadapan dengan sebuah sejarah alam wujud ini, sejarah yang sedang tertegun tak tahu hendak ke mana tujuannya. Dalam kata-kata yang kemudian menguntai dari bibir laki-laki itu adalah suatu keputusan bagi dunia: adakah dunia ini akan dalam kesesatan selalu dan terus dijerumuskan, lalu datang Majusi menekan Kristen yang sudah gagal dan kacau, dan dengan demikian paganisma dengan kebatilannya itu akan mengangkat kepala yang sudah rapuk dan busuk? Atau ia harus memancarkan terus sinar kebenaran itu, memproklamirkan kata-kata Tauhid, membebaskan pikiran manusia dari belenggu perbudakan, membebaskannya dari rantai ilusi dan mengangkatnya kemartabat yang lebih tinggi, sehingga jiwa manusia itu dapat mencapai hubungan dengan Zat Maha Tinggi? 

Utusan Quraisy Kepada Abu Talib
Pamannya, ini pamannya seolah sudah tak berdaya lagi membela dan memeliharanya. Ia sudah mau meninggalkan dan melepaskannya. Sedang kaum Muslimin masih lemah, mereka tak berdaya akan berperang, tidak dapat mereka melawan Quraisy yang punya kekuasaan, punya harta, punya persiapan dan jumlah manusia. Sebaliknya dia tidak punya apa-apa selain kebenaran. Dan atas nama kebenaran sebagai pembelanya ia mengajak orang. Tak punya apa-apa ia selain imannya kepada kebenaran itu sebagai perlengkapan. Terserahlah apa jadinya! Hari kemudian itu baginya lebih baik daripada yang sekarang. Ia akan meneruskan misinya, akan mengajak orang seperti yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Lebih baik mati ia membawa iman kebenaran yang telah diwahyukan kepadanya daripada menyerah atau ragu-ragu. 

Karena itu, dengan jiwa yang penuh kekuatan dan kemauan, ia menoleh kepada pamannya seraya berkata: 

"Paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu di tanganku, atau aku binasa karenanya." 

Ya, demikian besarnya kebenaran itu, demikian dahsyatnya iman itu! Gemetar orang tua ini mendengar jawaban Muhammad, tertegun ia. Ternyata ia berdiri di hadapan tenaga kudus dan kemauan yang begitu tinggi, di atas segala kemampuan tenaga hidup yang ada. 

Muhammad berdiri. Air matanya terasa menyumbat karena sikap pamannya yang tiba-tiba itu, sekalipun tak terlintas kesangsian dalam hatinya sedikitpun akan jalan yang ditempuhnya itu. 

Seketika lamanya Abu Talib masih dalam keadaan terpesona. Ia masih dalam kebingungan antara tekanan masyarakatnya dengan sikap kemanakannya itu. Tetapi kemudian dimintanya Muhammad datang lagi, yang lalu katanya: "Anakku, katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau bagaimanapun juga!" 

Kedudukan Muhammad Terhadap Pamannya
Sikap dan kata-kata kemenakannya itu oleh Abu Talib disampaikan kepada Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Pembicaranya tentang Muhammad itu terpengaruh oleh suasana yang dilihat dan dirasakannya ketika itu. Dimintanya supaya Muhammad dilindungi dari tindakan Quraisy. Mereka semua menerima usul ini, kecuali Abu Lahab. Terang-terangan ia menyatakan permusuhannya. Ia menggabungkan diri pada pihak lawan mereka. Permintaan mereka supaya ia dilindungi itu sudah tentu karena terpengaruh oleh fanatisma golongan dan permusuhan lama antara Banu Hasyim dan Banu Umayya. Tetapi bukan fanatisma itu saja yang mendorong Quraisy bersikap demikian. Ajarannya itu sungguh berbahaya bagi kepercayaan yang biasa dilakukan oleh leluhur mereka. Kedudukan Muhammad di tengah-tengah mereka, pendiriannya yang teguh serta ajarannya pada kebaikan supaya orang hanya menyembah Zat Yang Tunggal, yang pada waktu itu memang sudah meluas juga di kalangan kabilah-kabilah Arab, bahwa agama Allah itu bukanlah seperti yang ada pada mereka sekarang, membuat mereka dapat membenarkan juga sikap kemenakan mereka itu, Muhammad, dalam menyatakan pendiriannya, seperti yang pernah dilakukan oleh Umayya b. Abi'sh-Shalt dan Waraqa b. Naufal dan yang lain. Kalau Muhammad memang benar - dan ini yang tidak dapat mereka pastikan - maka kebenaran itu akan tampak juga dan merekapun akan merasakan pula kemegahannya. Sebaliknya, kalau tidak atas dasar kebenaran, maka orangpun akan meninggalkannya seperti yang sudah terjadi sebelum itu. Akhirnya ajaran demikian ini tidak akan meninggalkan bekas dalam mengeluarkan mereka dari tradisi yang ada dan dia sendiripun akan diserahkan kepada musuh supaya dibunuh. 

Quraisy Menyiksa Kaum Muslimin
Terhadap gangguan Quraisy ia dapat berlindung kepada goIongannya, seperti kepada Khadijah bila ia mengalami kesedihan. Baginya - dengan imannya yang sungguh-sungguh dan cinta-kasihnya yang besar - Khadijah adalah lambang kejujuran yang dapat menghilangkan segala kesedihan hatinya, yang dapat menguatkan kembali setiap ciri kelemahan yang mungkin timbul karena siksaan musuh-musuhnya yang begitu keras menentangnya serta melakukan penyiksaan terus-menerus terhadap pengikut-pengikutnya. 

Sebelum itu sebenarnya Quraisy memang tidak pernah mengenal hidup tenteram. Bahkan setiap kabilah itu langsung menyerbu kaum Muslimin yang ada di kalangan mereka: disiksa dan dipaksa melepaskan agamanya; sehingga di antara mereka ada yang mencampakkan budaknya, Bilal, ke atas pasir di bawah terik matahari yang membakar, dadanya ditindih dengan batu dan akan dibiarkan mati. Soalnya karena ia teguh bertahan dalam Islam! Dalam kekerasan semacam itu Bilal hanya berkata: "Ahad, Ahad, Hanya Yang Tunggal!" Ia memikul semua siksaan itu demi agamanya. 

Ketika pada suatu hari oleh Abu Bakr dilihatnya Bilal mengalami siksaan begitu rupa, ia dibelinya lalu dibebaskan. Tidak sedikit budak-budak yang mengalami kekerasan serupa itu oleh Abu Bakr dibeli - diantaranya budak perempuan Umar bin'l-Khattab, dibelinya dari Umar (sebelum masuk Islam). Ada pula seorang wanita yang disiksa sampai mati karena ia tidak mau meninggalkan Islam kembali kepada kepercayaan leluhurnya. 

Kaum Muslimin di luar budak-budak itu, dipukuli dan dihina dengan berbagai cara. Muhammad juga tidak terkecuali mengalami gangguan-gangguan - meskipun sudah dilindungi oleh Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Umm Jamil, isteri Abu Jahl, melemparkan najis ke depan rumahnya. Tetapi cukup Muhammad hanya membuangnya saja. Dan pada waktu sembayang, Abu Jahl melemparinya dengan isi perut kambing yang sudah disembelih untuk sesajen kepada berhala-berhala. Ditanggungnya gangguan demikian itu dan ia pergi kepada Fatimah, puterinya, supaya mencucikan dan membersihkannya kembali. Ditambah lagi, di samping semua itu, kaum Muslimin harus menerima kata-kata biadab dan keji kemana saja mereka pergi. 

Cukup lama hal serupa itu berjalan. Tetapi kaum Muslimin tambah teguh terhadap agama mereka. Dengan dada terbuka mereka menerima siksaan dan kekerasan itu - demi akidah dan iman mereka. 

Perioda yang telah dilalui dalam hidup Muhammad a.s. ini adalah perioda yang paling dahsyat yang pernah dialami oleh sejarah umat manusia. Baik Muhammad atau mereka yang menjadi pengikutnya, bukanlah orang-orang yang menuntut harta kekayaan, kedudukan atau kekuasaan, melainkan orang-orang yang menuntut kebenaran serta keyakinannya akan kebenaran itu. Muhammad adalah orang yang mengharapkan bimbingan bagi mereka yang mengalami penderitaan, dan membebaskan mereka dari belenggu paganisma yang rendah, yang menyusup kedalam jiwa manusia sampai ke lembah kehinaan yang sangat memalukan. 

Demi tujuan rohani yang luhur itulah - tidak untuk tujuan yang lain - ia mengalami siksaan. Penyair-penyair memakinya, orang-orang Quraisy berkomplot hendak membunuhnya di Ka'bah. Rumahnya dilempari batu, keluarga dan pengikut-pengikutnya diancam. Tetapi dengan semua itu malah ia makin tabah, makin gigih meneruskan dakwah. Jiwa kaum mukmin yang mengikutinya itu sudah padat oleh ucapannya: "Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu; di tanganku atau aku binasa karenanya." 

Segala pengorbanan yang besar-besar itu tak ada artinya bagi mereka, mautpun sudah tak berarti lagi demi kebenaran, dan membimbing Quraisy ke arah itu. Kadang orang heran, iman sudah begitu mempersonakan jiwa penduduk Mekah pada waktu agama ini belum lengkap, pada waktu ayat-ayat Qur'an yang turun masih sedikit. Kadang juga orang mengira, bahwa pribadi Muhammad, sifatnya yang lemah-lembut, keindahan akhlaknya serta kejujurannya yang sudah cukup dikenal, di samping kemauan yang keras dan pendiriannya yang teguh, adalah sebab dari semua itu. Sudah tentu ini juga ada pengaruhnya. Akan tetapi ada sebab-sebab lain yang juga patut diperhatikan yang tidak sedikit pula ikut memegang peranan. 

Muhammad tinggal dalam suatu daerah yang merdeka mirip-mirip sebuah republik. Dari segi keturunan ia menempati puncak yang tinggi. Hartapun sudah cukup seperti yang dikehendakinya. Ia dari Keluarga Hasyim pula, juru kunci Ka'bah dan penguasa urusan air. Gelar-gelar keagamaan yang tinggi-tinggi ada pada mereka. Jadi dalam keadaan itu ia tidak lagi membutuhkan harta kekayaan, pangkat atau sesuatu kedudukan politik atau agama. Dalam hal ini ia berbeda pula dengan para rasul dan nabi-nabi sebelumnya. Musa yang dilahirkan di Mesir bertemu dengan Firaun yang oleh penduduk sudah dituhankan, dan Firaun juga yang berkata: "Aku adalah tuhanmu yang tertinggi," yang dibantu pula oleh pemuka-pemuka agama melakukan tekanan kepada orang dengan pelbagai macam kekejaman, pemerasan dan pemaksaan. Revolusi yang dilakukan Musa atas perintah Tuhan adalah revolusi dalam struktur politik dan agama sekaligus. Bukankah keinginannya supaya Firaun dan orang yang menimba air dengan syaduf dari sungai Nil itu dihadapan Tuhan sama sederajat? Jadi dimana ketuhanan Firaun itu dan dimana pula ketentuan yang berlaku! Harus dihancurkan semua itu dan revolusi itupun terlebih dulu harus bersifat politik. 

Oleh karena itu, dari semula ajaran Musa itu sudah mendapat perlawanan hebat dari Firaun. Dengan demikian, supaya orang menerima seruannya itu, ia diperkuat oleh mujizat-mujizat. Ia melemparkan tongkatnya, dan tongkat itu menjadi seekor ular yang bergerak-gerak, menelan semua hasil pekerjaan tukang tukang sihir Firaun itu. Itupun tidak memberi hasil apa-apa buat Musa. Terpaksa ia meninggalkan Mesir tanah airnya. Dalam hijrahnya itupun diperkuat pula ia dengan sebuah mujizat yaitu terbelahnya jalan di tengah-tengah air lautan itu. 

Juga Isa, yang dilahirkan di Nazareth di bilangan Palestina, yang pada waktu itu merupakan wilayah Rumawi yang berada di bawah kekuasaan kaisar-kaisar dengan segala kekejamannya sebagai pihak penjajah dan kekuasaan dewa-dewa Rumawi, mengajak orang supaya sabar menghadapi kekejaman itu dan bertobat bagi yang menyesal dan macam-macam perasaan belaskasih lagi, yang oleh pihak penguasa justru dianggap pemberontakan terhadap kekuasaan mereka. Maka Isa juga diperkuat dengan mujizat-mujizat: menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang sakit; dan yang lain diperkuat oleh Ruh Kudus. Memang benar, bahwa inti ajaran-ajaran mereka itu pada dasarnya bertemu dengan inti ajaran-ajaran Muhammad juga, lepas dari detail yang bukan tempatnya untuk dijelaskan di sini. Akan tetapi motif yang berbagai macam ini, dan yang terutama motif politik, adalah yang menjadi tujuannya juga. 

Sebaliknya Muhammad, keadaannya seperti yang kita sebutkan di atas, sifat ajarannya adalah intelektual dan spiritual. Dasarnya adalah mengajak kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan. Suatu ajakan yang berdiri sendiri dari mula sampai akhir. Karena jauhnya dari segala pertentangan politik, struktur republik yang sudah ada di Mekah itu tidak pernah mengalami sesuatu kekacauan. 

Mungkin pembaca akan terkejut bila saya katakan, bahwa antara dakwah Muhammad dengan metoda ilmiah modern mempunyai persamaan yang besar sekali. Metoda ilmiah ini ialah mengharuskan kita - apabila kita hendak mengadakan suatu penyelidikan - terlebih dulu membebaskan diri dari segala prasangka, pandangan hidup dan kepercayaan yang sudah ada pada diri kita yang berhubungan dengan penyelidikan itu. Di situlah kita memulai dengan mengadakan observasi dan eksperimen, mengadakan perbandingan yang sistematis, kemudian baru dengan silogisma yang sudah didasarkan kepada premisa-premisa tadi. Apabila semua itu sudah dapat disimpulkan, maka kesimpulan demikian itu dengan sendirinya masih perlu dibahas dan diselidiki lagi. Tetapi bagaimanapun juga ini sudah merupakan suatu data ilmiah selama penyelidikan tersebut belum memperlihatkan kekeliruan. Metoda ilmiah demikian ini ialah yang terbaik yang pernah dicapai umat manusia demi kemerdekaan berpikir. Metoda dan dasar-dasar dakwah demikian inilah pula yang menjadi pegangan Muhammad. 

Bagaimana pula mereka yang menjadi pengikutnya itu puas dan beriman sungguh-sungguh akan ajarannya? Segala kepercayaan lama terkikis habis dari jiwa mereka, dan sekarang mereka mulai memikirkan masa depan mereka. 

Waktu itu setiap kabilah Arab mempunyai berhala sendiri-sendiri. Mana pula gerangan berhala yang benar dan mana yang sesat? Di negeri-negeri Arab dan negeri-negeri sekitarnya ketika itu memang sudah ada penganut-penganut Sabian dan Majusi penyembah api, juga ada yang menyembah matahari. Mana diantara mereka itu yang benar dan mana pula yang sesat? 

Baiklah kita kesampingkan dulu semua ini, kita hapuskan jejaknya dari jiwa kita. Kita bebaskan dulu diri kita dari segala konsepsi dan kepercayaan lama. Baiklah kita renungkan. Merenungkan dan meninjau pada dasarnya sama. Yang pasti ialah bahwa seluruh alam ini satu sama lain saling berhubungan. Manusia, puak-puak dan bangsa-bangsa saling berhubungan. Manusia berhubungan juga dengan hewan dan dengan benda, bumi kita berhubungan dengan matahari, dengan bulan dan tata-surya lainnya. Dan semua itupun berhubungan pula dengan undang-undang yang sudah tali-temali, tak dapat ditukar-tukar atau diubah-ubah lagi. Matahari tidak seharusnya akan mengejar bulan, malampun takkan dapat mendahului siang. Andaikata di antara isi alam ini ada yang berubah atau berganti, niscaya akan berganti pulalah segala yang ada dalam alam ini. Andaikata matahari tidak lagi menyinari dan memanasi bumi, menurut undang-undang yang sudah berjalan sejak jutaan tahun yang lalu, niscaya bumi dan langit ini sudah akan berubah pula. Dan oleh karena yang demikian ini tidak terjadi, maka atas semua itu sudah tentu ada zat yang menguasainya. Dari situ ia tumbuh, dengan itu ia berkembang dan ke situ pula ia kembali. Hanya kepada Zat ini sajalah semata manusia menyerah. Demikian juga, segala yang ada dalam alam ini menyerah semata kepada Zat ini, persis seperti manusia. Baik manusia, alam, ruang dan waktu adalah suatu kesatuan. Maka Zat itulah inti dan sumbernya. Jadi, hanya kepada Zat itu sajalah semata ibadat dilakukan. Hanya kepada Zat itu sajalah jantung dan jiwa manusia dihadapkan. Ke dalam alam itu juga kita harus melihat dan merenungkan undang-undang alam yang kekal abadi itu. Jadi segala yang disembah manusia selain Allah berupa berhala-berhala, raja-raja, firaun-firaun, api dan matahari, hanyalah suatu ilusi batil saja, tidak sesuai dengan martabat dan kehormatan manusia, tidak sesuai dengan akal pikiran manusia serta dengan kemampuan yang ada dalam dirinya; yang dapat membuat kesimpulan atas undang-undang Tuhan terhadap ciptaanNya itu, dengan jalan merenungkannya. 

Inilah rasanya esensi ajaran Muhammad seperti yang diketahui kaum Muslimin yang mula-mula itu. Ajaran yang disampaikan wahyu kepada mereka melalui Muhammad itu adalah puncak dari bahasa sastra yang telah menjadi mujizat dan akan terus berlaku demikian. Terpadunya kebenaran dan cara melukiskannya dengan keindahan yang luar biasa itu kini tampak di hadapan mereka. Di sini jiwa dan kalbu mereka meningkat lebih tinggi, berhubungan dengan Zat Yang Maha Mulia. Lalu datang Muhammad menuntun mereka bahwa kebaikan itulah jalan yang akan sampai ke tujuan. Mereka akan mendapat balasan atas kebaikan itu bilamana mereka sudah menunaikan kewajiban dalam hidup dengan tekun. Setiap orang akan mendapat balasan sesuai dengan perbuatannya. 

"Barangsiapa berbuat kebaikan seberat atompun akan dilihatnya; dan barangsiapa berbuat kejahatan seberat atompun akan dilihatnya pula." (Qur'an 99: 7-8) 

Dalam menjunjung pikiran manusia ke tempat yang lebih tinggi kiranya tak ada yang lebih tinggi dari ini! Juga menghancurkan belenggu yang senantiasa mengikatnya itu! Terserah kepada manusia. Ia mau memahami ini, mau beriman dan mengerjakannya untuk mencapai puncak ketinggian martabat manusia itu! Demi mencapai tujuan, segala pengorbanan terasa ringan bagi orang yang sudah beriman itu. 

Karena posisi Muhammad dan pengikut-pengikutnya yang begitu agung, Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib tambah ketat menjaganya dari setiap gangguan. Pada suatu hari Abu Jahl bertemu dengan Muhammad, ia mengganggunya, memaki-makinya dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dialamatkan kepada agama ini. Tetapi Muhammad tidak melayaninya. Ditinggalkannya ia tanpa diajak bicara. Hamzah, pamannya dan saudaranya sesusu, yang masih berpegang pada kepercayaan Quraisy, adalah seorang laki-laki yang kuat dan ditakuti. Ia mempunyai kegemaran berburu. Bila ia kembali dan berburu, terlebih dulu mengelilingi Ka'bah sebelum langsung pulang ke rumahnya. 

Hari itulah, bilamana ia datang dan mengetahui bahwa kemenakannya itu mendapat gangguan Abu Jahl, ia meluap marah. Ia pergi ke Ka'bah, tidak lagi ia memberi salam kepada yang hadir di tempat itu seperti biasanya, melainkan terus masuk kedalam mesjid menemui Abu Jahl. Setelah dijumpainya, diangkatnya busurnya lalu dipukulkannya keras-keras di kepalanya. Beberapa orang dan Banu Makhzum mencoba mau membela Abu Jahl. Tapi tidak jadi. Kuatir mereka akan timbul bencana dan membahayakan sekali, dengan mengakui bahwa ia memang mencaci maki Muhammad dengan tidak semena-mena. 

Sesudah itulah kemudian Hamzah menyatakan masuk Islam. Ia berjanji kepada Muhammad akan membelanya dan akan berkurban di jalan Allah sampai akhir hayatnya. 

Pihak Quraisy merasa sesak dada melihat Muhammad dan kawan-kawannya makin hari makin kuat. Di samping itu, gangguan dan siksaan yang dialamatkan kepada mereka, tidak dapat mengurangi iman mereka dan menyatakannya terus-terang, tidak dapat menghalangi mereka melakukan kewajiban agama. Terpikir oleh Quraisy akan membebaskan diri dari Muhammad, dengan cara seperti yang mereka bayangkan, memberikan segala keinginannya. Mereka rupanya lupa bahwa keagungan dakwah Islam, kemurnian esensi ajaran rohaninya yang begitu tinggi, berada di atas segala pertentangan ambisi politik. 'Utba b. Rabi'a, seorang bangsawan Arab terkemuka, mencoba membujuk Quraisy ketika mereka dalam tempat pertemuan dengan mengatakan bahwa ia akan bicara dengan Muhammad dan akan menawarkan kepadanya hal-hal yang barangkali mau menerimanya. Mereka mau memberikan apa saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam. 

Ketika itulah 'Utba bicara dengan Muhammad. 
"Anakku," katanya, "seperti kau ketahui, dari segi keturunan, engkau mempunyai tempat di kalangan kami. Engkau telah membawa soal besar ke tengah-tengah masyarakatmu, sehingga mereka cerai-berai karenanya. Sekarang, dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa masalah, kalau-kalau sebagian dapat kauterima Kalau dalam hal ini yang kauinginkan adalah harta, kamipun siap mengumpulkan harta kami, sehingga hartamu akan menjadi yang terbanyak di antara kami. Kalau kau menghendaki pangkat, kami angkat engkau di atas kami semua; kami takkan memutuskan suatu perkara tanpa ada persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang kauinginkan, kami nobatkan kau sebagai raja kami. Jika engkau dihinggapi penyakit saraf4 yang tak dapat kautolak sendiri, akan kami usahakan pengobatannya dengan harta-benda kami sampai kau sembuh." 

Selesai ia bicara, Muhammad membacakan Surah as-Sajda (32 = Ha Mim). 'Utba diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah itu. Dilihatnya sekarang yang berdiri di hadapannya itu bukanlah seorang laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan, juga bukan orang yang sakit, melainkan orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara yang baik, dengan kata-kata penuh mujizat. 

Selesai Muhammad membacakan itu 'Utba pergi kembali kepada Quraisy. Apa yang dilihat dan didengarnya itu sangat mempesonakan dirinya. Ia terpesona karena kebesaran orang itu. Penjelasannya sangat menarik sekali. 

Persoalannya 'Utba ini tidak menyenangkan pihak Quraisy, juga pendapatnya supaya Muhammad dibiarkan saja, tidak menggembirakan mereka, sebaliknya kalau mengikutinya, maka kebanggaannya buat mereka. 

Maka kembali lagilah mereka memusuhi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dengan menimpakan bermacam-macam bencana, yang selama ini dalam kedudukannya itu ia berada dalam perlindungan golongannya dan dalam penjagaan Abu Talib, Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. 



Kaum Muslimin Hijrah ke Abisinia

Gangguan terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya. Waktu itu Muhammad menyarankan supaya mereka terpencar-pencar. Ketika mereka bertanya kepadanya kemana mereka akan pergi, mereka diberi nasehat supaya pergi ke Abisinia yang rakyatnya menganut agama Kristen. "Tempat itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiaya disitu. Itu bumi jujur; sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua." 

Sebagian kaum Muslimin ketika itu lalu berangkat ke Abisinia guna menghindari fitnah dan tetap berlindung kepada Tuhan dengan mempertahankan agama. Mereka berangkat dengan melakukan dua kali hijrah. Yang pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Mekah mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Najasyi5. 

Bilamana kemudian tersiar berita bahwa kaum Muslimin di Mekah sudah selamat dari gangguan Quraisy, merekapun lalu kembali pulang, seperti yang akan diceritakan nanti. Tetapi setelah ternyata kemudian mereka mengalami kekerasan lagi dari Quraisy melebihi yang sudah-sudah, kembali lagi mereka ke Abisinia. Sekali ini terdiri dari delapan puluh orang pria tanpa kaum isteri dan anak-anak. Mereka tinggal di Abisinia sampai sesudah hijrah Nabi ke Yathrib. 
Hijrah ke Abisinia ini adalah hijrah pertama dalam Islam6. 

Sudah pada tempatnya bagi setiap penulis sejarah Muhammad akan bertanya: Adakah tujuan hijrah yang dilakukan kaum Muslimin atas saran dan anjurannya itu karena akan melarikan diri dari orang-orang kafir Mekah beserta gangguan yang mereka lakukan, ataukah karena suatu tujuan politik Islam, yang di balik itu dimaksudkan oleh Muhammad dengan tujuan yang lebih luhur? Sudah pada tempatnya pula apabila penulis sejarah Muhammad itu akan bertanya tentang hal ini, setelah terbukti dari sejarah Nabi berbangsa Arab ini dalam seluruh fase kehidupannya, bahwa dia seorang politikus yang berpandangan jauh, seorang pembawa risalah dan moral jiwa yang begitu luhur, sublim dan agung yang tak ada taranya. Dan yang menjadi alasan dalam hal ini ialah apa yang disebutkan dalam sejarah, bahwa penduduk Mekah tidak suka hati ada kaum Muslimin yang pergi ke Abisinia. Bahkan mereka kemudian mengutus dua orang menemui Najasyi. Mereka membawa hadiah-hadiah berharga guna meyakinkan raja supaya dapat mengembalikan kaum Muslimin itu ke tanah air mereka. Pada waktu itu penduduk Abisinia dan penguasanya adalah orang-orang Nasrani. Dari segi agama orang-orang Quraisy tidak kuatir bahwa mereka akan ikut Muhammad. 

Disebabkan oleh rasa kegelisahan terhadap peristiwa itukah maka mereka lalu mengutus orang, meminta supaya kaum Muslimin itu dikembalikan? Mereka menganggap, bahwa perlindungan Najasyi terhadap mereka setelah mendengar keterangan mereka itu akan membawa pengaruh juga kepada penduduk jazirah Arab sehingga mereka akan mau menerima agama Muhammad dan mau menjadi pengikutnya. Ataukah mereka kuatir, kalau kaum Muslimin menetap di Abisinia, mereka akan bertambah kuat, sehingga bila kelak mereka pulang kembali membantu Muhammad, mereka kembali dengan kekuatan, harta dan tenaga? 

Kedua orang utusan itu ialah 'Amr bin'l-'Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'a. Kepada Najasyi dan kepada para pembesar istana mereka mempersembahkan hadiah-hadiah dengan maksud supaya mereka sudi mengembalikan orang-orang yang hijrah dari Mekah itu kepada mereka. 

"Paduka Raja," kata mereka, "mereka datang ke negeri paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama paduka; mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka. Kami diutus kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orang-orang tua, paman mereka dan keluarga mereka sendiri, supaya paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada mereka. Mereka lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki." 

Sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar istana kerajaan, setelah mereka menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekah, bahwa mereka akan membantu usaha mengembalikan kaum Muslimin itu kepada pihak Quraisy. Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui raja. Tetapi baginda menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak Muslimin. Lalu dimintanya mereka itu datang menghadap. 

"Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku, atau agama lain?" tanya Najasyi setelah mereka datang. 

Yang diajak bicara ketika itu ialah Ja'far b. Abi Talib. 

"Paduka Raja," katanya, "ketika itu kami masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkaipun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan tetanggapun kami tidak baik; yang kuat menindas yang lemah. Demikian keadaan kami, sampai Tuhan mengutus seorang rasul dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya, dia jujur, dapat dipercaya dan bersih pula. Ia mengajak kami menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama itu kami dan nenek-moyang kami menyembahnya. Ia menganjurkan kami untuk tidak berdusta untuk berlaku jujur serta mengadakan hubungan keluarga dan tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan darah dan perbuatan terlarang lainnya. Ia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak piatu atau mencemarkan wanita-wanita yang bersih. Ia minta kami menyembah Allah dan tidak mempersekutukanNya. Selanjutnya disuruhnya kami melakukan salat, zakat dan puasa. (Lalu disebutnya beberapa ketentuan Islam). Kami pun membenarkannya. Kami turut segala yang diperintahkan Allah. Lalu yang kami sembah hanya Allah Yang Tunggal, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa dan siapa pun juga. Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Karena itulah, masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami dan menghasut supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala; supaya kami membenarkan segala keburukan yang pernah kami lakukan dulu. Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami, mereka menghalang-halangi kami dari agama kami, maka kamipun keluar pergi ke negeri tuan ini. Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat tuan, dengan harapan di sini takkan ada penganiayaan." 

"Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat tuan-tuan bacakan kepada kami?" tanya Raja itu lagi. 

"Ya," jawab Ja'far; lalu ia membacakan Surah Mariam dari pertama sampai pada firman Allah: 

"Lalu ia memberi isyarat menunjuk kepadanya. Kata mereka: Bagaimana kami akan bicara dengan anak yang masih muda belia? Dia (Isa) berkata: 'Aku adalah hamba Allah, diberiNya aku Kitab dan dijadikanNya aku seorang nabi. DijadikanNya aku pembawa berkah dimana saja aku berada, dan dipesankanNya kepadaku melakukan sembahyang dan zakat selama hidupku. Dan berbaktilah aku kepada ibuku, bukan dijadikanNya aku orang congkak yang celaka. Bahagialah aku tatkala aku dilahirkan, tatkala aku mati dan tatkala aku hidup kembali!'" (Qur'an 19: 29-33) 

Setelah mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam Injil, pemuka-pemuka istana itu terkejut: "Kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata Yesus Kristus'" kata mereka. 

Najasyi lalu berkata: "Kata-kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama. Tuan-tuan (kepada kedua orang utusan Quraisy) pergilah. Kami takkan menyerahkan mereka kepada tuan-tuan!" 

Keesokan harinya 'Amr bin'l-'Ash kembali menghadap Raja dengan mengatakan, bahwa kaum Muslimin mengeluarkan tuduhan yang luar biasa terhadap Isa anak Mariam. "Panggillah mereka dan tanyakan apa yang mereka katakan itu." 

Setelah mereka datang, Ja'far berkata: "Tentang dia pendapat kami seperti yang dikatakan Nabi kami: 'Dia adalah hamba Allah dan UtusanNya, RuhNya dan FirmanNya yang disampaikan kepada Perawan Mariam.'" 

Najasyi lalu mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya di tanah. Dan dengan gembira sekali baginda berkata: 

"Antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini." 

Setelah dari kedua belah pihak itu didengarnya, ternyatalah oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui Isa, mengenal adanya Kristen dan menyembah Allah. 

Selama di Abisinia itu kaum Muslimin merasa aman dan tenteram. Ketika kemudian disampaikan kepada mereka, bahwa permusuhan pihak Quraisy sudah berangsur reda, mereka lalu kembali ke Mekah untuk pertama kalinya - dan Muhammadpun masih di Mekah. 

Akan tetapi, setelah kemudian ternyata, bahwa penduduk Mekah masih juga mengganggunya dan mengganggu sahabat-sahabatnya, merekapun kembali lagi ke Abisinia. Mereka terdiri dari delapan puluh orang tanpa wanita dan anak-anak. Adakah kedua kali hijrah mereka itu hanya semata-mata melarikan diri dari gangguan ataukah meskipun dalam perencanaan Muhammad sendiri - mereka mempunyai tujuan politik? Sebaiknya ahli sejarah akan dapat mengungkapkan hal ini. 

Sudah pada tempatnya bagi penulis sejarah hidup Muhammad akan bertanya: bagaimana Muhammad dapat tenang membiarkan sahabat-sahabatnya pergi ke Abisinia, padahal agama penduduk itu adalah agama Nasrani, agama ahli kitab, Nabi mereka Isa yang diakui kerasulannya oleh Islam? Lalu ia tidak kuatir mereka akan tergoda seperti yang dilakukan oleh Quraisy walaupun dengan cara lain? Bagaimana pula ia akan merasa tenang terhadap godaan itu, mengingat Abisinia adalah negeri makmur; yang tidak sama dengan Mekah; dan lebih dapat mempengaruhi daripada Quraisy? Kenyataannya, dari kalangan Muslimin yang pergi ke Abisinia itu sudah ada seorang yang masuk Kristen. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa kekuatiran akan adanya godaan ini seharusnya selalu ada pada Muhammad mengingat keadaannya yang masih lemah dan mereka yang menjadi pengikutnya masih menyangsikan kemampuannya melindungi diri mereka sendiri atau akan dapat mengalahkan musuh mereka. Besar sekali dugaan bahwa hal demikian memang sudah terlintas dalam pikiran Muhammad, melihat tingkat kecerdasannya yang begitu tinggi dengan ketajaman pikiran dan pandangannya yang jauh, yang semuanya itu seimbang dengan jiwa besarnya, dengan kemurnian rohaninya, budi pekerti yang luhur serta perasaannya yang halus sekali itu. 

Tetapi sungguhpun begitu, dari segi ini ia yakin dan tenang sekali. Pada waktu itu - dan sampai pada waktu pembawa risalah itu wafat - inti ajaran Islam masih bersih sekali, kemurniannya masih belum ternodakan. Seperti ajaran Nasrani di Najran, Hira dan Syam, begitu juga paham Nasrani di Abisinia sudah dijangkiti oleh noda, perselisihan antara mereka yang menuhankan Ibu Mariam dengan mereka yang menuhankan Isa. Di samping ada lagi yang berlainan dengan kedua golongan itu, mereka yang masih mengambil dari sumber ajaran yang murni, yang tidak perlu dikuatirkan. 

Sebenarnya, kebanyakan agama-agama itu sesudah beberapa generasi saja berjalan, sudah dijangkiti oleh semacam paganisma, meskipun bukan dari jenis rendahan, yang waktu itu berkembang di negeri-negeri Arab; tetapi bagaimanapun paganisma juga. 

Kedatangan Islam merupakan musuh berat buat paganisma dalam segala bentuk dan coraknya. Ditambah lagi, bahwa agama Nasrani waktu itu sudah mengakui adanya suatu golongan klas khusus di kalangan pemuka-pemuka agama - yang oleh Islam samasekali tidak dikenal - yang pada waktu itu merupakan golongan tertinggi dan paling suci. Juga pada waktu itu - dan dasar ini tetap berlaku - Islam merupakan agama yang menjunjung jiwa manusia ke puncak tertinggi. Tak ada peluang yang akan dapat menghubungkan manusia dengan Tuhannya selain daripada baktinya dan perbuatan yang baik, dan orang harus mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya. Tidak ada berhala-berhala, tidak ada pendeta-pendeta, tidak ada dukun-dukun dan tidak ada apapun yang akan merintangi jiwa manusia itu untuk berhubungan dengan seluruh wujud ini dengan perbuatan dan kelakuan yang baik. Allah juga yang akan membalas segala perbuatan itu dengan berlipat ganda. 

Dan ruh! Soal ruh adalah urusan Tuhan. Ruh yang berhubungan dengan kekekalan dan keabadian zaman. Segala perbuatan baik bagi ruh ini tak ada tabir yang akan menutupinya dari Tuhan, dan tak ada kekuasaan apapun selain Allah. Orang-orang yang kaya, yang kuat atau yang jahat dapat saja menyiksa jasad ini, dapat saja memisahkannya dari segala kesenangan dan hawa nafsu dan dapat saja menghancurkan semua itu, tetapi ruh atau jiwa itu takkan dapat mereka kuasai selama yang bersangkutan mau menempatkannya lebih tinggi di atas segala kekuasaan materi dan waktu, dan tetap berhubungan dengan seluruh alam ini. 

Manusia itu akan mendapat balasan atas segala perbuatannya bilamana kelak setiap jiwa menerima balasan menurut apa yang telah dikerjakannya. Ketika itu seorang ayah takkan dapat menolong anaknya, dan seorang anak takkan pula dapat menolong ayahnya sedikitpun. Ketika itu harta si kaya. sudah tak berguna lagi, tidak juga si kuat dengan kekuatannya, atau ahli-ahli teologi itu dengan ilmu ketuhanannya. Tetapi yang penting hanyalah perbuatan mereka, yang nanti akan menjadi saksi. Ketika itulah seluruh alam wujud berpadu semua dalam kekekalan dan keabadiannya. Tuhan tidak akan memperlakukan tidak adil terhadap siapapun. "Dan balasan yang kamu terima hanya menurut apa yang kamu perbuat." 

Bagaimana Muhammad akan merasa kuatir akan adanya godaan terhadap mereka yang sudah diajarkan semua arti ini, sudah ditanamkan ke dalam jiwa mereka dan sudah pula akidah dan iman itu terpateri dalam lubuk hati mereka! Bagaimana pula ia akan merasa kuatir akan adanya godaan, sedang teladan yang diberikannya itu hidup dihadapan mereka, dengan pribadinya yang begitu dicintai, sehingga kecintaan mereka kepadanya melebihi cintanya kepada diri sendiri kepada anak keluarganya! Pribadi, yang telah menempatkan akidah itu di atas semua raja di muka bumi ini, di langit, dengan matahari dan bulan, tatkala ia mengatakan kepada pamannya: "Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu di tanganku, atau aku binasa karenanya." 

Pribadi inilah, pribadi yang telah disinari cahaya iman kebijaksanaan dan keadilan, kebaikan, kebenaran serta keindahan; di samping itu adalah pribadi yang penuh rasa rendah hati, rasa kesetiaan serta keakraban dan kasih-sayang. 

Karena itulah, sedikitpun tidak goyah hatinya melepaskan sahabat-sahabatnya berangkat hijrah ke Abisinia. Keadaan mereka yang sudah merasa aman di dekat Najasyi, merasa tenang dengan agama mereka di tengah-tengah masyarakat yang tidak punya hubungan famili atau pertalian batin itu, membuat pihak Quraisy lebih menyadari, bahwa gangguan mereka terhadap kaum Muslimin - sebagai masyarakat dari sesama mereka, dari keluarga mereka dan seketurunan pula - adalah suatu penganiayaan, suatu perbuatan kekerasan dan demoralisasi yang tak berkesudahan. Itu semua adalah suatu tekanan dengan pelbagai macam siksaan kepada mereka yang sudah begitu kuat jiwanya untuk menerima siksaan demikian itu. Tetapi mereka sekarang sudah tidak lagi mendapat sesuatu gangguan. Mereka sudah menganggap, bahwa ketabahan menghadapi segala penderitaan itu adalah suatu pendekatan kepada Tuhan, dan suatu ampunan. 

Islamnya Umar
Waktu itu 'Umar ibn'l-Khattab adalah pemuda yang gagah perkasa, berusia antara tiga puluh dan tiga puluh lima tahun. Tubuhnya kuat dan tegap, penuh emosi dan cepat naik darah. Kesenangannya foya-foya dan minum-minuman keras. Tetapi terhadap keluarga ia bijaksana dan lemah-lembut. Dari kalangan Quraisy dialah yang paling keras memusuhi kaum Muslimin. 

Akan tetapi sesudah ia mengetahui, bahwa mereka sudah hijrah ke Abisinia dan mengetahui pula rajanya memberikan perlindungan kepada mereka, iapun merasa kesepian berpisah dengan mereka itu. Ia merasakan betapa pedihnya hati, betapa pilunya perasaan mereka berpisah dengan tanah air. 

Tatkala itu Muhammad sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatnya yang tidak ikut hijrah, dalam sebuah rumah di Shafa. Di antara mereka ada Hamzah pamannya, Ali bin Abi Talib sepupunya, Abu Bakr b. Abi Quhafa dan Muslimin yang lain. Pertemuan mereka ini diketahui 'Umar. Iapun pergi ketempat mereka, ia mau membunuh Muhammad. Dengan demikian bebaslah Quraisy dan kembali mereka bersatu, setelah mengalami perpecahan, sesudah harapan dan berhala-berhala mereka hina. 

Di tengah jalan ia bertemu dengan Nu'aim b. Abdullah. Setelah mengetahui maksudnya, Nuiaim berkata: 

"Umar, engkau menipu diri sendiri. Kaukira keluarga 'Abd Manaf. akan membiarkan kau merajalela begini sesudah engkau membunuh Muhammad? Tidak lebih baik kau pulang saja ke rumah dan perbaiki keluargamu sendiri?!" 

Pada waktu itu Fatimah, saudaranya, beserta Sa'id b. Zaid suami Fatimah sudah masuk Islam. Tetapi setelah mengetahui hal ini dari Nu'aim, Umar cepat-cepat pulang dan langsung menemui mereka. Di tempat itu ia mendengar ada orang membaca Qur'an. Setelah mereka merasa ada orang yang sedang mendekati, orang yang membaca itu sembunyi dan Fatimah menyembunyikan kitabnya. 

"Aku mendengar suara bisik-bisik apa itu?!" tanya Umar. 

Karena mereka tidak mengakui, Umar membentak lagi dengan suara lantang: "Aku sudah mengetahui, kamu menjadi pengikut Muhammad dan menganut agamanya!" katanya sambil menghantam Sa'id keras-keras. Fatimah, yang berusaha hendak melindungi suaminya, juga mendapat pukulan keras. Kedua suami isteri itu jadi panas hati. 

"Ya, kami sudah Islam! Sekarang lakukan apa saja," kata mereka. 

Tetapi Umar jadi gelisah sendiri setelah melihat darah di muka saudaranya itu. Ketika itu juga lalu timbul rasa iba dalam hatinya. Ia menyesal. Dimintanya kepada saudaranya supaya kitab yang mereka baca itu diberikan kepadanya. Setelah dibacanya, wajahnya tiba-tiba berubah. Ia merasa menyesal sekali atas perbuatannya itu. Menggetar rasanya ia setelah membaca isi kitab itu. Ada sesuatu yang luarbiasa dan agung dirasakan, ada suatu seruan yang begitu luhur. Sikapnya jadi lebih bijaksana. 

Ia keluar membawa hati yang sudah lembut dengan jiwa yang tenang sekali. Ia langsung menuju ke tempat Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu sedang berkumpul di Shafa. Ia minta ijin akan masuk, lalu menyatakan dirinya masuk Islam. Dengan adanya Umar dan Hamzah dalam Islam, maka kaum Muslimin telah mendapat benteng dan perisai yang lebih kuat. 

Dengan Islamnya Umar ini kedudukan Quraisy jadi lemah sekali. Sekali lagi mereka mengadakan pertemuan guna menentukan langkah lebih lanjut. Sebenarnya peristiwa ini telah memperkuat kedudukan kaum Muslimin, telah memberikan unsur baru berupa kekuatan yang luarbiasa yang menyebabkan kedudukan Quraisy terhadap kaum Muslimin dan kedudukan mereka terhadap Quraisy sudah tidak seperti dulu lagi. Keadaan kedua belah pihak ini kemudian diteruskan oleh suatu perkembangan politik baru, penuh dengan peristiwa-peristiwa, dengan pengorbanan-pengorbanan dan kekerasan-kekerasan baru lagi, yang sampai menyebabkan terjadinya hijrah dan munculnya Muhammad sebagai politikus di samping Muhammad sebagai Rasul. 

Catatan kaki: 
[1] Pada umumnya kata 'namus besar' (an-namus'l-akbar) oleh beberapa penulis yang datang kemudian diberi anotasi, bahwa kata namus berarti 'Jibril.' Mungkin ini didasarkan kepada (N) dan (LA) yang juga mengartikan demikian. Mengenai kata-kata ini Dr. Haekal tidak memberikan catatan. Demikian juga Ibn Ishaq dan ibn Hisyam. Salah seorang Orientalis - Montgomery Watt misalnya - memberikan catatan bahwa kata namus biasanya diambil dan bahasa Yunani nomos, dan ini berarti undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan, (Muhammad at Mecca, p. 51). Sebaliknya pemakaian kata namus bukan istilah Qur'an, sebab Qur'an menggunakan kata Taurat apabila yang dimaksud dengan namus itu undang-undang Nabi Musa (A). 

[2] Ash-Shafa ialah sebuah bukit dekat Mekah (A). 
[3] Semacam gedung pertemuan (A). 
[4] Menurut kepercayaan mereka penyakit yang disebabkan oleh gangguan jin, aslinya ra'i (A). 
[5] Dalam literatur Barat umumnya disebut Negus (A)
[6] Peristiwa ini terjadi dalam tahun 615 Masehi (tahun kelima sesudah kerasulan) (A).