Monday, December 31, 2012

Alam semesta adalah guru yang bijak


Tatkala seorang guru sufi besar Hasan, mendekati akhir masa hidupnya, seseorang bertanya kepadanya, “Hasan, siapakah gurumu?”

Dia menjawab, “Aku memiliki ribuan guru. Menyebut nama mereka satu-persatu akan memakan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun dan sudah tidak ada waktu lagi untuk menjelaskannya. Tetapi ada tiga orang guru yang akan aku ceritakan kepadamu.

Pertama adalah seorang pencuri. Suatu saat aku tersesat di gurun pasir, dan ketika aku tiba di suatu desa, karena larut malam maka semua tempat telah tutup. Tetapi akhirnya aku menemukan seorang pemuda yang sedang melubangi dinding pada sebuah rumah. Aku bertanya kepadanya dimana aku bisa menginap dan dia berkata “Adalah sulit untuk mencarinya pada larut malam seperti ini, tetapi engkau bisa menginap bersamaku, jika engkau bisa menginap bersama seorang pencuri.”

Sungguh menakjubkan pemuda ini. Aku menetap bersamanya selama satu bulan! Dan setiap malam ia akan berkata kepadaku, “Sekarang aku akan pergi bekerja. Engkau beristirahatlah dan berdoa.” Ketika dia telah kembali aku bertanya “apakah engkau mendapatkan sesuatu?” dia menjawab, “Tidak malam ini. Tetapi besok aku akan mencobanya kembali, jika Tuhan berkehendak.” Dia tidak pernah patah semangat, dia selalu bahagia.

Ketika aku berkhalwat (mengasingkan diri) selama bertahun-tahun dan di akhir waktu tidak terjadi apapun, begitu banyak masa dimana aku begitu putus asa, begitu patah semangat, hingga akhirnya aku berniat untuk menghentikan semua omong kosong ini. Dan tiba-tiba aku teringat akan si pencuri yang selalu berkata pada malam hari. “Jika Tuhan berkehendak, besok akan terjadi.”

Guruku yang kedua adalah seekor anjing. Tatkala aku pergi ke sungai karena haus, seekor anjing mendekatiku dan ia juga kehausan. Pada saat ia melihat ke airnya dan ia melihat ada ajing lainnya disana “bayangannya sendiri”, dan ia pun ketakutan. Anjing itu kemudian menggonggong dan berlari menjauh. Tetapi karena begitu haus ia kembali lagi. Akhirnya, terlepas dari rasa takutnya, ia langsung melompat ke airnya, dan hilanglah bayangannya. Dan pada saat itulah aku menyadari sebuah pesan datang dari Tuhan: ketakutanmu hanyalah bayangan, ceburkan dirimu ke dalamnya dan bayangan rasa takutmu akan hilang.
Guruku yang ketiga adalah seorang anak kecil. Tatkala aku memasuki sebuah kota dan aku melihat seorang anak kecil membawa sebatang liling yang menyala. Dia sedang menuju mesjid untuk meletakkan lilinnya disana.

“Sekedar bercanda”, kataku kepadanya, “Apakah engkau sendiri yang menyalakan lilinnya?” Dia menjawab, “Ya tuan.” Kemudian aku bertanya kembali, “Ada suatu waktu dimana lilinnya belum menyala, lalu ada suatu waktu dimana lilinnya menyala. Bisakah engkau tunjukkan kepadaku darimana datangnya sumber cahaya pada lilinnya?

Anak kecil itu tertawa, lalu menghembuskan lilinnya, dan berkata, “Sekarang tuan telah melihat cahayanya pergi. Kemana ia perginya? Jelaskan kepadaku!”

Egoku remuk, seluruh pengetahuanku remuk. Pada saat itu aku menyadari kebodohanku sendiri. Sejak saat itu aku letakkan seluruh ilmu pengetahuanku.

Adalah benar bahwa aku tidak memiliki guru. Tetapi bukan berarti bahwa aku bukanlah seorang murid, aku menerima semua kehidupan sebagai guruku. Pembelajaranku sebagai seorang murid jauh lebih besar dibandingkan dengan dirimu. Aku mempercayai awan-awan, pohon-pohon. Seperti itulah aku belajar dari kehidupan. Aku tidak memiliki seorang guru karena aku memiliki jutaan guru yang aku pelajari dari berbagai sumber. Menjadi seorang murid adalah sebuah keharusan di jalan sufi. Apa maksud dari menjadi seorang murid? Maksud dari menjadi seorang murid adalah untuk belajar. Bersedia belajar atas apa yang diajarkan oleh kehidupan. Melalui seorang guru engkau akan memulai pembelajaranmu.

Sang guru adalah sebuah kolam dimana engkau bisa belajar bagaimana untuk berenang. Dan tatkala engkau telah mahir berenang, seluruh Samudera adalah milikmu.

Hari esok yang lebih baik


Tersebutlah seorang penganut tasawuf bernama Nidzam al-Mahmudi. Ia tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan. Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia dapat menghidupi ratusan keluarga yg bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-Mahmudi merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.

 
Salah seorang anaknya pernah bertanya, `Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?""Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil," jawab sang sufi yang tidak terkenal itu. "Pertama, karena betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyata hanya tempat untuk duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia Cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakatnya. Dan ia terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah."

Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, "Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih selesa. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih terasa dan menyiksa?"

Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri.

Kemudia anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, "Anakku, jika aku membangun sebuah istana anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat tinggal, berapa banyak tunawisma/gelandangan bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat? Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk segenap mahkluknya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja."

Sebutir kurma penjegal Do’a


Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah kemesjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua didekat mesjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihatsebutir kurma terletak dekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa.


4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya. "Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT," kata malaikat yang satu. "Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram," jawab malaikat yang satu lagi. Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya."Astaghfirullahal adzhim" ibrahim beristighfar. Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.

Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda."4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?" tanya ibrahim. "Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma" jawab anak muda itu. "Innalillahi wa innailaihi roji'un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?". Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat. "Nah, begitulah" kata ibrahim setelah bercerita, "Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?". "Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya." "Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu."


Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui. Biar berjauhan,akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim. 4 bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap."Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain." "O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas." "Oleh sebab itu berhati-hatilah dgn makanan yg masuk ke tubuh kita, sudah halal-kah? lebih baik tinggalkan bila ragu-ragu...

Pelajaran dari Abu Yazid Al-Busthami tentang Ujub dan Takabur.


Sahabatku rahimakumullah..
Dalam kehidupan kita, seringkali kita juga lebih mudah untuk mendapatkan pelajaran dari cerita-cerita sederhana ketimbang uraian-uraian panjang yang ilmiah. Berikut ini sebuah cerita dari Guru Sufi terkenal, Bayazid Al-Busthami, yang insya Allah, dapat kita ambil pelajaran daripadanya;

Di samping seorang sufi, Bayazid juga adalah pengajar tasawuf. Di antara jamaahnya, ada seorang santri yang juga memiliki murid yang banyak. Santri itu juga menjadi Kyai bagi jamaahnya sendiri. Karena telah memiliki murid, santri ini selalu memakai pakaian yang menunjukkan kesalehannya, seperti baju putih, serban, dan wewangian tertentu.

Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Bayazid, "Tuan Guru, saya sudah beribadat tiga puluh tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani yang Tuan Guru ceritakan. Saya tidak pernah saksikan apa-pun yang Tuan pernah gambarkan."

Bayazid menjawab, "Sekiranya kamu beribadat selama tiga ratus tahun pun, kamu tidak akan mencapai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu."

Murid itu heran, "Mengapa, ya Tuan Guru?"

"Karena kamu tertutup oleh dirimu," jawab Bayazid.

"Bisakah kamu obati aku agar hijab itu tersingkap?" pinta sang murid.

"Bisa," ucap Bayazid, "tapi kamu tidak mungkin akan melakukannya."

"Tentu saja akan aku lakukan," sanggah murid itu.

"Baiklah kalau begitu," kata Bayazid, "sekarang tanggalkan pakaianmu. Sebagai gantinya, pakailah baju yang lusuh, sobek, dan compang-camping. Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang. Pergilah kamu ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana. Katakan pada mereka, "Hai anak-anak, barangsiapa di antara kalian yang mau menampar aku satu kali, aku beri satu kantung kacang." Lalu datangilah tempat di mana jamaah kamu sering mengagumimu. Katakan juga pada mereka, "Siapa yang mau menampar mukaku, aku beri satu kantung kacang!""

"Subhanallah, masya Allah, Lailahailallah," kata murid itu terkejut.

Bayazid berkata, "Jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan oleh orang kafir, ia berubah menjadi mukmin. Tapi kalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kamu berubah dari mukmin menjadi kafir."

Murid itu keheranan, "Mengapa bisa begitu?"

Bayazid menjawab, "Karena kelihatannya kamu sedang memuji Allah, padahal sebenarnya kamu sedang memuji dirimu. Ketika kamu katakan: Tuhan mahasuci, seakan-akan kamu mensucikan Tuhan padahal kamu menonjolkan kesucian dirimu."

"Kalau begitu," murid itu kembali meminta, "berilah saya nasihat lain."

Bayazid menjawab, "Bukankah aku sudah bilang, kamu takkan mampu melakukannya!"

Sahabatku rahimakumullah.
Kisah sufi ini mengandung pelajaran yang amat berharga. Bayazid mengajarkan bahwa orang yang sering beribadat mudah terkena penyakit ujub dan takabur.

"Hati-hatilah kalian dengan ujub," pesan Iblis. Dahulu, Iblis beribadat ribuan tahun kepada Allah. Tetapi karena takaburnya terhadap Adam, Tuhan menjatuhkan Iblis ke derajat yang serendah-rendahnya.

Takabur dapat terjadi karena amal atau kedudukan kita. Kita sering merasa menjadi orang yang penting dan mulia. Bayazid menyuruh kita menjadi orang hina agar ego dan keinginan kita untuk menonjol dan dihormati segera hancur, yang tersisa adalah perasaan tawadhu dan kerendah-hatian. Hanya dengan itu kita bisa mencapai hadirat Allah swt.

Orang-orang yang suka mengaji juga dapat jatuh kepada ujub. Mereka merasa telah memiliki ilmu yang banyak. Suatu hari, seseorang datang kepada Nabi saw, "Ya Rasulallah, aku rasa aku telah banyak mengetahui syariat Islam. Apakah ada hal lain yang dapat kupegang teguh?" Nabi menjawab, :"Katakanlah: Tuhanku Allah, kemudian ber-istiqamah-lah kamu."

Ujub seringkali terjadi di kalangan orang yang banyak beribadat. Orang sering merasa ibadat yang ia lakukan sudah lebih dari cukup sehingga ia menuntut Tuhan agar membayar pahala amal yang ia lakukan. Ia menganggap ibadat sebagai investasi.

Orang yang gemar beribadat cenderung jatuh pada perasaan tinggi diri. Ibadat dijadikan cara untuk meningkatkan statusnya di tengah masyarakat. Orang itu akan amat tersinggung bila tidak diberikan tempat yang memadai statusnya. Sebagai seorang ahli ibadat, ia ingin disambut dalam setiap majelis dan diberi tempat duduk yang paling utama.

Dari kisah ini pun kita dapat mengambil hikmah bahwa Ujub dan Takabur menjadi penghalang naiknya manusia ke tingkat yang lebih tinggi.

Penawarnya hanya satu, belajarlah menghinakan diri kita serendah mungkin. Seperti yang dinasehatkan Bayazid Al-Busthami kepada murid/santrinya.

Sumber : Kuliah tasawuf  Kang Jalal dengan sedikit tambahan

Kepala Ikan untuk Sang Nelayan



Seorang nelayan salih di Tunisia tinggal di sebuah gubuk yang sederhana dari tanah liat. Setiap hari ia melayarkan perahunya untuk menangkap ikan. Setiap hari, ia terbiasa menyerahkan seluruh hasil tangkapannya pada orang-orang miskin dan hanya menyisakan sepotong kepala ikan untuk ia rebus sebagai makan malamnya.

Nelayan itu lalu berguru kepada syaikh besar sufi, Ibn Arabi. Seiring dengan berlalunya waktu, ia pun menjadi seorang syaikh seperti gurunya.

Suatu saat, salah seorang murid sang nelayan akan mengadakan perjalanan ke Spanyol. Nelayan itu memintanya untuk mengunjungi Syaikhul Akbar, Ibn Arabi. Nelayan itu berpesan agar dimintakan nasihat bagi dirinya. Ia merasakan kebuntuan dalam jiwanya.
Pergilah murid itu ke kota kediaman Ibn Arabi. Kepada penduduk setempat, ia menanyakan tempat tinggal sang syaikh. Orang-orang menunjukkan kepadanya sebuah puri indah bagai istana yang berdiri di puncak suatu bukit. "Itulah rumah Syaikh," ujar mereka.

Murid itu amat terkejut. Ia berfikir betapa amat duniawinya Ibn Arabi dibandingkan dengan gurunya sendiri, yang tak lebih dari seorang nelayan sederhana.

Dengan penuh keraguan, ia pun pergi mengunjungi rumah mewah yang ditunjukkan. Sepanjang perjalanan ia melewati ladang-ladang yang subur, jalanan yang bersih, dan kumpulan sapi, domba, dan kambing. Setiap kali ia bertanya kepada orang yang dijumpainya, selalu ia memperoleh jawaban bahwa pemilik dari semua ladang, lahan, dan ternak itu tak lain ialah Ibn Arabi. Tak henti-hentinya ia bertanya kepada diri sendiri, bagaimana mungkin seorang materialistik seperti itu boleh menjadi seorang guru sufi.

Ketika tiba ia di puri tersebut, apa yang paling ditakutinya terbukti. Kekayaan dan kemewahan yang disaksikannya di rumah sang syaikh tak pernah ia bayangkan, bahkan dalam mimpinya.
Dinding rumah itu terbuat dari marmer, seluruh permukaan lantainya ditutupi oleh karpet-karpet mahal. Para pelayannya mengenakan pakaian dari sutra. Baju mereka lebih indah dari apa yang dipakai oleh orang terkaya di kampung halamannya.

Murid itu meminta untuk bertemu dengan sang syaikh. Pelayan menjawab bahwa Syaikh Ibn Arabi sedang mengunjungi khalifah dan akan segera kembali. Tak lama kemudian, ia menyaksikan sebuah arak-arakan mendekati puri tersebut. Pertama muncul pasukan pengawal kehormatan yang terdiri dari tentara khalifah, lengkap dengan perisai dan senjata yang berkilauan, mengendarai kuda-kuda arabia yang gagah. Lalu muncullah Ibn Arabi dengan pakaian sutra yang teramat indah, lengkap dengan surban yang lazim dipakai para sultan.

Si murid lalu dibawa menghadap Ibn Arabi. Para pelayan yang terdiri dari para pemuda tampan dan gadis cantik membawakan kue-kue dan minuman. Murid itu pun menyampaikan pesan dari gurunya. Ia menjadi tambah terkejut dan geram ketika Ibn Arabi mengatakan kepadanya,

"Katakanlah pada gurumu, masalahnya adalah ia masih terlalu terikat kepada dunia."

Tatkala murid itu kembali ke kampungnya, guru nelayan itu dengan antusias menanyakan apakah ia sempat bertemu dengan syaikh besar itu. Dipenuhi keraguan, murid itu mengaku bahwa ia memang telah menemuinya. "Lalu," tanya nelayan itu, "apakah ia menitipkan kepadamu suatu nasihat bagiku?"

Pada awalnya, si murid enggan mengulangi nasihat dari Ibn Arabi. Ia merasa amat tak pantas mengingat betapa berkecukupannya ia lihat kehidupan Ibn Arabi dan betapa berkekurangannya kehidupan gurunya sendiri.

Namun karena guru itu terus memaksanya, akhirnya murid itu pun bercerita tentang apa yang dikatakan oleh Ibn Arabi. Mendengar itu semua, nelayan itu berurai air mata. Muridnya tambah kehairanan, bagaimana mungkin Ibn Arabi yang hidup sedemikian mewah, berani menasihati gurunya bahwa ia terlalu terikat kepada dunia.

"Dia benar," jawab sang nelayan, "ia benar-benar tak peduli dengan semua yang ada padanya.

Sedangkan aku, setiap malam ketika aku menyantap kepala ikan, selalu aku berharap seandainya saja itu seekor ikan yang utuh.

Hadiah Salat Malam


Seorang pencuri masuk ke rumah Ahmad bin Khazruya, seorang sufi besar. Ia sibuk mencari barang berharga untuk dicuri, tetapi ia tak menemukan apa-apa. Ketika pencuri itu hendak pergi dengan kecewa, Ahmad, sang sufi, memanggilnya.
"Anak muda, ambillah ember ini dan timba air dari sumur. Berwudhulah kau dengan air itu dan dirikanlah salat. Kalau ada sesuatu, nanti aku berikan padamu, supaya kau tak pulang dengan tangan hampa," ujar Ahmad.

Orang itu mengikuti perintah Ahmad. Ketika pagi tiba, seorang pria dari kota datang membawa kantong berisi seratus dinar dan memberikannya pada Ahmad. Ahmad lalu memberikannya pada si pencuri.

"Bawalah ini sebagai hadiah untuk salat malammu," ia berkata.

Tubuh pencuri itu bergetar. Ia langsung menangis terisak-isak.

"Aku telah salah mengambil jalan," ucapnya di sela tangisan, "tapi semalam saja aku bekerja untuk Tuhan, Dia telah memberiku ganjaran seperti ini...."

Pencuri itu bertaubat, kembali kepada Tuhan. Ia menolak mengambil uang emas itu, dan menjadi salah seorang murid setia Ahmad bin Khazruya.

Kisah Sufi Kaya dan Sufi Miskin


Suatu saat, seorang guru merekomendasikan kepada muridnya untuk berguru kepada seorang sufi ternama. Setelah melewati perjalanan yang amat panjang, sang Murid akhirnya bisa berjumpa dengan guru yang dimaksud.

Betapa kagetnya setelah ia mengatahui rumahnya yang mewah bak istana raja. Ia bertanya kepada para tetangganya, apakah betul bahwa istana itu tempat tinggal sang Sufi sebagaimana yang direkomendasikan oleh gurunya. Semuanya menjawab “Ya”.

Lebih kaget lagi setelah si pemilik istana itu datang dengan pakaian yang mewah dan kendaraan yang luar biasa bagusnya. Sang murid bertanya-tanya dalam hatinya, apakah benar yang dimaksudkan oleh gurunya. Akan tetapi karena telanjur sudah menempuh perjalanan jauh yang sangat melelahkan, iapun menjumpai Sufi yang kaya raya tersebut. Setelah menyampaikan salam dari gurunya, ia pun menyampaikan maksud dan tujuannya.

Betapa kagetnya sang murid setelah mendengar kata-kata yang keluar dari lisan Sufi yang kaya raya itu. Ia berkata, “Tolong sampaikan salam saya kembali kepada gurumu. Aku berpesan agar dia tidak selalu sibuk dengan urusan dunia.”

Bak disambar petir di siang bolong. Bagaimana mungkin orang kaya raya itu memberi nasehat kepada gurunya yang jauh dari kehidupan dunia agar tidak sibuk dengan urusan dunia. Bukankah yang lebih sibuk mengurus dunia adalah orang kaya tersebut? Ia pamit pulang, tidak jadi berguru kepada orang yang direkomendasikan oleh gurunya.
Sesampai di padepokan gurunya, ia melaporkan semua kejadian yang dialaminya, termasuk nasihat orang kaya itu kepada gurunya. Sang murid lebih tidak mengerti lagi setelah sang guru yang sangat dihormati itu ternyata menangis dan membenarkan nasihat orang kaya raya tersebut.
Sang guru akhirnya menjelaskan bahwa orang kaya raya yang dijumpai oleh muridnya itu memang memiliki istana yang mewah, kendaraan yang bagus, dan selalu berpakaian indah. Tanah perkebunannya luas serta memiliki pabrik yang mempekerjakan banyak karyawan. Namun demikian, harta yang melimpah itu tidak menyebabkannya lalai dan lupa kepada Allah Swt.

Hartanya tidak mengganggu dzikirnya kepada Allah Swt. Ia tidak sombong karena hartanya dan jika sewaktu-waktu hartanya diambil oleh pemiliknya, Allah Swt, ia pun tidak merasa terhina karenanya. Ia memandang harta biasa-biasa saja.

Sementara saya, kata sang Guru, biar tidak punya harta yang melimpah, tapi hari-hari masih disibukkan untuk memikirkan harta. Bahkan bisa jadi saya, kata sang guru, lebih sibuk memikirkan urusan harta dari pada si sufi yang kaya raya tersebut.

Kepada orang yang diberi karunia rizki yang lebih oleh Allah swt, hendaknya mereka dapat mengelola hartanya sebagai sarana untuk mendapatkan harta kekayaan yang lebih besar kelak di akhirat. Tak perlu bersikap kontra produktif dengan meninggalkan kehidupan dunia. Janganlah mengharamkan yang dihalalkan oleh Allah Swt.

Adapun terhadap orang-orang yang belum mendapatkan rizki lebih dari Allah Swt, hendaklah tetap menjalankan ketaatan kepada Allah Swt dengan tulus dan ikhlas. Nikmati kemiskinan dengan lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Akhirnya, tidak ada halangan bagi orang kaya untuk menjadi shalih dan dekat dengan Allah swt. Demikian juga tidak ada alasan bagi orang miskin untuk tidak mendekat kepada Allah karena kemiskinannya. Orang kaya dan orang miskin mempunyai kesempatan yang sama untuk mendekati Allah Swt.

Bolehkah aqiqoh sekaligus qurban?



Syafi'i Rabatly
assalamualaikum wr wb namanya orang miskin tidak mampu.mempunyai anak perempuan yang umurnya 40 hari dan diaqiqohi satu kambing jantan?

PERTANYAAN Bolehkah meng aqiqoi anak dengan 1 kambing sekaliguz berqurban untuk ank tsb



JAWABAN

  • Warda Madura New
Wa'alaikum salam wr wbKalau aqiqoh dan qurbannya sama2 sunnah dan kambingnya hanya satu atau lebih tp diniati sekaligus , dalam hal ini antara imam Romli dan Ibnu Hajar berbeda pendapat, mnurut Imam Romli blh dan mnurut ibnu Hajar tidak boleh. Kalau kambingnya 2 atau lebih dan msing2 ditentukan unt aqiqoh/ qurban mk sah / bleh.Referensi:مسئلة) لونوى العقيقة والضحية لم تحصل غير واحد عند حج ويحصل الكل عند م ر؟(اثمدالعينين ص ٧٧)

وتتعد العقيقة بعدد الاولاد ) اى فلاتكفى عنهم عقيقة واحدة وهذا مبنى على قول العلامة ابن حجر انه لوارد بالشاة الواحدة الاضحية ولعقيقة لم يكف لكن الدى صرح به العلامة الرملى انه يكفى وعليه فتكفى عقيقة واحدة عن الاولاد بطريق الاولى فتداخل عل المعتمد اهى(الباجورى الجزء الثانى ص ٣٠٤)

Apakah mencukupi sapi / kambing yang disembelih pak Sholeh diniati sebagai nadzar sekaligus aqiqoh anaknya?

Jawaban Menurut Imam Ibnu Hajar tidak mencukupi.

Referensi

الفتاوى الفقهية الكبرى - (4 / 256) وسئل رحمه الله تعالى عن ذبح شاة أيام الأضحية بنيتها ونية العقيقة فهل يحصلان أو لا ابسطوا الجواب فأجاب نفع الله سبحانه وتعالى بعلومه بقوله الذي دل عليه كلام الأصحاب وجرينا عليه منذ سنين أنه لا تداخل في ذلك لأن كلا من الأضحية والعقيقة سنة مقصودة لذاتها ولها سبب يخالف سبب الأخرى والمقصود منها غير المقصود من الأخرى إذ الأضحية فداء عن النفس والعقيقة فداء عن الولد إذ بها نموه وصلاحه ورجاء بره وشفاعته وبالقول بالتداخل يبطل المقصود من كل منهما فلم يمكن القول به نظير ما قالوه في سنة غسل الجمعة وغسل العيد وسنة الظهر وسنة العصر وأما تحية المسجد ونحوها فهي ليست مقصودة لذاتها بل لعدم هتك حرمة المسجد وذلك حاصل بصلاة غيرها وكذا صوم نحو الاثنين لأن القصد منه إحياء هذا اليوم بعبادة الصوم المخصوصة وذلك حاصل بأي صوم وقع فيه وأما الأضحية والعقيقة فليستا كذلك كما ظهر مما قررته وهو واضح والكلام حيث اقتصر على نحو شاة أو سبع بدنة أو بقرة أما لو ذبح بدنة أو بقرة عن سبعة أسباب منها ضحية وعقيقة والباقي كفارات في نحو الحلق في النسك فيجزي ذلك وليس هو من باب التداخل في شيء لأن كل سبع يقع مجزيا عما نوي به وفي شرح العباب لو ولد له ولدان ولو في بطن واحدة فذبح عنهما شاة لم يتأد بها أصل السنة كما في المجموع وغيره وقال ابن عبد البر لا أعلم فيه خلافا ا هـ وبهذا يعلم أنه لا يجزي التداخل في الأضحية والعقيقة من باب أولى لأنه إذا امتنع مع اتحاد الجنس فأولى مع اختلافه والله سبحانه وتعالى أعلم بالصوا




Wes Qie
Nambai ibarot

WAFI HASYIATIL BARMAWI LAU NAWA AT TADHIATU WAL 'AQIQOTU LAM TATADAKHOL 'INDA IBNU HAJAR. WA'INDA AR ROMLI TADAKHOLATAA

  • Link asal

Menyikapi Tahun Baru 2013

Banyak orang keliru dalam menyikapi tahun baru 2013 ini.

 

 

Tahun 2013 ini mereka jadikan sebagai ajang pesta, ajang perayaan, ajang hura-hura, padahal perbuatan tersebut masih jauh dari keharusan untuk dilakukan dalam tahun baru 2013. Bahkan ketika akan tiba tahun baru, beberapa jam orang-orang menunggunya, beberapa menit sebelumnya mereka tunggu, waktu-demi waktu mereka habiskan untuk menuggu hari itu tiba, sampai banyak diantara orang-orang yang tak tidur sebelum jam 12.01. Lihat saja nanti akan ada acara televisi yang hanya untuk menunggu dan membuang detik-detik waktu yang merka punya. padahal ada hal yang lebih baik yang harus mereka kerjakan dari pada itu.


Negara Indonesia sudah merdeka kurang lebih 67 tahun lamanya. Namun kenyataan yang terjadi indonesia masih menjadi negara yang berkembang. sangat susah untuk meningkatkan kualitas negara kita. itu sebabnya masih banyak waktu yang kita pakai- untuk hura-hura , masih banyak waktu yang kita buang-buang dari pada memikirkan hal-hal yang lebih penting.

 

Ibadah merupakan sesuatu yang sangat-sangat penting. Bagi para penganut agama islam jangan sampai kita terbawa-bawa oleh arus yang negatif yang akan membawa kita kepada kehancuran semata. Dan bagi para non-muslim, pikirkanlah siapa yang telah menciptakan kamu, dan sosok yang tahu sebelum orang lain mengetahuinya. Yang telah membawa agama islam. Islam adalah Rahmatan Lil ‘Alamin, artinya agama islam itu terbuka bagi semua orang. Sadarlah bahwa apa yang ada dalam aqidah kamu masih diragukan. Tiada kitab suci yang asli dan murni serta selalu terjaga sampai akhir zaman kecuali Al-quran, tiada sosok yang mengetahui sebelum orang lain tahu kecuali Nabi Muhammad saw, tidaklah yang menciptakan dan mengurusmu serta menghidupkan mu sampai sekarang ini kecuali Allah SWT.

 

Islam mengatur segala aspek kehidupan, baik tatacara bersosialisasi dengan sang khaliq Allah swt ataupun bersosialisasi dengan sesama manusia. Bagai mana caranya kita makan, bagaimana cara kita berpakaian, bagaimana cara kita makan, bagaimana cara kita minum, termasuk bagaimana kita menyikapi tahun baru.

 

Islam tidak mengajarkan untuk merayakan tahun baru. Menjadikan hari itu sebagai hari untuk hura-hura, foya-foya. dan sebagainya. Melainkan untuk muhasabah diri, introspeksi diri, apa saja yang telah kita lakukan dan apa saja yang akan kita lakukan,….. untuk lebih baik.

 

wedhakencana.blogspot.com


Mengapa Wanita Wajib Memakai Hijab (Jilbab) ?

 Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kewajiban menggunakan hijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59) 

 

 

Hijab Itu Adalah Ketaatan Kepada Allah Dan Rasul

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):  “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab: 36)

 

Termasuk dalam pengertian taat dalam ayat Qur’an diatas adalah taatnya seorang wanita dalam menutup aurat dan cara berpakaian mereka.  Ayat tersebut menjelaskan bagi yang tidak taat mereka adalah sesat dengan kesesatan yang nyata.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kaum wanita untuk menggunakan hijab sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya): “Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31)

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah.” (Q.S. Al-Ahzab: 33)

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yanga artinya): “Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 53)

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

 

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Wanita itu aurat” maksudnya adalah bahwa ia harus menutupi tubuhnya.

 

Hijab Itu ‘Iffah (Kemuliaan)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kewajiban menggunakan hijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

 

Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbuatan jelek (dosa), “karena itu mereka tidak diganggu”. Maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah “karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan berupa fitnah dan kejahatan bagi mereka.

 

Hijab Itu Kesucian

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 53)

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati hijab sebagai kesucian bagi hati orang-orang mu’min, laki-laki maupun perempuan. Karena mata bila tidak melihat maka hatipun tidak berhasrat. Pada saat seperti ini, maka hati yang tidak melihat akan lebih suci. Ketiadaan fitnah pada saat itu lebih nampak, karena hijab itu menghancurkan keinginan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Q.S. Al-Ahzab: 32)

 

Hijab Itu Pelindung

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya Allah itu Malu dan Melindungi serta Menyukai rasa malu dan perlindungan”

Sabda beliau yang lain (yang artinya): “Siapa saja di antara wanita yang melepaskan pakaiannya di selain rumahnya, maka Allah Azza wa Jalla telah mengoyak perlindungan rumah itu dari padanya.”   Jadi balasannya setimpal dengan perbuatannya.

 

Hijab Itu Taqwa

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman(yang artinya): “Hai anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik.” (Q.S. Al-A’raaf: 26)

 

Hijab Itu Iman

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berfirman kecuali kepada wanita-wanita beriman (yang artinya): “Dan katakanlah kepada wanita yang beriman.” (Q.S. An-Nur: 31).

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “Dan istri-istri orang beriman.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

 

Dan ketika wanita-wanita dari Bani Tamim menemui Ummul Mu’minin, Aisyah radhiyallahu anha dengan pakaian tipis, beliau berkata: “Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.”

 

Hijab Itu Haya’ (Rasa Malu)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.”

Sabda beliau yang lain (yang artinya): “Malu itu adalah bagian dari iman dan iman itu di surga.”

 

Sabda Rasul yang lain (yang artinya): “Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”


Hijab Itu Perasaan Cemburu

Hijab itu selaras dengan perasaan cemburu yang merupakan fitrah seorang laki-laki sempurna yang tidak senang dengan pandangan-pandangan khianat yang tertuju kepada istri dan anak wanitanya. Berapa banyak peperangan terjadi pada masa Jahiliyah dan masa Islam akibat cemburu atas seorang wanita dan untuk menjaga kehormatannya. Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa wanita-wanita kalian berdesak-desakan dengan laki-laki kafir orang ‘ajam (non Arab) di pasar-pasar, tidakkah kalian merasa cemburu? Sesungguhnya tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak memiliki perasaan cemburu.”

 

Beberapa Syarat Hijab Yang Harus Terpenuhi:

1. Menutupi seluruh anggota tubuh wanita -berdasarkan pendapat yang paling kuat.

2. Hijab itu sendiri pada dasarnya bukan perhiasan.

3. Tebal dan tidak tipis atau trasparan.

4. Longgar dan tidak sempit atau ketat.

5. Tidak memakai wangi-wangian.

6. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.

7. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.

8. Tidak bermaksud memamerkannya kepada orang-orang.

 

Jangan Berhias Terlalu Berlebihan(Tabarruj)

Bila anda memperhatikan syarat-syarat tersebut di atas akan nampak bagi anda bahwa banyak di antara wanita-wanita sekarang ini yang menamakan diri sebagai wanita berjilbab, padahal pada hakekatnya mereka belum berjilbab. Mereka tidak menamakan jilbab dengan nama yang sebenarnya. Mereka menamakan Tabarruj sebagai hijab dan menamakan maksiat sebagai ketaatan.

 

Musuh-musuh kebangkitan Islam berusaha dengan sekuat tenaga menggelincirkan wanita itu, lalu Allah menggagalkan tipu daya mereka dan meneguhkan orang-orang Mu’min di atas ketaatan kepada Tuhannya. Mereka memanfaatkan wanita itu dengan cara-cara kotor untuk memalingkannya dari jalan Tuhan dengan memproduksi jilbab dalam berbagai bentuk dan menamakannya sebagai “jalan tengah” yang dengan itu ia akan mendapatkan ridha Tuhannya -sebagaimana pengakuan mereka- dan pada saat yang sama ia dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan tetap menjaga kecantikannya.

 

Kami Dengar Dan Kami Taat

Seorang muslim yang jujur akan menerima perintah Tuhannya dan segera menerjemahkannya dalam amal nyata, karena cinta dan perhomatannya terhadap Islam, bangga dengan syariat-Nya, mendengar dan taat kepada sunnah nabi-Nya dan tidak peduli dengan keadaan orang-orang sesat yang berpaling dari kenyataan yang sebenarnya, serta lalai akan tempat kembali yang ia nantikan. Allah menafikan keimanan orang yang berpaling dari ketaatan kepada-Nya dan kepada rasul-Nya:  “Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.” (Q.S. An-Nur: 47-48)

 

Firman Allah yang lain (yang artinya): “Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.” (Q.S. An-Nur: 51-52)

 

Dari Shofiyah binti Syaibah berkata: “Ketika kami bersama Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata: “Saya teringat akan wanita-wanita Quraisy dan keutamaan mereka.” Aisyah berkata: “Sesungguhnya wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan, dan demi Allah, saya tidak melihat wanita yang lebih percaya kepada kitab Allah dan lebih meyakini ayat-ayat-Nya melebihi wanita-wanita Anshor. Ketika turun kepada mereka ayat: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (Q.S. An-Nur: 31) 

 

Maka para suami segera mendatangi istri-istri mereka dan membacakan apa yang diturunkan Allah kepada mereka. Mereka membacakan ayat itu kepada istri, anak wanita, saudara wanita dan kaum kerabatnya. Dan tidak seorangpun di antara wanita itu kecuali segera berdiri mengambil kain gorden (tirai) dan menutupi kepala dan wajahnya, karena percaya dan iman kepada apa yang diturunkan Allah dalam kitab-Nya. Sehingga mereka (berjalan) di belakang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dengan kain penutup seakan-akan di atas kepalanya terdapat burung gagak.”

 

wedhakencana.blogspot.com 

 

Sumber :
http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=856
Dikutip dari Kitab “Al Hijab” Departemen Agama Arab Saudi
Penebit: Darul Qosim P.O. Box 6373 Riyadh 11442
http://salafy-jtn.co.nr/

Dialog Malaikat dan Pengusaha

Assalamu'alaikum wr.wb.
Pada kesempatan malam ini, blog kisah teladan islami akan mengambil tema tentang dialog, dan kali ini adalah dialog antara Malaikat dan seorang pengusaha.
Bagaimana dialog serta kisahnya bisa di simak di bawah ini.

Malaikat Maut

Kisahnya.
Ada seorang pengusaha sukses terjatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke, sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Di saat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia roh seorang Malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya. Malaikat memulai pembicaraan,

"Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia."
"Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang ..." kata si pengusaha ini dengan yakinnya.

Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.
Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya, dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, "Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit."

Dengan lembut si Malaikat berkata,
"aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktumu tinggal 60 menit lagi, rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu."

Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si Malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra-putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka.

Malaikat berkata,
"Aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua, itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu."



Istri Pengusaha Berdoa.
Kembali terlihat di mana si istri sedang berdoa jam 2:00 dini hari,
"Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik. Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar di hadapanMu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah dan hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri."

Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat.
Melihat peristiwa itu, tanpa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini . . . timbul penyesalan bahwa selama ini dia bukanlah suami yang baik dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya, dan malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.

Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini, penyesalan yang luar biasa tapi waktunya sudah terlambat. Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang.

Dengan setengah bergumam dia bertanya,
"Apakah di antara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?"

Jawab si Malaikat,
"Ada beberapa yang berdoa buatmu tapi mereka tidak tulus, bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini, itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik, bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah."

Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia, tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam.

Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata,
"Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu. Kau tidak jadi meninggal, karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00."

Dengan terheran-heran dan tidak percaya,si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.

"Bukankah itu Panti Asuhan?" kata si pengusaha pelan.
"Benar, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri."

"Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU, setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu."

Sahabatku, cerita ini hanyalah sebuah gambaran agar kita lebih instropeksi diri. Saya membayangkan ketika diri saya mati nanti, apakah orang disekeliling saya akan kehilangan, atau sebaliknya mereka mengabaikan atas kematian saya, atau yang paling parah apakah mereka bersyukur malah?

Mari sahabatku, mumpung kita masih diberi umur, lakukanlah yang terbaik untuk orang-orang di sekitar kita, kaena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya.

Dan satu lagi, janganlah kita meremehkan sedekah, sesuai cerita diatas, justru sedekahnya yang menyelamatkan pengusaha tersebut.

Akhirnya, admin mengucapkan selamat menyambut tahun baru 2013, isilah malam tahun baru ini dengan kebaikan sahabatku.
Semoga bermanfaat.

Sejarah Al Barzanji


Al-Barzanji atau Berzanji adalah suatu do’a-do’a, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang biasa dilantunkan dengan irama atau nada. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad saw yakni silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga diangkat menjadi rasul. Didalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.

Nama Barzanji diambil dari nama pengarangnya, seorang sufi bernama Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al – Barzanji. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyur dan terkenal dengan nama Mawlid Al-Barzanji. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (kalung permata) atau ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar. Barzanji sebenarnya adalah nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzanj. Nama Al-Barzanji menjadi populer tahun 1920-an ketika Syaikh Mahmud Al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak.
Kitab Maulid Al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga wafatnya. Syaikh Ja’far Al-Barzanji dilahirkan pada hari Kamis awal bulan Zulhijjah tahun 1126 di Madinah Al-Munawwaroh dan wafat pada hari Selasa, selepas Asar, 4 Sya’ban tahun 1177 H di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi saw.

Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah.

Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.

Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau.

Historisitas Al-Barzanji tidak dapat dipisahkan dengan momentum besar perihal peringatan maulid Nabi Muhammad saw untuk yang pertama kali. Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad saw pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.

Kita mengenal itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual.

Adalah Sultan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi -dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub- katakanlah dia setingkat Gubernur. Meskipun Salahuddin bukan orang Arab melainkan berasal dari suku Kurdi, pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.

Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi yang menjadi Atabeg (setingkat Bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.

Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata Khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H / 1183 M, Salahuddin sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 / 1184 M tanggal 12 Rabiul Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Salah satu kegiatan yang di prakarsai oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.
Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi saw dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik. Secara garis besar, paparan Al-Barzanji dapat diringkas sebagai berikut: (1) Sislilah Nabi adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kitab bin Murrah bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Nizar bin Maiad bin Adnan. (2) Pada masa kecil banyak kelihatan luar biasa pada dirinya. (3) Berniaga ke Syam (Suraih) ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun. (4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun. (5) Diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak saat itu hingga umur 62 tahun. Rasulullah meninggal di Madinah setelah dakwahnya dianggap telah sempurna oleh Allah SWT.

Dalam Barzanji diceritakan bahwa kelahiran kekasih Allah ini ditandai dengan banyak peristiwa ajaib yang terjadi saat itu, sebagai genderang tentang kenabiannya dan pemberitahuan bahwa Nabi Muhammad adalah pilihan Allah. Saat Nabi Muhammad dilahirkan tangannya menyentuh lantai dan kepalanya mendongak ke arah langit, dalam riwayat yang lain dikisahkan Muhammad dilahirkan langsung bersujud, pada saat yang bersamaan itu pula istana Raja Kisrawiyah retak terguncang hingga empat belas berandanya terjatuh. Maka, Kerajaan Kisra pun porak poranda. Bahkan, dengan lahirnya Nabi Muhammad ke muka bumi mampu memadamkan api sesembahan Kerajaan Persi yang diyakini tak bisa dipadamkan oleh siapapun selama ribuan tahun.

Keagungan akhlaknya tergambarkan dalam setiap prilaku beliau sehari-hari. Sekitar umur tiga puluh lima tahun, beliau mampu mendamaikan beberapa kabilah dalam hal peletakan batu Hajar Aswad di Ka’bah. Di tengah masing-masing kabilah yang bersitegang mengaku dirinya yang berhak meletakkan Hajar Aswad, Rasulullah tampil justru tidak mengutamakan dirinya sendiri, melainkan bersikap akomodatif dengan meminta kepada setiap kabilah untuk memegang setiap ujung sorban yang ia letakan di atasnya Hajar Aswad. Keempat perwakilan kabilah itu pun lalu mengangkat sorban berisi Hajar Aswad, dan Rasulullah kemudian mengambilnya lalu meletakkannya di Ka’bah.

Kisah lain yang juga bisa dijadikan teladan adalah pada suatu pengajian seorang sahabat datang terlambat, lalu ia tidak mendapati ruang kosong untuk duduk. Bahkan, ia minta kepada sahabat yang lain untuk menggeser tempat duduknya, namun tak ada satu pun yang mau. Di tengah kebingungannya, Rasulullah saw memanggil sahabat tersebut dan memintanya duduk di sampingnya.. Tidak hanya itu, Rasul kemudian melipat sorbannya lalu memberikannya pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Melihat keagungan akhlak Nabi Muhammad, sahabat tersebut dengan berlinangan air mata lalu menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk, tetapi justru mencium sorban Nabi Muhammad saw tersebut.

Bacaan shalawat dan pujian kepada Rasulullah bergema saat kita membacakan Barzanji di acara peringatan maulid Nabi Mauhammad saw, Ya Nabi salâm ‘alaika, Ya Rasûl salâm ‘alaika, Ya Habîb salâm ‘alaika, ShalawatulLâh ‘alaika… (Wahai Nabi salam untukmu, Wahai Rasul salam untukmu, Wahai Kekasih salam untukmu, Shalawat Allah kepadamu…)

Kemudian, apa tujuan dari peringatan maulid Nabi dan bacaan shalawat serta pujian kepada Rasulullah? Dr. Sa’id Ramadlan Al-Bûthi menulis dalam Kitab Fiqh Al-Sîrah Al-Nabawiyyah: “Tujuannya tidak hanya untuk sekedar mengetahui perjalanan Nabi dari sisi sejarah saja. Tapi, agar kita mau melakukan tindakan aplikatif yang menggambarkan hakikat Islam yang paripurna dengan mencontoh Nabi Muhammad saw.”

Sarjana Jerman peneliti Islam, Annemarie Schimmel dalam bukunya, Dan Muhammad adalah Utusan Allah: Penghormatan terhadap Nabi saw dalam Islam (1991), , menerangkan bahwa teks asli karangan Ja’far Al-Barzanji, dalam bahasa Arab, sebetulnya berbentuk prosa. Namun, para penyair kemudian mengolah kembali teks itu menjadi untaian syair, sebentuk eulogy bagi Sang Nabi. Pancaran kharisma Nabi Muhammad saw terpantul pula dalam sejumlah puisi, yang termasyhur: Seuntai gita untuk pribadi utama, yang didendangkan dari masa ke masa.

Untaian syair itulah yang tersebar ke berbagai negeri di Asia dan Afrika, tak terkecuali Indonesia. Tidak tertinggal oleh umat Islam penutur bahasa Swahili di Afrika atau penutur bahasa Urdu di India, kita pun dapat membaca versi bahasa Indonesia dari syair itu, meski kekuatan puitis yang terkandung dalam bahasa Arab kiranya belum sepenuhnya terwadahi dalam bahasa kita sejauh ini.
Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya Ja’far Al-Barzanji merupakan biografi puitis Nabi Muhammad saw. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua: ‘Natsar’ dan ‘Nadhom’. Bagian Natsar terdiri atas 19 sub bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad saw, mulai dari saat-saat menjelang beliau dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nadhom terdiri atas 16 sub bagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.

Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosaik itu, terasa betul adanya keterpukauan sang penyair oleh sosok dan akhlak Sang Nabi. Dalam bagian Nadhom misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi pujaan” Engkau mentari, Engkau rebulan dan Engkau cahaya di atas cahaya“.

Di antara idiom-idiom yang terdapat dalam karya ini, banyak yang dipungut dari alam raya seperti matahari, bulan, purnama, cahaya, satwa, batu, dan lain-lain. Idiom-idiom seperti itu diolah sedemikian rupa, bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan sejumlah besar metafor yang gemilang. Silsilah Sang Nabi sendiri, misalnya, dilukiskan sebagai “Untaian Mutiara”.

Betapapun, kita dapat melihat teks seperti ini sebagai tutur kata yang lahir dari perspektif penyair. Pokok-pokok tuturannya sendiri, terutama menyangkut riwayat Sang Nabi, terasa berpegang erat pada Alquran, hadist, dan sirah nabawiyyah. Sang penyair kemudian mencurahkan kembali rincian kejadian dalam sejarah ke dalam wadah puisi, diperkaya dengan imajinasi puitis, sehingga pembaca dapat merasakan madah yang indah.

Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far Al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan dengan cara umat Islam diberbagai negeri menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad saw.
Kitab Maulid Al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-’Allaamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299 H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan ‘Al-Qawl Al-Munji ‘ala Mawlid Al-Barzanji’ yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.

Di samping itu, telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy Al-Maaliki Al-’Asy’ari Asy-Syadzili Al-Azhari dengan kitab ’Al-Qawl Al-Munji ‘ala Maulid Al-Barzanji’. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah Asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H / 1802M dan wafat pada tahun 1299 H / 1882M.

Ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul Ulamail Hijaz, An-Nawawi Ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi Maulid al-Barzanji dan karangannya itu dinamakannya ‘Madaarijush Shu`uud ila Iktisaail Buruud’. Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad Al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, juga telah menulis syarah bagi Maulid Al-Barzanj tersebut yang dinamakannya ‘Al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Maulidin Nabiyil Azhar’. Sayyid Ja’far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak, antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaail Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar” dan “Taajul Ibtihaaj ‘ala Dhauil Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian nendanya Sayyid Ja’far Al-Barzanji dalam kitabnya “Ar-Raudhul A’thar fi Manaqib As-Sayyid Ja’far”.

Kitab Al-Barzanji dalam bahasa aslinya (Arab) dibacakan dalam berbagai macam lagu; rekby (dibaca perlahan), hejas (dibaca lebih keras dari rekby ), ras (lebih tinggi dari nadanya dengan irama yang beraneka ragam), husein (memebacanya dengan tekanan suara yang tenang), nakwan membaca dengan suara tinggi tapi nadanya sama dengan nada ras, dan masyry, yaitu dilagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan perasaan yang dalam

Di berbagai belahan Dunia Islam, syair Barzanji lazimnya dibacakan dalam kesempatan memeringati hari kelahiran Sang Nabi. Dengan mengingat-ingat riwayat Sang Nabi, seraya memanjatkan shalawat serta salam untuknya, orang berharap mendapat berkah keselamatan, kesejahteraan, dan ketenteraman. Sudah lazim pula, tak terkecuali di negeri kita, syair Barzanji didendangkan – biasanya, dalam bentuk standing ovation – dikala menyambut bayi yang baru lahir dan mencukur rambutnya.

Pada perkembangan berikutnya, pembacaan Barzanji dilakukan di berbagai kesempatan sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian sesuatu yang lebih baik. Misalnya pada saat kelahiran bayi, upacara pemberian nama, mencukur rambut bayi, aqiqah, khitanan, pernikahan, syukuran, kematian (haul), serta seseorang yang berangkat haji dan selama berada disana. Ada juga yang hanya membaca Barzanji dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’idhah hasanah dari para muballigh atau da’i.

Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal kalender hijriyah (Maulud). Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakda Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.

Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’idhah hasanah pada acara temanten dan mauludan.
Dalam ‘Madarirushu’ud Syarhul’ Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di hari kiamat.” Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”

*) Diambil dari berbagai sumber

Membuat Operasi Matriks Dengan Delphi

Matriks merupakan salah satu materi dalam bidang ilmu matematika yang sangat berguna bagi aplikasi ilmu-ilmu lain seperti Teknik Elektro, Mesin, Kimia, Sipil, dan ilmu teknik lainnya. Bahkan di bidang non teknik Matriks menjadi peralatan bantu utama dalam menyelesaikan permasalahan yang ada seperti pemecahan optimasi, pemecahan persamaan linear simultan, statistik dan berbagai bidang lainnya. Bagaimana membuat program operasi matriks dengan tampilan yang menarik di Delphi?
Bagi anda yang sudah memahami konsep matriks secara analitis terkadang masih mengalami kesulitan dalam mengimplementasikannya ke numeris. Nah bagi anda yang masih mau belajar dapat melihat tutorial ini, semoga pemahaman anda terhadap matriks menjadi lebih baik.



procedure TForm1.Button1Click(Sender: TObject);
var
i,j,k  : integer;
data1  : array [1..10, 1..10] of integer;
data2  : array [1..10, 1..10] of integer;
hasil  : array [1..10, 1..10] of integer;
begin
if RadioButton1.checked then
begin
if (edit1.Text = edit3.Text) and (edit2.Text = edit4.Text) then
begin
for i := 1 to strtoint(edit1.Text) do
begin
StringGrid1.Cells[0,i] := ‘B’ + InttoStr(i);
StringGrid2.Cells[0,i] := ‘B’ + InttoStr(i);
StringGrid3.Cells[0,i] := ‘B’ + InttoStr(i);
for j:= 1 to strtoint(edit2.Text) do
begin
StringGrid1.Cells[i,0] := ‘K’ + InttoStr(i);
StringGrid2.Cells[i,0] := ‘K’ + InttoStr(i);
StringGrid3.Cells[i,0] := ‘K’ + InttoStr(i);
StringGrid3.Cells[i,j] := ”;
data1[i,j] := StrtoInt(StringGrid1.Cells[i,j]);
data2[i,j] := StrtoInt(StringGrid2.Cells[i,j]);
Hasil[i,j] := data1[i,j] + data2[i,j];
stringGrid3.RowCount := strtoint(edit1.Text)+1;
stringGrid3.ColCount := strtoint(edit2.Text)+1;
StringGrid3.Cells[i,j] := inttostr(Hasil[i,j]);
end;
end;
end
else
showmessage(‘Ukuran Matriks Tidak sama’);
edit1.SetFocus;
end;

if RadioButton2.checked then
begin
if ((edit2.Text) = (edit3.Text)) then
begin
for i := 1 to StrtoInt(Edit1.Text) do
for j:= 1 to StrtoInt(Edit4.Text) do
begin
Hasil[i,j] := 0;
for k:= 1 to StrtoInt(Edit2.Text) do
begin
data1[i,k] := StrtoInt(StringGrid1.Cells[k,i]);
data2[k,j] := StrtoInt(StringGrid2.Cells[j,k]);
Hasil [i,j] := Hasil[i,j] + data1[i,k] * data2[k,j];
StringGrid3.RowCount := StrtoInt(edit1.Text) + 1;
StringGrid3.ColCount := StrtoInt(edit4.Text) + 1;
end;
StringGrid3.Cells[j,i] := inttostr(Hasil[i,j]);
end;
end
else
begin
showmessage(‘Ukuran Matriks Tidak Sesuai’);
edit2.SetFocus;
end;
end;

if RadioButton3.checked then
begin
stringGrid3.RowCount := strtoint(edit2.Text)+1;
stringGrid3.ColCount := strtoint(edit1.Text)+1;
for i := 1 to strtoint(edit2.Text) do
begin
for j:= 1 to strtoint(edit1.Text) do
StringGrid3.Cells[j,i] := StringGrid1.Cells[i,j];
end;
end;

if RadioButton4.checked then
begin
stringGrid3.RowCount := strtoint(edit4.Text)+1;
stringGrid3.ColCount := strtoint(edit3.Text)+1;
for i := 1 to strtoint(edit4.Text) do
begin
for j:= 1 to strtoint(edit3.Text) do
StringGrid3.Cells[j,i] := StringGrid2.Cells[i,j];
end;
end;

end;
procedure TForm1.FormCreate(Sender: TObject);
begin
StringGrid1.Cells[1, 1] := ’1′;
StringGrid1.Cells[1, 2] := ’0′;
StringGrid1.Cells[1, 3] := ’0′;
StringGrid1.Cells[1, 4] := ’0′;
StringGrid1.Cells[1, 5] := ’0′;

StringGrid1.Cells[2, 1] := ’0′;
StringGrid1.Cells[2, 2] := ’1′;
StringGrid1.Cells[2, 3] := ’0′;
StringGrid1.Cells[2, 4] := ’0′;
StringGrid1.Cells[2, 5] := ’0′;

StringGrid1.Cells[3, 1] := ’0′;
StringGrid1.Cells[3, 2] := ’0′;
StringGrid1.Cells[3, 3] := ’1′;
StringGrid1.Cells[3, 4] := ’0′;
StringGrid1.Cells[3, 5] := ’0′;

StringGrid1.Cells[4, 1] := ’0′;
StringGrid1.Cells[4, 2] := ’0′;
StringGrid1.Cells[4, 3] := ’0′;
StringGrid1.Cells[4, 4] := ’1′;
StringGrid1.Cells[4, 5] := ’0′;

StringGrid1.Cells[5, 1] := ’0′;
StringGrid1.Cells[5, 2] := ’0′;
StringGrid1.Cells[5, 3] := ’0′;
StringGrid1.Cells[5, 4] := ’0′;
StringGrid1.Cells[5, 5] := ’1′;

StringGrid2.Cells[1, 1] := ’5′;
StringGrid2.Cells[1, 2] := ’5′;
StringGrid2.Cells[1, 3] := ’5′;
StringGrid2.Cells[1, 4] := ’5′;
StringGrid2.Cells[1, 5] := ’5′;

StringGrid2.Cells[2, 1] := ’4′;
StringGrid2.Cells[2, 2] := ’4′;
StringGrid2.Cells[2, 3] := ’4′;
StringGrid2.Cells[2, 4] := ’4′;
StringGrid2.Cells[2, 5] := ’4′;

StringGrid2.Cells[3, 1] := ’3′;
StringGrid2.Cells[3, 2] := ’3′;
StringGrid2.Cells[3, 3] := ’3′;
StringGrid2.Cells[3, 4] := ’3′;
StringGrid2.Cells[3, 5] := ’3′;

StringGrid2.Cells[4, 1] := ’2′;
StringGrid2.Cells[4, 2] := ’2′;
StringGrid2.Cells[4, 3] := ’2′;
StringGrid2.Cells[4, 4] := ’2′;
StringGrid2.Cells[4, 5] := ’2′;

StringGrid2.Cells[5, 1] := ’1′;
StringGrid2.Cells[5, 2] := ’1′;
StringGrid2.Cells[5, 3] := ’1′;
StringGrid2.Cells[5, 4] := ’1′;
StringGrid2.Cells[5, 5] := ’1′;

end;
procedure TForm1.Button2Click(Sender: TObject);
begin
Application.Terminate;
end;

procedure TForm1.RadioButton1Click(Sender: TObject);
begin
GroupBox2.Caption := ‘  Hasil Penjumlahan Matrik A dan B  ‘;
end;

procedure TForm1.RadioButton2Click(Sender: TObject);
begin
GroupBox2.Caption := ‘  Hasil Perkalian Matrik A dan B  ‘;
end;

procedure TForm1.Timer1Timer(Sender: TObject);
begin
label3.Left := label3.Left – 4;
if label3.Left <= -90 then
label3.Left := 270;
end;

procedure TForm1.Edit1Change(Sender: TObject);
begin
stringGrid1.RowCount := strtoint(edit1.Text)+1;
if (strtoint(edit1.Text)) > 6 then
Begin
StringGrid1.DefaultRowHeight := 15;
StringGrid3.DefaultRowHeight := 15;
end;
end;

procedure TForm1.Edit2Change(Sender: TObject);
begin
stringGrid1.ColCount := strtoint(edit2.Text)+1;
if (strtoint(edit2.Text)) > 6 then
begin
StringGrid1.DefaultColWidth := 30;
StringGrid3.DefaultColWidth := 30;
end;
end;

procedure TForm1.Edit3Change(Sender: TObject);
begin
stringGrid2.RowCount := strtoint(edit3.Text)+1;
if (strtoint(edit3.Text)) > 6 then
Begin
StringGrid2.DefaultRowHeight := 15;
StringGrid3.DefaultRowHeight := 15;
end;

end;
procedure TForm1.Edit4Change(Sender: TObject);
begin
stringGrid2.ColCount := strtoint(edit4.Text)+1;
if (strtoint(edit4.Text)) > 6 then
begin
StringGrid2.DefaultColWidth := 30;
StringGrid3.DefaultColWidth := 30;
end;

end;
end.