Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah
Wal-Jama'ah oleh Syaikh Prof.Dr. Sholeh bin Fauzan bin
Abdullah Al-Fauzan(Guru Besar Univ. Ibnu Su'ud dan
IMam Masjid di Riyadh Saudi Arabia), diterbitkan oleh
Dar Al-Gasem Saudi Arabia PO Box 6373 Riyadh 11442,
penerjemah Abu Aasia.
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Rab semesta alam yang telah
menunjuki kita sekalian kepada cahaya Islam dan
sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika
Allah tidak memberi kita petunjuk. Kita memohon
kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan di atas
hidayah-Nya sampai akhir hayat, sebagaimana
difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa
kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati
kecuali dalam keadaan Islam". (Ali-Imran : 102).
Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak
dicondongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat
petunjuk.
"Artinya : Ya Allah, janganlah engkau palingkan
hati-hati kami setelah engkau memberi kami hidayah".
(Ali Imran : 8).
Dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah
limpahkan kepada Nabi kita, suri tauladan dan kekasih
kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam, yang telah diutus-Nya sebagai rahmat bagi alam
semesta. Dan semoga ridla-Nya selalu dilimpahkan
kepada para sahabatnya yang shalih dan suci, baik dari
kalangan Muhajirin maupun Anshar, serta kepada para
pengikutnya yang setia selama ada waktu malam dan
siang.
Wa ba'du : Inilah beberapa kalimat ringkas tentang
penjelasan 'Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah yang pada
kenyataan hidup masa kini diperselisihkan oleh umat
Islam sehingga mereka terpecah belah. Hal itu terbukti
dengan tumbuhnya berbagai kelompok (da'wah)
kontemporer dan jama'ah-jama'ah yang berbeda-beda.
Masing-masing menyeru manusia (umat Islam) kepada
golongannya ; mengklaim bahwa diri dan golongan
merekalah yang paling baik dan benar, sampai-sampai
seorang muslim yang masih awam menjadi bingung kepada
siapakah dia belajar Islam dan kepada jama'ah mana dia
harus ikut bergabung. Bahkan seorang kafir yang ingin
masuk Islam-pun bingung. Islam apakah yang benar yang
harus di dengar dan dibacanya ; yakni ajaran Islam
yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah yang
telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para
sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi
pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu ; namun
justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah
nama besar tanpa arti bagi dirinya.
Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang
orientalis tentang Islam : "Islam itu tertutup oleh
kaumnya sendiri", yakni orang-orang yang mengaku-ngaku
muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran
Islam yang sebenarnya.
Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang
seluruhnya oleh karena Allah telah menjamin
kelanggengan Islam ini dengan keabadian Kitab-Nya
sebagaimana Dia telah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang telah
menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya". (Al-Hijr : 9).
Maka, Pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum
muslimin yang tetap teguh (konsisten) memegang
ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana
di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya
(dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap
orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka
mencela ...". (Al-Maaidah : 54).
Dan firman Allah.
"Artinya : Ingatlah kamu ini. orang-orang yang
diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah.
Maka diantara kamu ada yang bakhil barang siapa bakhil
berarti dia bakhil pada dirinya sendiri, Allah Maha
Kaya dan kamu orang-orang yang membutuhkan-Nya, dan
jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti (
kamu) dengan kaum selain kalian dan mereka tidak akan
seperti kamu ini". (Muhammad : 38).
Golongan atau jama'ah yang dimaksud adalah seperti
yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam hadits :
"Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari
umatku yang tetap membela al-haq, mereka senantiasa
unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan
mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan
Allah (Tabaraka wa Ta'la), sedang mereka tetap dalam
keadaan yang demikian". (Dikeluarkan oleh Imam
Al-Bukhari 4/3641, 7460; dan Imam Muslim 5 juz 13,
hal. 65-67 pada syarah Imam Nawawy).
Bertolak dari sinilah kita dan siapa saja yang ingin
mengenal Islam yang benar beserta pemeluknya yang
setia harus mengenal golongan yang diberkahi ini dan
yang mewakili Islam yang benar, Semoga Allah
menjadikan kita termasuk dalam golongan ini agar kita
bisa mengambil contoh dari berjalan pada jalan mereka
dan agar supaya orang kafir yang ingin masuk Islam
itupun dapat mengetahui untuk kemudian bisa bergabung.
AL-FIRQOTUN NAJIYAH ADALAH AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH
Pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam kaum muslimin itu adalah umat yang satu
sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya kalian adalah umat yang
satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka
beribadahlah kepada-Ku". (Al-Anbiyaa : 92).
Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan
munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada
zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun
mereka belum pernah berhasil. Telah berkata kaum
munafiq.
"Artinya : Janganlah kamu berinfaq kepada
orang-orang yang berada di sisi Rasulullah, supaya
mereka bubar".
Yang kemudian dibantah langsung oleh Allah (pada
lanjutan ayat yang sama) :
"Padahal milik Allah-lah perbandaharaan langit dan
bumi, akan tetapi orang-orang munafiq itu tidak
memahami". (Al-Munafiqun : 7).
Demikian pula, kaum Yahudi-pun berusaha memecah belah
dan memurtadkan mereka dari Ad-Din mereka.
"Artinya : Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah
berkata (kepada sesamanya) : (pura-pura) berimanlah
kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang
beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan siang dan
ingkarilah pada akhirnya, mudah-mudahan (dengan cara
demikian) mereka (kaum muslimin) kembali kepada
kekafiran". (Ali Imran : 72).
Walaupun demikian, makar yang seperti itu tidak pernah
berhasil karena Allah menelanjangi dan menghinakan
(usaha) mereka.
Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya mereka
berusaha kembali memecah belah kesatuan kaum muslimin
(Muhajirin dan Anshar) dengan mengibas-ngibas kaum
Anshar tentang permusuhan diantara mereka sebelum
datangnya Islam dan perang sya'ir diantara mereka.
Allah membongkar makar tersebut dalam firman-Nya.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika
kalian mengikuti segolongan orang-orang yang diberi
Al-Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian
menjadi orang kafir sesudah kalian beriman".(Ali Imran
: 100).
Sampai pada firman Allah.
"Artinya : Pada hari yang diwaktu itu ada
wajah-wajah berseri-seri dan muram ....." (Ali-Imran :
106).
Maka kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
mendatangi kaum Anshar : menasehati dan mengingatkan
mereka ni'mat Islam dan bersatunya merekapun melalui
Islam, sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman
dan berpelukan kembali setelah hampir terjadi
perpecahan. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/397 dan
Asbabun Nuzul Al-Wahidy hal. 149-150) . Dengan
demikian gagallah pula makar Yahudi dan tetaplah kaum
muslimin berada dalam persatuan. Allah memang
memerintahkan mereka untuk bersatu di atas Al-Haq dan
melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana
firman-Nya.
"Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai
orang-orang yang berpecah belah dan beselisih sesudah
datangnya keterangan yang jelas ......".(Ali-Imran :
105).
Dan firman-Nya pula.
"Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada
tali (agama) Allah, dan janganlah kamu berpecah-belah
....".(Ali-Imran : 103).
Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan
kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah
: seperti shalat, dalam shiyam, dalam menunaikan haji
dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam-pun telah memerintahkan kaum
muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari
perpecahan dan perselisihan. Bahkan beliau telah
memberitahukan suatu berita yang berisi anjuran untuk
bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita
tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini
sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat
sebelumnya ; sabdanya.
"Artinya : Sesunguhnya barangsiapa yang masih
hidup diantara kalian dia akan melihat perselisihan
yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan
sunnah-Ku dan sunnah Khulafaa'rasiddin yang mendapat
petunjuk setelah Aku". (Dikeluarkan oleh Abu Dawud
5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata hadits ini
hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu
Majah 1/43).
Dan sabdanya pula.
"Artinya : Telah berpecah kaum Yahudi menjadi
tujuh puluh satu golongan ; dan telah berpecah kaum
Nashara menjadi tujuh puluh dua golongan ; sedang
umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga
golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu.
Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya
Rasulullah ..? ; beliau menjawab : yaitu barang-siapa
yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku
jalani hari ini". (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
5/2641 dan Al-Hakim di dalam Mustadraknya I/128-129,
dan Imam Al-Ajury di dalam Asy-Syari'ah hal.16 dan
Imam Ibnu Nashr Al-Mawarzy di dalam As-Sunnah hal
22-23 cetakan Yayasan Kutubus Tsaqofiyyah 1408, dan
Imam Al-Lalikaai dalam Syar Ushul I'tiqaad Ahlus
Sunnah Wal-Jama'ah I nomor 145-147).
Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah
diberitakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
maka berpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat
walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar
pada kondisi umat semasa generasi yang dipuji oleh
Rasulullah dalam sabdanya.
"Artinya : Sebaik-baik kalian adalah generasiku,
kemudian generasi yang datang sesudahnya, kemudian
yang datang sesudahnya". (Dikeluarkan oleh Bukhari
3/3650, 3651 dan Muslim 6/juz 16 hal 86-87 Syarah
An-Nawawy).
Perawi hadits ini berkata : "saya tidak tahu apakah
Rasulullah menyebut setelah generasinya dua atau tiga
kali".
Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih
banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin
dan fuqaha. Mereka termasuk sebagai ulama tabi'in dan
pengikut para tabi'in serta para imam yang empat dan
murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya
daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut,
sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada
waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari
segi hujjah maupun kekuatannya.
Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini
bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa
agama-agama yang bertentangan. Diterjemahkannya kitab
ilmu ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun
mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir
untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka
semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan
bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran.
Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut bergabung
dalam rangka merusak persatuan umat.
Hal itu terus berlangsung hingga zaman kita sekarang
dan sampai masa yang dikehendaki Allah. Walaupun
demikian kita tetap bersyukur kepada Allah karena
Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah masih
tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan
ajaran Islam yang benar berjalan diatasnya, dan
menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada dalam
keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits
Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya
dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia
dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya
hujjah atas para penentangnya.
Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada
di atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat
Radhiyallahu 'anhum bersama Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan
maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh
beliau.
"Artinya : Mereka yaitu barangsiapa yang berada
pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari
ini" (Telah berlalu penjelasannya di atas -peny).
Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik
dari orang-orang yang tentang mereka Allah telah
berfirman.
"Artinya : Maka mengapakah tidak ada dari
umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai
keutamaan (shalih) yang melarang dari berbuat
kerusakan di muka bumi kecuali sebagian kecil diantara
orang-orang yang telah kami selamatkan diantara
mereka, dan orang-orang yang dzolim hanya mementingkan
kemewahan yang ada pada mereka ; dan mereka adalah
orang-orang yang berdosa". (Huud : 116).
Sesungguhnynya Ahlus Sunnah wal Jama'ah berjalan di
atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam
itiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh
prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab
Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa-apa yang dipegang
oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat,
tabi'in dan para pengikut mereka yang setia.
Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir
berikut.
Prinsip Pertama.
Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan
Taqdir baik dan buruk.
1. Iman kepada Allah
Beriman kepada Allah artinya berikrar dengan
macam-macam tauhid yang tiga serta beriti'qad dan
beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid
uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa -ash-shifaat. Adapun
tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan segala apa yang
dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki,
menghidupkan dan mematikan ; dan bahwasanya Dia itu
adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.
Tauhid uluuhiyyah artinya mengesakan Allah melalui
segala pekerjaan hamba yang dengan cara itu mereka
bisa mendekatkan diri kepada Allah apabila memang hal
itu disyari'atkan oleh-Nya seperti berdo'a, takut,
rojaa' (harap), cinta, dzabh (penyembelihan), nadzr
(janji), isti'aanah (minta pertolongan),
al-istighotsah (minta bantuan), al-isti'adzah (meminta
perlindungan), shalat, shaum, haji, berinfaq di jalan
Allah dan segala apa saja yang disyari'atkan dan
diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi,
wali maupun yang lainnya.
Sedangkan makna tauhid al-asma wash-shifaat adalah
menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasuln-Nya telah
tetapkan atas diri-Nya baik itu berkenaan dengan
nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikan-Nya
dari segala 'aib dan kekurangan sebagaimana hal
tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtstil
(perumpamaan), tanpa tasybiih (penyerupaan), tahrif
(penyelewengan), ta'thil (penafian), dan tanpa takwil
; seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya
dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
(Asy-Syuro : 11)
Dan firman Allah pula.
"Artinya : Dan Allah mempunyai nama-nama yang
baik, maka berdo'alah kamu dengannya". (Al-A'raf :
180).
2. Beriman kepada Para Malaikat-Nya
Yakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya
mereka itu adalah mahluk dari sekian banyak mahluk
Allah, diciptakan dari cahaya. Allah mencitakan
malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan
menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini,
sebagaimana difirmankan Allah.
"Artinya : ....Bahkan malaikat-malaikat itu adalah
mahluk yang dumuliakan, mereka tidak mendahulu-Nya
dalam perkataan dan mereka mengerjakan
perintah-perintah-Nya". (Al-Anbiyaa : 26-27).
"Artinya : Allahlah yang menjadikan para malaikat
sebagai utusan yang memiliki sayap dua, tiga dan empat
; Allah menambah para mahluk-Nya apa-apa yang Dia
kehendaki". (Faathir : 1)
3. Iman kepada Kitab-kitab-Nya
Yakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta
segala kandungannya baik yang berupa hidayah
(petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang
menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah sebagai
petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasanya yang
paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu
adalah tiga kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur'an
dan di antara ketiga kitab agung tersebut ada yang
teragung yakni Al-Qur'an yang merupakan mu'jizat yang
agung. Allah berfirman.
"Artinya : Katakanlah (Hai Muhammad) :
'sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al-Qur'an niscaya mereka tidak
akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka saling
bahu membahu". (Al-isra : 88)
Dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah mengimani bahwa Al-Qur'an
itu adalah kalam (firman) Allah ; dan dia bukanlah
mahluq baik huruf maupun artinya. Berebda dengan
pendapat golongan Jahmiyah dan Mu'tazilah, mereka
mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah mahluk baik huruf
maupun maknanya. Berbeda pula dengan pendapat
Asyaa'irah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan
bahwa kalam (firman) Allah hanyalah artinya saja,
sedangkan huruf-hurufnya adalah mahluk. Menurut Ahlus
Sunnah wal Jama'ah, kedua pendapat tersebut adalah
bathil berdasarkan firman Allah.
"Artinya : Dan jika ada seorang dari kaum
musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia supaya ia sempat mendengar KALAM ALLAH
(Al-Qur'an)". (At-Taubah : 6)
"Artinya : Mereka itu ingin merubah KALAM
Allah".(Al-Fath : 15)
4. Iman Kepada Para Rasul
Yakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah
sebutkan nama mereka maupun yang tidak ; dari yang
pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi
tersebut adalah nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi
wa sallam. Artinya pula, beriman kepada para rasul
seluruhnya dan beriman kepada Nabi kita secara
terperinci serta mengimani bahwasanya beliau adalah
penutup para nabi dan rasul dan tidak ada nabi
sesudahnya ; maka barangsiapa yang keimanannya kepada
para rasul tidak demikian berarti dia telah kafir.
Termasuk pula beriman kepada para rasul adalah tidak
melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak
mereka dan harus berbeda dengan kaum Yahudi dan
Nashara yang berlebih-lebihan terhadap para rasul
mereka sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan
para rasul itu seperti memperlakukan terhadap Tuhanya
(Allah) sebagaimana yang difirmankan Allah.
"Artinya : Dan orang-orang Yahudi berkata : 'Uzair
itu anak Allah ; dan orang-orang Nasharani berkata
:'Isa Al-Masih itu anak Allah...".( At-Taubah : 30)
Sedang orang-orang sufi dan para ahli filsafat telah
bertindak sebaliknya. Mereka telah meerendahkan dan
menghinakan hak para rasul dan lebih mengutamakan para
pemimpin mereka, sedang kaum penyembah berhala dan
atheis telah kafir kepada seluruh rasul tersebut.
Orang-orang Yahudi telah -kafir terhadap Nabi Isa dan
Muhammad 'alaihima shalatu wa sallam ; sedangkan
orang-orang Nashara telah kafir kepada Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan orang-orang yang
mengimani sebagian- mengingkari sebagian (dari para
rasul Allah), maka dia telah mengingkari dengan
seluruh rasul, Allah telah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafur
kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya dan bermaksud
memperbedakan antara (keimana kepada) Allah dan
Rasul-Nya, dengan mengatakan : Kami beriman kepada
yang sebagian dan kami kafir kepada sebagian (yang
lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu)
mengambil jalan diantara yang demikian (iman dan
kafir) merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya, kami telah menyediakan untuk mereka
siksa yang menghinakan". (An-Nisaa : 150-151).
Dan Allah juga berfirman.
"Artinya : Kami tidak mebeda-bedakan satu diantara
Rasul-rasul-Nya ....".(Al-Baqarah : 285)
5. Iman Kepada Hari Akhirat
Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah
kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan
Rasul-Nya baik tentang adzab dan ni'mat kubur, hari
kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di
padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya
segala amal perbuatn dan pemberian buku laporan amal
dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan
(sirat), serta syurga dan neraka. Disamping itu
keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan
sholeh dan meninggalkan amalan sayyi-aat (jahat) serta
bertaubat dari padanya.
Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir
orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang
orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimani hal ini
dengan keimanan yan benar sesuai dengan tuntutan,
walau mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman
Allah.
"Artinya : Dan mereka (Yahudi dan Nashara) berkata
: 'Sekali-kali tidaklah masuk syurga kecuali
orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nashara.
Demikianlah angan-angan mereka ......".(Al-Baqarah :
111).
"Artinya : Dan mereka berkata : Kami sekali-kali
tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya dalam
beberapa hari saja". (Al-Baqarah : 80).
6. Iman kepada taqdir.
Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa
yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan
dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya
segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir,
iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki,
ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah
itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan.
Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak
dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan
yang mengantar mereka pada keta'atan atau ma'shiyat,
akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak
Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang
mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan
pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan
kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan
bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri
sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan
pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu
terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.
Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di
atas dengan firman-Nya.
"Artinya : Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti
itu kecuali apabila Allah menghendakinya". (At-Takwir
: 29)
Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi
setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang
ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak
Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan
Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan
sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan
dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan
hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong
orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan
dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.
Prinsip Kedua
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah
adalah : bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan dan
keyakinan yang bisa bertambah dengan keta'atan dan
berkurang dengan kema'shiyatan, maka iman itu bukan
hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab
yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan
bukan pula iman itu hanya sekedar ma'rifah
(mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab
yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir
yang menolak kebenaran. Allah berfirman.
"Artinya : Dan mereka mengingkarinya karena
kedzoliman dan kesombongan (mereka), padahal hati-hati
mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan
orang-orang yang berbuat kerusakan itu". (An-Naml :
14)
"Artinya : ....... karena sebenarnya mereka bukan
mendustakanmu, akan tetapi orang-orang yang dzolim itu
menentang ayat-ayat Allah". (Al-An'aam : 33)
"Artinya : Dan kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh
telah nyata bagi kamu kehancuran tempat-tempat tinggal
mereka. Dan syetan menjadikan mereka memandang baik
perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari
jalan Allah padahal mereka adalah orang-orang yang
berpandangan tajam" (Al-Ankabut : 38)
Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati
atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan
karena yang demikian adalah keimanan golongan Murji'ah
; Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk
iman sebagaimana tersebut dalam firman-Nya.
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman
hanyalah mereka yang apabila ia disebut nama Allah
tergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat
Allah bertambahlah imannya dan kepada Allahlah mereka
bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan
shalat, dan yang menafkahkan apa-apa yang telah
dikaruniakan kepada mereka. Merekalah orang-orang
mu'min yang sebenarnya ..." (Al-Anfaal : 2-4).
"Artinya : Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
iman kalian" (Al-Baqarah : 143).
Prinsip Ketiga
Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama'ah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan
seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia
melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya.
Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak
ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir.
Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku
(dosa besar tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi
dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia
mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam
kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan
mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka,
telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa-dosa
selainnya bagi siapa yang dikehendakinya ..."
(An-Nisaa : 48).
Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah ini
berada di tengah-tengah antara Khawarij yang
mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar
walau bukan termasuk syirik dan Murji'ah yang
mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu'min
sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak
berarti suatu dosa/ma'shiyat dengan adanya iman
sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan ta'at
dengan adanya kekafiran.
Prinsip Keempat
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah
adalah wajibnya ta'at kepada pemimpin kaum muslimin
selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat
kema'skshiyatan, apabila mereka memerintahkan
perbuatan ma'shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk
menta'atinya namun tetap wajib ta'at dalam kebenaran
lainnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta'atlah
kamu kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul serta para
pemimpin diantara kalian ..." (An-Nisaa : 59)
Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Artinya : Dan aku berwasiat kepada kalian agar
kalian bertaqwa kepada Allah dan mendengar dan ta'at
walaupun yang memimpin kalian seorang hamba".(Telah
terdahulu takhrijnya, merupakan potongan hadits
'Irbadh bin Sariyah tentang nasihat Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya).
Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah memandang bahwa ma'shiyat
kepada seorang amir yang muslim itu merupakan
ma'shiyat kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam,
sebagaimana sabdanya.
"Artinya : Barangsiapa yang ta'at kepada amir
(yang muslim) maka dia ta'at kepadaku dan barangsiapa
yang ma'shiyat kepada amir maka dia ma'shiyat
kepadaku". (Dikelaurkan oleh Bukhari 4/7137, Muslim 4
Juz 12 hal. 223 atas Syarah Nawawi).
Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama'ah-pun memandang
bolehnya shalat dan berjihad di belakang para amir dan
menasehati serta medo'akan mereka untuk kebaikan dan
keistiqomahan.
Prinsip Kelima
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah
adalah haramnya keluar untuk memberontak terhadap
pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan
hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak
termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang
wajibnya ta'at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan
ma'shiyat dan selama belum tampak pada mereka
kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu'tazilah yang
mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin
yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk
amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai
amar ma'ruf nahi munkar. Sedang pada kenyataannya,
keyakinan Mu'tazilah seperti ini merupakan kemunkaran
yang besar karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang
besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan
kerawanan dari pihak musuh.
Prinsip Keenam
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah
adalah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para
sahabat Rasul Radhiyallahu 'anhum sebagaimana hal ini
telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan
pujian-pujian terhadap mereka.
"Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah
mereka mengatakan : Ya Allah, ampunilah kami dan
saudara-suadara kami yang telah mendahului kami dalam
iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami
kebencian kepada orang-orang yang beriman : Ya Allah,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang". (Al-Hasyr : 10).
Dan sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam.
"Artinya : Janganlah kamu sekali-kali mencela
sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku
ditangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara
kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya
tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang
diantara mereka tidak juga setengahnya". (Dikeluarkan
oleh Bukhary 3/3673, dan Muslim 6/ Juz 16 hal 92-93
atas Syarah Nawawy).
Berlainan dengan sikap orang-orang ahlul bid'ah baik
dari kalangan Rafidhoh maupun Khawarij yang mencela
dan meremehkan keutamaan para sahabat.
Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Abu
Bakar, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhumajma'in.
Barangsiapa yang mencela salah satu khalifah diantara
mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena
bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan
mereka dalam silsilah seperti ini.
Prinsip Ketujuh
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah
adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasul
Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya.
"Artinya : Sesunnguhnya aku mengingatkan kalian
dengan ahli baitku". ( Dikeluarkan Muslim 5 Juz 15,
hal 180 Nawawy, Ahmad 4/366-367 dan Ibnu Abi 'Ashim
dalam kitab As-Sunnah No. 629).
Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah
istri-istrinya sebagai ibu kaum mu'minin Radhiyallahu
'anhunna wa ardhaahunna. Dan sungguh Allah telah
berfirman tentang mereka setelah menegur mereka.
"Artinya : Wahai wanita-wanita nabi
........".(Al-Ahzab : 32)
Kemudian mengarahkan nasehat-nasehat kepada mereka dan
menjanjikan mereka dengan pahala yang besar, Allah
berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
mensucikan kamu sesuci-sucinya". ( Al-Ahzab : 33)
Pada pokoknya ahlul bait itu adalah saudara-saudara
dekat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang
dimaksud disini khususnya adalah yang sholeh diantara
mereka. Sedang sudara-saudara dekat yang tidak sholeh
seperti pamannya, Abu Lahab maka tidak memiliki hak.
Allah berfirman.
"Artinya : Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan
sesungguhnya celaka dia". (Al-Lahab : 1).
Maka sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat
kepada Rasul tanpa keshalehan dalam ber-din (Islam),
tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun baginya, Rasul
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya :Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri
kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di
hadapan Allah sedikitpun ; ya Abbas paman Rasulullah,
aku tidak dapat memberikan manfa'at apapun di hadapan
Allah. Ya Shofiyyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat
memberi manfaat apapun di hadapan Allah, ya Fatimah
anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu aku tidak
dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah".
(Dikeluarkan oleh Bukhary 3/4771, 2/2753, Muslim 1 Juz
3 hal 80-81 Nawawy).
Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut
mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan
penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan
terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu
ibadah kepada mereka. Adapaun keyakinan bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat
selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah
berfirman.
"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Bahwasanya
aku tidak kuasa mendatangkan kemadlaratan dan manfaat
bagi kalian". (Al-Jin : 21).
"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Aku tidak
memiliki manfaat atau madlarat atas diriku kecuali
apa-apa yang tidak dikehendaki oleh Allah , kalaulah
aku mengetahui yang ghaib sunguh aku aka perbanyak
berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemadlaratan".
(Al-A'raf : 188)
Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula
yang lainnya. Jadi, apa yang diyakini sebagian manusia
terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan yang
bathil.
Prinsip Kedelapan
Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah
membenarkan adanya karomah para wali yaitu apa-apa
yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian
mereka, berupa hal-hal yang luar biasa sebagai
penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut
telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Sedang golongan yang mengingkari adanya
karomah-karomah tersebut daintaranya Mu'tazilah dan
Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari
sesuatu yang diketahuinya. Akan tetapi kita harus
mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita
sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan
berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang
sebenarnya bukan termasuk karomah baik berupa
jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan
dan para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar
biasa lainnya itu jelas, Karomah adalah kejadian luar
biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya
yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang
biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang
kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan
manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah
bersumber pada keta'atan, sedang sihir bersumber pada
kekafiran dan ma'shiyat.
Prinsip Kesembilan
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah
adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa
yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik secara
lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang
dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin
maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti
Al-Khulafaur-rasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah
dalam sabdanya.
"Artinya : Berepegang teguhlah kamu kepada
sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyid-iin yang mendapat
petunjuk". (Telah terdahulu takhrijnya).
Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan
perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda
Rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul
Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur'an
dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah
disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar
yang pertama ; yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. Segala
hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan
kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah telah berfirman.
"Artinya : Maka jika kalian berselisih tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya
jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari
akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan
lebih baik akibatnya". (An-Nisaa : 59)
Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema'shuman
seseorang selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan mereka tidak berta'ashub pada suatu
pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan
Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid
itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka
tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang
telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul
'ilmi.
Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah
ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan
saling memutuskan hubungan diantara mereka,
sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta'ashub dan
ahlul bid'ah. Sungguh mereka tetap metolerir perbedaan
yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling
mencintai dan berwali satu sama lain ; sebagian mereka
tetap shalat di belakang sebagian yang lain betapapun
adanya perbedaan masalah far'i (cabang) diantara
mereka. Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi,
mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang
yang menyimpang dari golongan mereka.
Penutup
Kemudian dengan adanya prinsip-prinsip yang
dikemukakan dimuka, mereka senantiasa ber-akhlak mulia
sebagai pelengkap aqidah yang diyakininya.
Diantara sifat-sifat yang agung itu adalah.
Pertama
Mereka beramar ma'ruf dan nahi mungkar seperti yang
telah diwajibkan syari'at dalam firman Allah berikut.
"Artinya : Jadilah kalian umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, beramar ma'ruf dan nahi
munkar dan kalian beriman kepada Allah". (Ali-Imran :
110).
"Artinya : Barangsiapa diantara kamu menyaksikan
suatu kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan
tangannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan
lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya
dan yang demikian itulah selemah-lemah iman".
(Dikeluarkan oleh Muslim 1/Juz 2 hal. 22-25 syarah
Nawawy dari Abu Sa'id Al-Khudry).
Sekali lagi, amar ma'ruf nahi munkar hanya terhadap
apa-apa yang diwajibkan oleh syari'at. Sedangkan
golongan Muta'zilah mengeluarkan amar ma'ruf dan nahi
munkar dari apa-apa yang diwajibkan oleh syara,
sehingga mereka berpandangan bahwa amar ma'ruf nahi
munkar adalah keluar dari para pemimpin kaum muslimin
apabila mereka melakukan ma'shiyat walaupun belum
termasuk perbuatan kufur. Sedang Ahlus Sunnah Wal
Jama'ah memandang wajib menasehati mereka dalam hal
kema'shiyatannya tanpa harus memberontak kepada
mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersatukan
kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan.
Telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah : Barangkali hampir tidak dikenal suatu
kelompok keluar memberontak terhadap pemilik kekuasaan
kecuali lebih banyaknya kerusakan yang terjadi
ketimbang terhapusnya kemunkaran (melalui cara
pemberontakan tersebut).
Kedua.
Ahlus Sunnah wal Jama'ah menjaga tetap tegaknya syi'ar
Islam baik dengan menegakkan shalat Jum'at dan shalat
berjama'ah sebagai pembeda terhadap kalangan ahlul
bid'ah dan orang-orang munafik yang tidak mendirikan
shalat Jum'at maupun shalat Jama'ah.
Ketiga
Menegakkan nasehat bagi setiap muslim dan bekerja sama
serta tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Ad-Din itu nasehat, kami bertanya :
untuk siapa .? Beliau menjawab : Untuk Allah dan
Rasul-Nya dan para imam kaum muslimin serta kaum
muslimin pada umumnya".(Dikeluarkan oleh Muslim I/Juz
2 hal. 36-37 syarah Nawawy, Abu Daud 5/49944, dan
An-Nasaai 7/4197, Imam Ahmad 4/102 dari Tamiim
Ad-Dary).
"Artinya : Mu'min yang satu bagi mu'min yang lain
bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling
mengokohkan". (Dikeluarkan oleh Bukhary 4/6026 dan
Muslim 6/Juz 16 hal. 139 syarah Nawawy).
Keempat.
Mereka tegar dalam menghadapi ujian-ujian dengan sabar
ketika mendapat cobaan-cobaan dan bersyukur ketika
mendapatkan keni'matan dan menerimanya dengan
ketentuan Allah.
Kelima
Bahwasanya mereka selalu berahlak mulia dan beramal
baik, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung
tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, dan
mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong,
dzolim (aniaya) sesuai dengan firman Allah.
"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib, kerabat,
anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri".
(An-Nisaa : 36)
"Artinya : Sesempurna-sempurna iman seorang mu'min
adalah yang baik ahlaknya". (Dikeluarkan oleh Imam
Ahmad 13 No. 7396, Tirmidzi 3/1162, Abu Daud 5/4682,
dan Al-Haitsamy dalam Mawarid No. 1311, 1926).
Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar berkenan
menjadikan kita semua bagian dari mereka dan tidak
menjadikan hati kita condong kepada kekafiran setelah
diberi petunjuk (hidayah-Nya) dan semoga shalawat
serta salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya beserta
shabat-sahabatnya. Aamin.
No comments:
Post a Comment