Kisah Islamiah kali ini akan menceritakan tentang Mukjizat Tasbih Nabi Yunus.
Nabi Yunus a.s pernah mendapatkan peringatan dari Allah SWT karena telah meninggalkan umatnya.
Tubuhnya dimakan oleh seekor ikan Paus, namun akhirnya Nabi Yunus dimuntahkankembali dalam keadaan selamat berkat bertobat dan membaca kalimat tasbih.
Kalimat Tasbih.
Kalimat tasbih yang diucapkan oleh Nabi Yunus a.s terjadi di dalam perut ikan paus.
Nabi Yunus diuji oleh Allah SWT karena kurang sabar dan telah meninggalkan kaumnya.
Dikisahkan bahwa Nabi Yunus a.s diperintah oleh Allah SWT untuk berdakwah pada kaum Ninawa.
Negeri Ninawa tersebut adalah negeri yang paling kaya dan besar di masa itu.
Namun sayang, kelapangan rejeki dan kekayaannya yang luar biasa itu justru menyebabkan penduduknya sesat dan tidak beriman kepada Allah SWT.
Mereka melakukan berbagai perbuatan yang dilarang Allah SWT, diantaranya kemaksiatan menyembah berhala dan tidak mau beriman kepada AllahSWT.
Selama bertahun-tahun, Nabi Yunus mengajak umatnya untuk beriman kepada Allah, namun tak ada kaumnya yang mengikuti seruannya, bahkan mendustakan Nabi Yunus a.s, bahkan berusaha menentang ancaman-ancaman yang disampaikannya.
Dimakan Ikan Paus.
Karena tak ada kaumnya yang mau beriman kepada ALlah SWT, Nabi Yunus akhirnya merasa putus asa dan akhirnya meninggalkan kaumnya di saat ancaman dan azab sudah mulai tampak di langit.
Tak Mau dirinya mendapatkan siksa dan azab Allah akibat perbuatan kaumnya yang tak beriman itu, Nabi Yunus pun segera meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah.
Sepeninggal Nabi Yunus, penduduk Ninawa sedang menyaksikan tanda-tanda siksa akan segera turun sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi Yunus a.s, yakni langit tampak menghitam, awan mendung, dan hujan lebat tampaknya akan segera turun.
Mereka pun kemudian menyatakan beriman kepada Allah SWT dan membenarkan apa yang disampaikan Nabi Yunus.
Namun, keimanan dan kesaksian kaum Ninawa tak disaksikan oleh Nabi Yunus a.s yang sudah terlanjur pergi.
Sebaliknya Nabi Yunus a.s yang meninggalkan umatnya justru mendapatkan kesulitan.
Sesaat setelah tiba di tepi pantai, nabi Yunus menumpang sebuah kapal.
Dalam pelayarannya, tiba-tiba laut bergelombang hebat, bahkan angin bertiup kencang.
Karena khawatir akan keselamatan seluruh penumpang, nahkoda pun melakukan pengundian agar salah seorang penumpang keluar dari kapal.
Saat pengundian dilangsungkan, nama yang munculadalah Nabi Yunus a.s.
Ketika sampai tiga kali dilakukan dan nama yang muncul adalah nama Nabi Yunus terus, akhirnya Nabi Yunus pun harus keluar dari kapal yang ketika itu berada di tengah-tengah lautan.
Menyadari semua itu sudah takdir Allah SWT, maka Nabi Yunus pun merelakan dirinya terapung-apung di laut lepas.
Atas kehendak Allah, Nabi Yunus pun dimakan seekor ikan paus.
Mendapat Ampunan Allah.
Dalam perut ikan paus tersebut, Nabi Yunus menyadari akan kesalahannya karena meninggalkan umatnya.
Ia pun senantiasa berdoa dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahannya dengan mengucapkan,
"Laa ilaha illa Anta, Subhanaka ini kuntu minadh dhaalimin."
Artinya:
"Tidak ada Tuhan selain Engkau.Maha Suci Engkau.Sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang dholim."
Demikian doa Nabi Yunus dalam perut ikan paus sebagaimana yang menjadi asbabun nuzul surat Al-Anbiyaa' ayat 87.
Allah SWT mendengar doa Nabi yunus dan mengampuninya.
"Kalau ia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit (kiamat)."
(QS. Al-Shaafaat: 143-144).
Nabi Yunus pun akhirnya dapat keluar dari perut ikan paus setelah ia dimuntahkan ke daratan.
Setelah beberapa saat, akhirnya ia kembali ke Ninawa dan mendapat kaum yang beriman.
Ia pun disambut umatnya yang berjumlah mencapai 100 ribu orang, dan umatnya mendapatkan kenikmatan yang luar biasa di waktu yang telah ditentukan.
Mari kita ambil hikmah, suri tauladan sekaligus uswah dari kisah Nabi Yunus a.s ini
Friday, February 25, 2011
Thursday, February 17, 2011
Berebut Warisan | Cerita Pendek
Kisah berikut ini diharapkan akan membuka mata kita tentang betapa mudahnya manusia dimanipulasi oleh konsep psikologi dan permainan otak sendiri.
Ceritanya...
Oh tidaak...pokoknya tidaak...
Serua anak pertama yang menduduki kepala bagian pada suatu perusahaan dimana perusahaan tersebut yang tadinya dipimpin oleh ayah mereka.
Tidaaak...
Semuanya penipu...
Teriak anak kedua yang juga ambil bagian dalam perusahaan itu.
Curaang...
Semua yang ada disini curang dan tidak berperikemanusiaan...
Sahut anak ketiga yang juga masih punya andil dalam perusahaan keluarga tersebut.
Dan ketika itu seorang penasehat perusahaan yang sudah cukup lama bekerja pada perusahaan yang ayah pimpin mencoba menjadi penengah karena perdebatan ini, tepatnya mengenai sebuah warisan yang ayah mereka titipkan dalam sebuah surat wasiat.
Berlanjut...
Ceritanya...
Oh tidaak...pokoknya tidaak...
Serua anak pertama yang menduduki kepala bagian pada suatu perusahaan dimana perusahaan tersebut yang tadinya dipimpin oleh ayah mereka.
Tidaaak...
Semuanya penipu...
Teriak anak kedua yang juga ambil bagian dalam perusahaan itu.
Curaang...
Semua yang ada disini curang dan tidak berperikemanusiaan...
Sahut anak ketiga yang juga masih punya andil dalam perusahaan keluarga tersebut.
Dan ketika itu seorang penasehat perusahaan yang sudah cukup lama bekerja pada perusahaan yang ayah pimpin mencoba menjadi penengah karena perdebatan ini, tepatnya mengenai sebuah warisan yang ayah mereka titipkan dalam sebuah surat wasiat.
Berlanjut...
Wednesday, February 9, 2011
Surat Buat Ibunda
PUISI Ibunda…
Malam begitu sepi
Rintik hujan mengirimkan sunyi dan dingin
Menusuk ke dalam relung jiwaku
Kurapatkan selimutku
Dan kuhirup kopi malamku yang pekat
Kuluruskan kakiku di kursi dan memandangi luar jendela
Terbias cahaya lampu taman
Dan berjuta serangga terbang mengelilinginya
Ibunda…
Sunyi tiba-tiba menggetarkan aku akan sebuah rindu
Dan malam gelap bergambarkan bayangan wajah itu
Wajah ayu yang memancarkan energi illahi
Dan semakin menua oleh berjalannya waktu
Getar ini, semakin kuat mengoyak sukmaku
Lihatlah, alangkah rindu aku akan semua perjalanan waktu yang telah kita lalui bersama dahulu
Ibunda…
Malam ini, apakah Ibunda juga merasakan,
Aku benar-benar tak berdaya, terpenjara oleh semua kenangan itu
Saat kita berdua, dalam keceriaan, dalam kesedihan dan dalam perdebatan-perdebatan
Atau, indahnya saat-saat kita berbicara tentang apa saja
Tentang cita-cita, tentang cinta, tentang manusia dan tentang kehidupan
Ibunda…
Waktu itu, Ibunda menanyakan padaku tentang seorang laki-laki
Aku malu menjawab pertanyaan itu,
tetapi pikiranku terbayang pada lelaki yang telah mencuri hatiku
Lalu aku katakan sebuah keyakinan bahwa dia akan menjadi jodohku
Ibunda terdiam….
Seakan tak setuju dengan kesombonganku
Sorot mata itu isyaratkan bahwa aku tak berhak berbicara apapun mengenai sebuah takdir cinta
Mata Ibunda seperti berkata, Nak, hanya Tuhan yang tahu akan semua jalan takdir cintamu…
Lalu lelaki itu meninggalkanku dalam luka
Dan aku tak pernah berani bercerita lagi kepadamu tentangnya, Ibunda
Ibunda…
Kemudian Ibunda tanyakan tentang cita-citaku
Kukatakan bahwa aku ingin menuliskan apa saja tentang kehidupan manusia
Manusia dengan segala tingkah polahnya
Yang lemah harus dibela dan yang angkara harus di tentang
Ibunda terdiam…
Aku melihat sorot mata itu menjadi begitu cemas
Seakan berkata, hati-hatilah Nak, kau akan menantang bahaya…
Ibunda…
Lalu Ibunda bertanya tentang manusia
Aku berkata bahwa manusia selalu berpijak kepada tingkah lakunya
Mereka yang menjalani kebenaran
Akan menemukan terang seperti terangnya bintang
Dan mereka yang menjalani keburukan
Akan terpenjara dalam nista dan membeku dalam dendam dan hukuman
Ibunda terdiam…
Aku melihat binar itu lagi, seakan berkata, temukan jalan itu, Nak, dan tetaplah dalam kebenaran…”
Ibunda…
Lalu kita berbincang tentang kehidupan
Ku berpendapat bahwa kehidupan ini semacam ujian bagi manusia
Manusia hidup sesekali waktu akan berada di atas
Sesekali waktu akan berada di bawah
Kalau di atas, kataku, jangan bersombong, karena semua yang dimiliki itu hanya titipan dari Tuhan
Sedangkan jika berada di bawah, kataku, jangan pernah merasakan rendah dan nista
Karena Tuhan sedang menguji dan Tuhan tak melihat manusia dari apa yang mereka miliki
Ibunda lagi-lagi terdiam…
Tetapi mata itu seakan berkata, bersiaplah dan tetaplah menjadi kuat, Nak, karena hanya kekuatan akan kau arungi semua kesedihan dan kebahagiaan dengan sempurna
Ibunda…
Malam ini, lihatlah anakmu dicekam oleh gelap malam
Menggigil oleh rindu…
Terbayang saat-saat kita bersama menyusuri kebun-kebun bunga dulu
Berbincang tentang warna-warna bunga yang begitu indah
Dan bayangan mengenai semua keindahan bunga-bunga itu
atau wanginya yang membius nafasku, terngiang sampai kini, Ibunda
Dan Ibunda katakan dalam sorot mata kekaguman…
bunga adalah pesona keagungan Tuhan yang tak tertandingi apapun,
Sambil berdua kita memenuhi keranjang itu dengan bunga-bunga…
Ibunda…
Di luar, langit masih kelam
Gerimis telah usai menyisakan titik-titik air di sudut daun-daunan
Bulan malu-malu bersembunyi di balik awan
Mengingatkan aku akan malam-malam kita merencanakan perayaan-perayaan
Memasak hingga terkuras tenaga dan pikiran
Mengatur bunga-bunga dalam vas dan mengatur piring-piring di meja makan
Tak berhenti aku memuji nikmatnya makanan-makanan buatanmu itu
Atau kue-kue sederhana yang kau buat dengan hikmat
Alangkah rindunya aku akan semua itu
Ibunda…
Atau saat hari raya kita duduk bersama dengan semua saudaraku
dan juga Bapak saat masih ada bersama kita
Satu persatu kami anak-anakmu bersujud di lututmu
Lalu bergantian bersujud pada Bapak
Kami juga mendengarkan petuah pendekmu, Nak, jadilah manusia yang berguna…
Lalu aku selalu mendengar isak tangismu dan ada bulir air mata terjatuh di pipimu..
Ibunda…
Waktu terus berjalan mematangkan hidupku
Keberanian yang kau tanamkan menjadikanku angkuh dan sombong
Kepandaian dan kemahiran yang kau dukung
Menjadikanku lupa segalanya
Kemudian aku terkungkung dalam lingkaran keangkuhanku
Terbius oleh segala puja dan puji
Seakan akulah jagoan yang telah menaklukkan semua kehidupan itu
Aku mulai membantahmu
Aku mulai mendebatmu
Duh, Ibunda.. setan mana yang telah berani mengajariku begitu
Ibunda…
Sampai suatu saat, cahaya itu kembali datang kepadaku
Indahnya seperti sorot mata ketabahanmu
Terangnya seperti kerling indah di sudut mata kelabumu
Hatiku seperti tersentak oleh peringatan itu
Jiwaku terus bergetar mencari jalan menunjumu
Kulawan segala keangkuhan dan kesombonganku
Kusingkirkan segala kekakuan dan kekeraskepalaanku
Aku melawan semua itu dengan sekuat tenagaku
Ibunda…
Aku terus melawan, dan menemukan kesadaran itu
Bahwa hanya Ibunda tumpuan segala gundah dan kegelisahanku
Restumu adalah mata air bagi kehidupanku
Ridomu adalah jalan keluar bagi kemudahanku
Ibunda…
Kini aku akan datang padamu untuk bersujud
Aku ingin menangis di pangkuanmu
Aku ingin sisa-sisa hariku kembali berdamai dengan cahaya matamu
Aku ingin kau kembali padaku dengan lembut sentuhanmu
Dan aku ingin kembali berteduh dalam suci hatimu
Ibunda…
Sambutlah tangan anakmu ini
Marilah kembali kita menyusuri kebun bunga
Dan akan kupetik bunga terindah, hanya untukmu…
Ibunda…
Malam masih gulita
Dan kelelawar-kelelawar bernyanyi dalam lengkingan-lengkingan
Aku masih merindu
Rindu terdalam yang pernah kurasakan
Rindu padamu Ibunda…..
Rindu padamu Ibunda….
Ibunda…
Ibunda…
Jakarta, 10 February 2011
Malam begitu sepi
Rintik hujan mengirimkan sunyi dan dingin
Menusuk ke dalam relung jiwaku
Kurapatkan selimutku
Dan kuhirup kopi malamku yang pekat
Kuluruskan kakiku di kursi dan memandangi luar jendela
Terbias cahaya lampu taman
Dan berjuta serangga terbang mengelilinginya
Ibunda…
Sunyi tiba-tiba menggetarkan aku akan sebuah rindu
Dan malam gelap bergambarkan bayangan wajah itu
Wajah ayu yang memancarkan energi illahi
Dan semakin menua oleh berjalannya waktu
Getar ini, semakin kuat mengoyak sukmaku
Lihatlah, alangkah rindu aku akan semua perjalanan waktu yang telah kita lalui bersama dahulu
Ibunda…
Malam ini, apakah Ibunda juga merasakan,
Aku benar-benar tak berdaya, terpenjara oleh semua kenangan itu
Saat kita berdua, dalam keceriaan, dalam kesedihan dan dalam perdebatan-perdebatan
Atau, indahnya saat-saat kita berbicara tentang apa saja
Tentang cita-cita, tentang cinta, tentang manusia dan tentang kehidupan
Ibunda…
Waktu itu, Ibunda menanyakan padaku tentang seorang laki-laki
Aku malu menjawab pertanyaan itu,
tetapi pikiranku terbayang pada lelaki yang telah mencuri hatiku
Lalu aku katakan sebuah keyakinan bahwa dia akan menjadi jodohku
Ibunda terdiam….
Seakan tak setuju dengan kesombonganku
Sorot mata itu isyaratkan bahwa aku tak berhak berbicara apapun mengenai sebuah takdir cinta
Mata Ibunda seperti berkata, Nak, hanya Tuhan yang tahu akan semua jalan takdir cintamu…
Lalu lelaki itu meninggalkanku dalam luka
Dan aku tak pernah berani bercerita lagi kepadamu tentangnya, Ibunda
Ibunda…
Kemudian Ibunda tanyakan tentang cita-citaku
Kukatakan bahwa aku ingin menuliskan apa saja tentang kehidupan manusia
Manusia dengan segala tingkah polahnya
Yang lemah harus dibela dan yang angkara harus di tentang
Ibunda terdiam…
Aku melihat sorot mata itu menjadi begitu cemas
Seakan berkata, hati-hatilah Nak, kau akan menantang bahaya…
Ibunda…
Lalu Ibunda bertanya tentang manusia
Aku berkata bahwa manusia selalu berpijak kepada tingkah lakunya
Mereka yang menjalani kebenaran
Akan menemukan terang seperti terangnya bintang
Dan mereka yang menjalani keburukan
Akan terpenjara dalam nista dan membeku dalam dendam dan hukuman
Ibunda terdiam…
Aku melihat binar itu lagi, seakan berkata, temukan jalan itu, Nak, dan tetaplah dalam kebenaran…”
Ibunda…
Lalu kita berbincang tentang kehidupan
Ku berpendapat bahwa kehidupan ini semacam ujian bagi manusia
Manusia hidup sesekali waktu akan berada di atas
Sesekali waktu akan berada di bawah
Kalau di atas, kataku, jangan bersombong, karena semua yang dimiliki itu hanya titipan dari Tuhan
Sedangkan jika berada di bawah, kataku, jangan pernah merasakan rendah dan nista
Karena Tuhan sedang menguji dan Tuhan tak melihat manusia dari apa yang mereka miliki
Ibunda lagi-lagi terdiam…
Tetapi mata itu seakan berkata, bersiaplah dan tetaplah menjadi kuat, Nak, karena hanya kekuatan akan kau arungi semua kesedihan dan kebahagiaan dengan sempurna
Ibunda…
Malam ini, lihatlah anakmu dicekam oleh gelap malam
Menggigil oleh rindu…
Terbayang saat-saat kita bersama menyusuri kebun-kebun bunga dulu
Berbincang tentang warna-warna bunga yang begitu indah
Dan bayangan mengenai semua keindahan bunga-bunga itu
atau wanginya yang membius nafasku, terngiang sampai kini, Ibunda
Dan Ibunda katakan dalam sorot mata kekaguman…
bunga adalah pesona keagungan Tuhan yang tak tertandingi apapun,
Sambil berdua kita memenuhi keranjang itu dengan bunga-bunga…
Ibunda…
Di luar, langit masih kelam
Gerimis telah usai menyisakan titik-titik air di sudut daun-daunan
Bulan malu-malu bersembunyi di balik awan
Mengingatkan aku akan malam-malam kita merencanakan perayaan-perayaan
Memasak hingga terkuras tenaga dan pikiran
Mengatur bunga-bunga dalam vas dan mengatur piring-piring di meja makan
Tak berhenti aku memuji nikmatnya makanan-makanan buatanmu itu
Atau kue-kue sederhana yang kau buat dengan hikmat
Alangkah rindunya aku akan semua itu
Ibunda…
Atau saat hari raya kita duduk bersama dengan semua saudaraku
dan juga Bapak saat masih ada bersama kita
Satu persatu kami anak-anakmu bersujud di lututmu
Lalu bergantian bersujud pada Bapak
Kami juga mendengarkan petuah pendekmu, Nak, jadilah manusia yang berguna…
Lalu aku selalu mendengar isak tangismu dan ada bulir air mata terjatuh di pipimu..
Ibunda…
Waktu terus berjalan mematangkan hidupku
Keberanian yang kau tanamkan menjadikanku angkuh dan sombong
Kepandaian dan kemahiran yang kau dukung
Menjadikanku lupa segalanya
Kemudian aku terkungkung dalam lingkaran keangkuhanku
Terbius oleh segala puja dan puji
Seakan akulah jagoan yang telah menaklukkan semua kehidupan itu
Aku mulai membantahmu
Aku mulai mendebatmu
Duh, Ibunda.. setan mana yang telah berani mengajariku begitu
Ibunda…
Sampai suatu saat, cahaya itu kembali datang kepadaku
Indahnya seperti sorot mata ketabahanmu
Terangnya seperti kerling indah di sudut mata kelabumu
Hatiku seperti tersentak oleh peringatan itu
Jiwaku terus bergetar mencari jalan menunjumu
Kulawan segala keangkuhan dan kesombonganku
Kusingkirkan segala kekakuan dan kekeraskepalaanku
Aku melawan semua itu dengan sekuat tenagaku
Ibunda…
Aku terus melawan, dan menemukan kesadaran itu
Bahwa hanya Ibunda tumpuan segala gundah dan kegelisahanku
Restumu adalah mata air bagi kehidupanku
Ridomu adalah jalan keluar bagi kemudahanku
Ibunda…
Kini aku akan datang padamu untuk bersujud
Aku ingin menangis di pangkuanmu
Aku ingin sisa-sisa hariku kembali berdamai dengan cahaya matamu
Aku ingin kau kembali padaku dengan lembut sentuhanmu
Dan aku ingin kembali berteduh dalam suci hatimu
Ibunda…
Sambutlah tangan anakmu ini
Marilah kembali kita menyusuri kebun bunga
Dan akan kupetik bunga terindah, hanya untukmu…
Ibunda…
Malam masih gulita
Dan kelelawar-kelelawar bernyanyi dalam lengkingan-lengkingan
Aku masih merindu
Rindu terdalam yang pernah kurasakan
Rindu padamu Ibunda…..
Rindu padamu Ibunda….
Ibunda…
Ibunda…
Jakarta, 10 February 2011
Friday, February 4, 2011
Memaknai Pekerjaan
Kisah islamiah kali ini akan menceritakan tentang memaknai pekerjaan.
Cerita yang pantas dijadikan bahan renungan.
Uswah sekaligus teladan.
Hari itu merupakan kali pertama Wawan bersama ibunya naik bus trans surabaya rute bungur-wonokromo.
Awalnya tak ada keluh kesah yang ia perlihatkan kepada ibunya.
Namun sesampainya di halte bus, ia sempat dibuat bingung.
"Bu, kok suara dari bus ini tidak ada, sekarang tiba-tiba ada, tapi tidak sama dengan yang diteriakkan pak kondektur tadi ya...
Wawan jadi bingung, kita sudah sampai mana sih?" tanya wawan yang sudah kelas 3 SD itu.
"Oh, yang baru saja kita lewati tadi halte Polda, seperti yang diteriakkan pak kondektur.
Tadi pak sopir sempat lupa menekan tombol pengeras suara bus, sehingga yang kita dengar nama halte sebelumnya," jelas sang ibu.
"Jadi, yang benar pak kondektur ya Bu?" tanya wawan lagi.
"Iya sayang..," jawab ibunya dengan tersenyum.
Wawan terdiam sejenak.
Ia melihat sekelilingnya seolah menikmati perjalanan di dalam angkutan umun yang lumayan nyaman itu.
Namun rupanya masih ada yang mengganjal di benaknya.
Perbincangan dengan ibunya pun berlanjut lagi.
"Tapi Buk...kok pak sopir bisa lupa sih?
Padahal dia kan sudah biasa membawa bus ini kan?"
"Betul Nak, ia sudah terlatih mengemudikan bus umum ini.
Tapi, tak lama setelah kita masuk bus, ibu lihat pak sopir sedang menerima telepon dari seseorang, sehingga lupa memencet tombol."
Mereka pun tiba ditempat tujuan, dan keluar di halte paling akhir.
Selepas keluar dari bus, wawan ingin tanya lagi ke ibunya.
Perbincangan dilanjut lagi rupanya.
Huuh...mokong tenan wawan iki...wis turune mlungker...akeh takone ae haha..
"Kata Bapak, menurut aturan lalu lintas, kalau sedang menyetir tidak boleh menelepon kan Buk.
Betul kan Buk?"
"Iya...tujuan aturan tersebut agar tidak terjadi kecelakaan.
Beruntung tidak terjadi apa-apa, sehingga kita sampai di sini."
Uwis Wan Ojo men takon ae, engko tak jewer lo...
Cerita dan kisah diatas hanya fiktif belaka.
Maaf kalo ada kesamaan nama atau tempat yang menyalahi.
Contoh di atas adalah sebuah cerita betapa wawan yang masih kanak-kanak pun bisa merasakan dampak kalau seseorang bekerja dengan tidak profesional.
Bila seseorang bekerja tidak profesional, maka secara langsung atau tidak langsung orang lain akan dibuat tidak nyaman.
Ketidakprofesionalan itu merupakan buah dari ketidakmampuan ia dalam memaknai pekerjaan yang secara sadar ia pilih.
Apapun profesinya.
Jika sering kerja tak profesional, bekerja tidak dengan hasil terbaik dan bermutu standar tinggi.
Ia sering lupa akan kewajiban, tetapi selalu ingat pada hak sebagai pekerja.
Tapi...
Ada tapinya sob...
Kalau kerjamu profesional...apakah hak akan diberikan dengan ideal...
Tergantung bosnya aku kira.
Ironis...
Thanks to my friend, Didik.
Sori aku pinjam namamu untuk contoh.
Cerita yang pantas dijadikan bahan renungan.
Uswah sekaligus teladan.
Hari itu merupakan kali pertama Wawan bersama ibunya naik bus trans surabaya rute bungur-wonokromo.
Awalnya tak ada keluh kesah yang ia perlihatkan kepada ibunya.
Namun sesampainya di halte bus, ia sempat dibuat bingung.
"Bu, kok suara dari bus ini tidak ada, sekarang tiba-tiba ada, tapi tidak sama dengan yang diteriakkan pak kondektur tadi ya...
Wawan jadi bingung, kita sudah sampai mana sih?" tanya wawan yang sudah kelas 3 SD itu.
"Oh, yang baru saja kita lewati tadi halte Polda, seperti yang diteriakkan pak kondektur.
Tadi pak sopir sempat lupa menekan tombol pengeras suara bus, sehingga yang kita dengar nama halte sebelumnya," jelas sang ibu.
"Jadi, yang benar pak kondektur ya Bu?" tanya wawan lagi.
"Iya sayang..," jawab ibunya dengan tersenyum.
Wawan terdiam sejenak.
Ia melihat sekelilingnya seolah menikmati perjalanan di dalam angkutan umun yang lumayan nyaman itu.
Namun rupanya masih ada yang mengganjal di benaknya.
Perbincangan dengan ibunya pun berlanjut lagi.
"Tapi Buk...kok pak sopir bisa lupa sih?
Padahal dia kan sudah biasa membawa bus ini kan?"
"Betul Nak, ia sudah terlatih mengemudikan bus umum ini.
Tapi, tak lama setelah kita masuk bus, ibu lihat pak sopir sedang menerima telepon dari seseorang, sehingga lupa memencet tombol."
Mereka pun tiba ditempat tujuan, dan keluar di halte paling akhir.
Selepas keluar dari bus, wawan ingin tanya lagi ke ibunya.
Perbincangan dilanjut lagi rupanya.
Huuh...mokong tenan wawan iki...wis turune mlungker...akeh takone ae haha..
"Kata Bapak, menurut aturan lalu lintas, kalau sedang menyetir tidak boleh menelepon kan Buk.
Betul kan Buk?"
"Iya...tujuan aturan tersebut agar tidak terjadi kecelakaan.
Beruntung tidak terjadi apa-apa, sehingga kita sampai di sini."
Uwis Wan Ojo men takon ae, engko tak jewer lo...
Cerita dan kisah diatas hanya fiktif belaka.
Maaf kalo ada kesamaan nama atau tempat yang menyalahi.
Contoh di atas adalah sebuah cerita betapa wawan yang masih kanak-kanak pun bisa merasakan dampak kalau seseorang bekerja dengan tidak profesional.
Bila seseorang bekerja tidak profesional, maka secara langsung atau tidak langsung orang lain akan dibuat tidak nyaman.
Ketidakprofesionalan itu merupakan buah dari ketidakmampuan ia dalam memaknai pekerjaan yang secara sadar ia pilih.
Apapun profesinya.
Jika sering kerja tak profesional, bekerja tidak dengan hasil terbaik dan bermutu standar tinggi.
Ia sering lupa akan kewajiban, tetapi selalu ingat pada hak sebagai pekerja.
Tapi...
Ada tapinya sob...
Kalau kerjamu profesional...apakah hak akan diberikan dengan ideal...
Tergantung bosnya aku kira.
Ironis...
Thanks to my friend, Didik.
Sori aku pinjam namamu untuk contoh.
Subscribe to:
Posts (Atom)