Ya Alloh yang mahaindah, indahkanlah akhlakku dan jadikan apa yang keluar dari lisan dan pikiranku adalah sesuatu yang Engkau ridhoi dan Engkau berkahi. Aku berlindung kepadaMu dari godaan syaitan dan bujukan nafsu yang menyesatkan. Aku berlindung kepadaMu dari sifat munafik dan khianat. Hanya kepadaMu, wahai Alloh, tempat menggantungkan segala pinta dan harap. Hanya kepadaMu tempat kembali segala yang ada, semua, seluruhnya.
***
Adalah aku, satu di antara 6 miliar manusia yang ikut bernapas di bumiNya saat ini. Sesak rasanya. Bukan karena populasi manusia yang semakin bertambah hingga aku harus berebutan oksigen dengan mereka. Bukan pula karena kasus perselingkuhan udara dengan limbah kimia, atau karena bumiku yang kini semakin renta hingga bernapas pun megap-megap seperti kakek tua. Bukan. Tapi sesak di dada lebih karena kenyataan yang harus kutelan menjadi penghuni bumi akhir zaman. Menyaksikan realitas kehidupan yang membuat air mata tak henti-henti terpelanting ke rawa pipi. Apa lagi yang harus kupercayai? Media dan berita yang tersaji tiap hari hanya menyenandungkan lagu cinta segitiga, kematian etika dan kebenaran yang dibungkam. Menyandera tuhan atas nama kemanusiaan. Menyelingkuhi nabi demi pembenaran pribadi. Apa lagi yang harus kupercayai? Jika syari’at dijual demi menjadi budak-budak penikmat demokrasi. Mengemis pada penguasa thaghut demi mengenyangkan perut sendiri. Apa lagi yang harus kutelan? Jika Al Qur’an digadaikan demi mendapat gelar intelek dan cendikiawan. Aqidah dipertaruhkan demi mereguk nikmat dunia yang melenakan. Bosan. Bosan dengan semua ocehan gombal dari mulut-mulut tirani pembual. Bosan mendengar nyanyian anak-anak yang kelaparan. Bosan menyimak derita. Bosan dengan segenap jengkal rasa kecewa yang mengintip cilik relungku. Ya Alloh, ampuni aku...
Duapuluh empat tahun lebih aku berkawan dengan hidup. Harusnya beragam peristiwa dan orang-orang yang kutemui di perjalanan ini semakin membuatku bijak dan mengerti tentang hakikat kehidupan. Tapi nyatanya, aku masih terbata mengeja aksara yang berhamburan di jalan-jalan semesta. Ada yang kucari, tapi entah apa. Mungkin damai yang terselip di sela dedaunan dan mengalir bersama gemericik air yang mengantarku pada jalan pulang. Rindu pada awan senja yang menggurat sketsa kejayaan di masa silam, tentang gemilang dan mulianya peradaban. Suatu hari nanti, mungkin mata tak lagi memiliki hari. Karena mata dan hari telah menggelinding bersama sejarah yang dulu aku banggakan. Semoga hujan kemarin tak mendatangkan banjir atau pun badai, tapi tanah subur yang menumbuhkan tunas-tunas baru, dan aliran air yang menjulur ke muara cintaMu.
Terjal jalan di penghujung jaman ini, menyisakan pelajaran bagi para penghuninya untuk terus berkarya, berbakti dan berarti. Dunia islam kini merintih, lemah dan tertatih membangun peradabannya kembali. Di mana kau wahai penerus risalah para nabi? Di mana generasi Sholahuddin al Ayyubi dan Al Fatih bersembunyi? Di manakah kau para pewaris negeri? Tak terlukakah hatimu melihat Al Aqsho dilucuti kesuciannya? Tak geramkah dirimu menyaksikan saudarimu dilepas hijabnya? Tak marahkah kau melihat ustadz-ustadz penegak tauhid dipenjara karena memegang kuat keimanannya? Saudara-saudaramu yang mereka bantai di bumi jihad sana. Ajaran Islam yang dinodai oleh tangan-tangan kotor pemuja –isme-isme buta. Jauhnya umat dari praktik aqidah yang lurus. Hukum Alloh yang diganti dengan hukum thoghut. Jihad yang ditinggalkan karena cinta dunia dan takut mati. Enggannya umat beramar ma’ruf nahi mungkar. Perbedaan-perbedaan internal dan pecahnya persaudaraan seiman. Rakus terhadap kedudukan dan kekuasaan. Condong kepada sikap santai dan kemewahan. Tidak adanya upaya ijtihad dalam praktik dan uji coba (eksperimen) ilmu pengetahuan. Mengikuti barat dengan semangat taqlid buta. Terpengaruh ghozwul fikr kaum kuffar dan arus-arus pemikiran yang merusak. Belum lagi usaha keras kaum yahudi, nasrani, dan paganis dalam mengalahkan kaum muslimin dengan berbagai cara dan sarana, serta menanamkan duri di jantung Palestina. Semua, semua telah membuat mata ini benar-benar letih menyimak nestapa. Dunia islam kini merana. Rindu pada sosok Ghurobaa’ yang mencintai Alloh dan Alloh pun mencintainya. Tak gelisahkah kau menatap mata-mata yang resah, gundah, rindu akan manisnya ukhuwah dan indahnya dakwah? Dunia Islam yang lemah, merintih, terus memanggil-manggil kita. Adakah kau dengar suaranya?
Perlawanan. Pemberontakan. Revolusi!
Hentikan diammu. Bergeraklah! Lakukan apa pun yang kita bisa. Keluarlah dari zona nyamanmu. Lawan kemalasanmu. Kendalikan hawa nafsumu. Bertahanlah. Istiqomahlah! Berdoalah, agar Alloh mengampuni kelalaian kita. Berdoalah, agar Alloh menurunkan hidayahNya pada orang-orang yang kita cintai. Berdoalah, agar Alloh meluruskan Islam kita, mempersatukan umat yang kini tercerai berai, dan menguatkan semangat jihad kita. Berdoalah, jika kau bingung harus melakukan apa. Berdoalah, jika memang kau tak berdaya. Jangan sampai dunia membuat kita terlena hingga berdoa pun kita lupa. Bangkit, dan angkat senjata! Bantulah dunia Islam meraih kembali kemuliaannya. Muntahkan peluru-peluru tajam dari bibir penamu. Buat kaum kuffar gentar akan keberanianmu.
sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku?!
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu: pemberontakan!
sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?!
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan!
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku?!
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu: pemberontakan!
sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?!
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan!
[Sajak Suara –Wiji Thukul]
copas dari akhwatzone
No comments:
Post a Comment