Waktu masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Aku berangkat kuliah dengan tergesa-gesa. Maklum saja, ada Ujian Tengah Semester di jam pertama perkuliahan. Kampus tempatku kuliah memang cukup jauh, letaknya di luar kota. Butuh waktu sekitar 1,5 jam melalui jalur jalan tol dengan menggunakan bus DAMRI.
Lima belas menit kemudian aku sampai di halte bus DAMRI. Kulihat ada satu bus yang berjalan perlahan. Dengan secepat kilat aku berlari menghampiri bus tersebut, berharap masih ada tempat duduk yang kosong. Ah, ternyata masih ada yang kosong di bangku paling belakang. Aku bergegas ke pintu belakang bus sambil mengacungkan tangan untuk menyetop. Alih-alih berhenti, bus DAMRI bernomor 0137 tersebut malah terus melaju kencang. Seolah-olah tidak melihatku yang sedang berusaha naik di pintu belakang. Sang kondektur yang berdiri di pintu depan bus hanya tersenyum melihatku. Bus pun pergi meninggalkanku seorang diri.
Aku marah dan sekaligus kecewa, marah kepada supir bus, kepada kondektur, dan kepada Tuhan! Dalam hati, aku berteriak dengan keras, “Ya Allah! Apakah Engkau tidak kasihan melihatku? Aku sudah belajar sampai larut malam, sudah sholat tahajjud, sudah berdoa dengan sungguh-sungguh. Tapi kenapa terjadi seperti ini? Apa jadinya jika aku terlambat dan tidak bisa ujian?! Sia-sia saja aku belajar! Apakah Engkau mau aku ini gagal dalam ujian?!”. Hatiku terus berteriak. Tidak puas dengan yang terjadi pagi ini.
Waktu di jam tanganku menunjukkan pukul 07.00. Sudah terlambat untuk sampai di kampus. Tidak berapa lama kemudian bus DAMRI berikutnya pun tiba. Penuh sesak oleh penumpang. Mau tidak mau aku harus naik bus ini, walaupun dengan berdiri. Pagi ini benar-benar sial, hatiku kacau balau, pikiranku tak menentu. Sial. Benar-benar sial.
Sepanjang perjalanan hatiku terus protes kepada Tuhan, mengumpat supir dan kondektur bus DAMRI, mengutuk kemacetan di jalan raya. Aku benar-benar kecewa karena rencana yang sudah kurancang dengan seksama ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.
Bus pun mulai melaju di jalan tol. Aneh, tidak seperti biasanya jalan tol macet. Bus DAMRI pun berjalan tersendat-sendat. Kembali aku mengutuk kemacetan dan protes kepada Tuhan. “Ya Allah! Ada apa lagi ini?! Kenapa harus macet? Bukankah hari-hari biasa tidak pernah macet? Apa maksud dari semua ini ya Allah?!”. Aku benar-benar muak. Kulihat penumpang lain pun resah, mungkin takut terlambat ke kampus atau tempat kerjanya.
Penyebab kemacetan pun terkuak, ternyata di ujung jalan tol ada kecelakaan. Semua penumpang yang ada di dalam bus, termasuk diriku,menengok ke arah jendela sebelah kanan. Bus DAMRI yang kutumpangi pun berjalan perlahan melintasi tempat kecelakaan. Semua penumpang bus menunjukkan ekspresi terkejut. Ada yang menggeleng-gelengkan kepala, ada yang terbengong-bengong, ada juga yang mengucapkan istighfar.Kecelakaan yang cukup parah tampaknya.Ada beberapa korban yang tergeletak di pinggir jalan tol.
Aku tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Benar-benar tidak bisa. Aku hanya terdiam bagai batu, mulut terkunci rapat dan tak bisa berkata apa-apa. Keringat dingin mengalir deras di tubuhku dan kakiku lemas tak berdaya.Pandanganku mulai gelap dan mataku berair. Aku benar-benar tidak percaya dengan yang aku lihat di luar sana.
Sebuah bus DAMRI bernomor 0137 teronggok tak berdaya. Ringsek tak beraturan. Bagian belakang bus hancur berantakan, kaca belakang pun sudah berhamburan di aspal jalan tol. Sekilas kulihat bangku bagian belakang dipenuhi dengan darah.Entah darah siapa, yang pasti darah penumpang yang duduk di bangku belakang itu. Aku menarik napas panjang dan menangis. Aku berkata dalam hati, kali ini dengan suara yang lirih, “Ampuni aku ya Allah”.
“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia baik untukmu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui”. (QS.Al-Baqarah:216)
Andri Saleh, PNS Badan Pusat Statistik Kab Mandailing Natal – Sumut.
copas dari http://myquran.com/forum/content.php/243-Rencana-Tuhan-di-Pagi-Hari
No comments:
Post a Comment