Pada satu Jum’at, hari dimana Imam dan anaknya itu biasa keluar untuk membagi-bagikan buletin Islam itu, cuaca amat dingin dan hujan mulai turun.
Anak kecil itu mengenakan jas hujan seraya berkata “Ayah, Saya sudah siap..!”
Ayahnya terkejut dan berkata “Siap untuk apa?”.
“Lho, bukankah ini saatnya kita keluar untuk membagi-bagikan buletin Risalah Allah ini, ayah”
“Anakku! di luar hujan begitu lebat dan udara sangat dingin”
“Ayah, bukankah di sana masih ada manusia yang bisa tersesat dan masuk neraka ketika hujan turun?”
Ayahnya menambah “Iya, tapi Ayah tidak sanggup keluar dalam cuaca begini”
Dengan merajuk anaknya merayu “Ijinkan aku pergi ya, ayah?”
Ayahnya merasa agak ragu namun menyerahkan buletin-buletin itu kepada anaknya. “Pergilah nak dan berhati-hatilah. Allah bersamamu!”
“Terima kasih Ayah” Dengan wajah berseri-seri anak itu pergi meredah hujan dan tubuh kecil itu hilang dalam kelebatan hujan.
Anak kecil itu pun membagikan buletin tersebut kepada siapa saja yang dijumpainya. Begitu juga dia mengetuk setiap rumah dan memberikan buletin itu kepada penghuninya.
Setelah dua jam, hanya tersisa satu buletin “Jendela Surga” ada pada tangannya. Dia merasa tanggungjawabnya belum tuntas jika masih ada artikel di tangannya.
Dia berputar-putar ke sana ke mari mencari siapa yang akan diberi buletin terakhirnya itu namun gagal.
Akhirnya dia melihat satu rumah yang agak menjorok kedalam dari jalan itu, kemudian dia langkahkan kakinya menghampiri rumah itu. Begitu sampai di depan rumah itu, ditekannya bel rumah itu sekali. Ditunggunya sebentar, dan ditekan sekali lagi namun tiada jawaban. Diketuk pula pintu itu namun tidak juga ada jawaban.
Seolah ada sesuatu yang menahannya sehingga anak itu enggan pergi. Mungkin rumah inilah harapannya agar artikel ini diserahkan, pikirnya.. Dia pun mengambil keputusan menekan bel sekali lagi.
Akhirnya pintu rumah itu dibuka.
Di depan pintu berdiri seorang perempuan sekitar umur 50 tahun.
Wajahnya muram dan sedih. “Nak, apa yang bisa ibu bantu?”
“Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari Allah. Karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu. Saya datang hanya ingin menyerahkan buletin terakhir ini dan Ibu adalah orang yang paling beruntung”. Dia senyum dan tunduk hormat sebelum melangkah pergi.
“Terima kasih nak, Tuhan akan melindungi kamu” jawabnya dengan nada yang lembut.
Minggu berikutnya sebelum waktu shalat Jum’at dimulai, seperti biasa Imam naik ke atas mimbar untuk memberikan informasi tentang kegiatan di masjid itu seminggu terakhir. Sebelum selesai, dia bertanya ” Ada yang ingin bertanya sesuatu?”
Tiba-tiba ada yang bangun dengan perlahan dan berdiri. Dia seorang perempuan separuh baya.
“Maaf, saya rasa di masjid ini tidak ada yang mengenal saya. Saya tak pernah hadir ke majlis ini. Untuk anda sekalian ketahui, bahwa saya bukanlah orang Islam.
Suami saya meninggal beberapa tahun yang lalu dan meninggalkan saya seorang diri di dunia ini...” Air mata mulai menggenang di kelopak matanya.
“Pada hari Jum’at lalu saya mengambil keputusan untuk bunuh diri. Saya ambil kursi dan tali. Saya ikat ujung tali di eternit atas dan ujung satu lagi saya lilitkan di leher. Ketika saya hendak melompat, tiba-tiba bel rumah saya berbunyi. Saya tunggu sebentar, dengan anggapan, siapa pun yang menekan itu akan pergi jika tidak dijawab. Tetapi ia bunyi lagi. Kemudian saya mendengar ketukan dan bel ditekan sekali lagi”.
“Saya jadi penasaran siapakah yang datang, sehingga saya lepaskan tali di leher dan terus pergi ke pintu.”
“ Ternyata seorang anak kecil..! Seumur hidup belum pernah saya melihat anak yang semanis itu. Senyumannya benar-benar ikhlas dan suaranya seperti malaikat: “Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari ALLAH karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu...” Itulah kata-kata yang paling indah yang penah saya dengar”.
“Saya melihatnya pergi kembali menyusuri hujan. Saya kemudian menutup pintu, lalu membaca buletin jumat itu. Akhirnya kursi dan tali saya letakkan kembali ditempat semula.
“Aku tak memerlukan itu lagi..!”.
“Terima kasih Tuhan, sekarang saya telah menjadi tenang kembali dan bahagia.
Di belakang buletin terdapat alamat masjid ini, dan itulah sebabnya saya di sini hari ini, dan saya ingin masuk Islam...
Jika tidak disebabkan malaikat kecil yang datang pada hari itu tentu saya sudah menjadi penghuni neraka...”
Seluruh jamaah di masjid itu terpana mendengar cerita ibu itu. Tanpa terasa air mata mereka meleleh di pipi. Tiba-tiba terdengar mereka bertakbir: “ALLAHU AKBAR...!”
Sang Imam lantas turun dari mimbar, mendatangi anaknya yang ada di bawah mimbar, kemudian ia peluk anaknya dengan erat. Tak terasa air matanya pun mengalir...
Hari Jum’at ini adalah hari paling indah dalam hidupnya. Tiada anugerah yang amat besar dari hari ini. Yaitu anugerah yang sekarang berada di dalam pelukannya. Seorang anak sholeh yang berbudi pekerti luhur. “Ia adalah malaikat kecilku...”
Biarkanlah air mata itu menetes.
Air mata itu anugerah ALLAH kepada makhlukNya yang penyayang...
Ustadz Syamsul Balda
**) alhamdulillah kebagian arimatanya... subhanallah...
**) alhamdulillah kebagian arimatanya... subhanallah...
No comments:
Post a Comment