Muliakan Orangtua, Allah Berikan Jalan-Nya |
Suatu hari, tepatnya September 2005, saya menerima kabar bahwa orangtua membutuhkan uang cukup banyak. Mau memperbaiki rumah yang atapnya sudah bocor di sana sini.
Berita itu saya simpan dalam memori otak. Sore harinya saya bicarakan dengan istri.
“Bagaimana ini?” tanyaku pada istri dengan tenang.
Saat itu kami baru pindahan rumah dari Tegal ke Brebes (Jawa Tengah). Kondisi keuangan masih kocar-kacir. Namun keputusan akhir, kami akan tetap membantu orangtua, meskipun harus “menyembelih” celengan ayam jago yang belum seberapa terisi.
Setelah dihitung lembar demi lembar, alhamdulillah terkumpul Rp 250 ribu. Masih jauh dari kebutuhan orangtua yang mencapai Rp 600 ribu.
Uang itu saya sampaikan kepada orangtua apa adanya. Beliau menerima dengan baik.
Tiga bulan kemudian, datang lagi berita, kali ini dari mertua. Isinya serupa: membutuhkan uang untuk keperluan menikahkan anaknya.
Setelah bermusyawarah dengan istri, kami menetapkan untuk tetap birrul-waalidain (memuliakan kedua orangtua), meski saat itu belum ada uang sepeser pun!
Saat itu saya tengah merintis usaha ternak ayam. Sayang, ambruk karena habis dimakan binatang buas.
Syukurnya, saya punya kegiatan mengajar, sementara istri mengajar di rumah. Di sinilah awal terbukanya pintu-pintu rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kami berusaha mengencangkan ikat pinggang, menyisihkan uang Rp 50 ribu untuk ditabung. Tujuannya agar kelak bisa membantu orangtua dan mertua.
Awalnya cukup berat, karena kebutuhan rumah tangga terus meningkat, sementara pemasukan tetap. Tapi dengan iringan doa tiap malam dan mencari solusi kesana-kemari, asa itu saya yakin ada.
Tak disangka, Allah membukakan pundi-pundi rezeki. Seorang ibu dan anaknya bertamu ke rumah. Ketika pulang, dia menitipkan uang untuk istri Rp 150 ribu. Alhamdulillah.
Seminggu kemudian saya bersilaturrahim ke seorang pelanggan Majalah Hidayatullah. Dia tanya tentang kegiatan yang saya lakukan. Eh, dia malah menanyakan nomor rekening. Subhanallah, setelah saya cek beberapa hari kemudian, ada kiriman uang Rp 252 ribu!
Waktu terus berjalan, hajatan mertua tinggal satu bulan lagi. Saya terus mengintensifkan doa dan menggencarkan silaturrahim untuk menawarkan bimbingan belajar dan majalah.
Suatu saat, saya disergap kelelahan teramat sangat setelah menjalani rutinitas di atas. Tiba-tiba datang seorang teman bersama istri dan anaknya. Setelah bicara kesana kemari sampai menjelang Maghrib, ia berpamitan pulang. Teman itu berbisik sambil menyerahkan amplop putih bersih, “Sekadar membantu, Mas.”
Karena penasaran, amplop itu saya buka. Rp 500 ribu! Allahu Akbar! Mahakaya Allah dalam memenuhi kebutuhan (hajat) hamba-Nya. Saya dan istri langsung bersyukur dan menyelimuti hati dengan dzikir.
Esok harinya, saya langsung antar uang itu ke orangtua dan sebagian lagi ke mertua. Adapun kekurangan lainnya kami upayakan ke sana kemari. Alhamdulillah, saya bisa membantu meringankan orangtua, biarpun cuma seberat biji sawi.
Ternyata kemurahan Allah tak henti sampai di sini. Dua bulan kemudian rekening saya mendapat kiriman Rp 150 ribu, entah dari siapa. Tiba-tiba saja. Uang itu pun saya pergunakan untuk membeli bangku guna memperlancar kegiatan Taman Pendidikan Al-Qur`an (TPA) yang kami asuh. Rencana ini memang sudah lama saya tekadkan.
Uang itu memang tak seberapa banyak. Tetapi keajaiban-keajaiban itu datang setelah kami berusaha memuliakan ibu. Maha Benar Allah akan janji-janji-Nya.
(oleh : Sahiri )
No comments:
Post a Comment