Suatu hari, seorang tokoh sufi besar, Ibrahim bin Adham, mencoba untuk memasuki sebuah tempat pemandian umum. Penjaganya meminta wang untuk membayar karcis masuk. Ibrahim menggeleng dan mengaku bahwa ia tak punya wang untuk membeli karcis masuk.
Penjaga pemandian lalu berkata, “Jika engkau tidak punya wang, engkau tak boleh masuk.”
Ibrahim seketika menjerit dan tersungkur ke atas tanah. Dari mulutnya terdengar ratapan-ratapan kesedihan. Para pejalan yang lewat berhenti dan berusaha menghiburnya. Seseorang bahkan menawarinya wang agar ia dapat masuk ke tempat pemandian.
Ibrahim menjawab, “Aku menangis bukan karena ditolak masuk ke tempat pemandian ini.
Ketika si penjaga meminta ongkos untuk membayar karcis masuk, aku langsung teringat pada sesuatu yang membuatku menangis. Jika aku tak diizinkan masuk ke pemandian dunia ini kecuali jika aku membayar tiket masuknya, harapan apa yang boleh kumiliki agar diizinkan memasuki surga? Apa yang akan terjadi padaku jika mereka menuntut: Amal salih apa yang telah kau bawa? Apa yang telah kau kerjakan yang cukup berharga untuk boleh dimasukkan ke surga? Sama ketika aku diusir dari pemandian karena tak mampu membayar, aku tentu tak akan diperbolehkan memasuki surga jika aku tak mempunyai amal salih apa pun. Itulah sebabnya aku menangis dan meratap.”
Dan orang-orang di sekitarnya yang mendengar ucapan itu langsung terjatuh dan menangis bersama Ibrahim.
Sumber tulisan
Friday, November 30, 2012
Tata Cara Shalat
Tata Cara Sholat Sebagaimana Diajarkan Nabi Shollallaahu ‘alaihi Wa Sallam:
Silakan Klik
Berdiri menghadapa kiblat Takbiratul Ihram Bersedekap Membaca doa iftitah Membaca Surat Al Fatihah (Membaca Ta’awudz, Membaca Basmalah) Membaca Ayat Al Qur’an Ruku’ I’tidal Sujud Pertama di Setiap Rakaat Duduk Diantara Dua Sujud Sujud Kedua Bangun atau Berdiri dari Sujud Duduk dan Membaca Tasyahhud Pertama
Silakan Klik
Burung sehat & Burung cacat
Syaqiiq al-Balkhi adalah teman Ibrahim bin Adham yang dikenal ahli ibadah, zuhud dan tinggi tawakalnya kepada Allah. Hingga pernah sampai pada tataran enggan untuk bekerja.
Penasaran dengan keadaan temannya, Ibrahim bin Adham bertanya,
“Apa sebenamya yang menyebabkan Anda bisa seperti ini?”
Syaqiiq menjawab,
“Ketika saya sedang dalam perjalanan di padang yang tandus, saya melihat seekor burung yang patah kedua sayapnya.
Lalu saya berkata dalam hati, aku ingin tahu, dari mana burung itu mendapatkan rizki. Maka aku duduk memperhatikannya dari jarak yang dekat.
Tiba-tiba datanglah seekor burung yang membawa makanan di paruhnya. Burung itu mendekatkan makanan ke paruh burung yang patah kedua sayapnya untuk menyuapinya.
Maka saya berkata dalam hati, “Dzat yang mengilhami burung sehat untuk menyantuni burung yang patah kedua sayapnya di tempat yang sepi ini pastilah berkuasa untuk memberiku rejeki di manapun aku berada.”
Maka sejak itu, aku putuskan untuk berhenti bekerja dan aku menyibukkan diriku dengan ibadah kepada Allah.
Mendengar penuturan Syaqiiq tersebut Ibrahim berkata,
“Wahai Syaqiiq, mengapa kamu serupakan dirimu dengan burung yang cacat itu? Mengapa Anda tidak berusaha menjadi burung sehat yang memberi makan burung yang sakit itu?
Bukankah itu lebih utama?
Bukankah Nabi bersabda,
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah?”
Sudah selayaknya bagi seorang mukmin memilih derajat yang paling tinggi dalam segala urusannya, sehingga dia bisa mencapai derajat orang yang berbakti?
Syaqiiq tersentak dengan pernyataan Ibrahim dan ia menyadari kekeliruannya dalam mengambil pelajaran. Serta merta diraihnya tangan Ibrahim dan dia cium tangan itu sambil berkata, “Sungguh. Anda adalah ustadzku, wahai Abu Ishaq (Ibrahim).”
(Tarikh Dimasyqi, Ibnu Asakir)
Sumber tulisan
Penasaran dengan keadaan temannya, Ibrahim bin Adham bertanya,
“Apa sebenamya yang menyebabkan Anda bisa seperti ini?”
Syaqiiq menjawab,
“Ketika saya sedang dalam perjalanan di padang yang tandus, saya melihat seekor burung yang patah kedua sayapnya.
Lalu saya berkata dalam hati, aku ingin tahu, dari mana burung itu mendapatkan rizki. Maka aku duduk memperhatikannya dari jarak yang dekat.
Tiba-tiba datanglah seekor burung yang membawa makanan di paruhnya. Burung itu mendekatkan makanan ke paruh burung yang patah kedua sayapnya untuk menyuapinya.
Maka saya berkata dalam hati, “Dzat yang mengilhami burung sehat untuk menyantuni burung yang patah kedua sayapnya di tempat yang sepi ini pastilah berkuasa untuk memberiku rejeki di manapun aku berada.”
Maka sejak itu, aku putuskan untuk berhenti bekerja dan aku menyibukkan diriku dengan ibadah kepada Allah.
Mendengar penuturan Syaqiiq tersebut Ibrahim berkata,
“Wahai Syaqiiq, mengapa kamu serupakan dirimu dengan burung yang cacat itu? Mengapa Anda tidak berusaha menjadi burung sehat yang memberi makan burung yang sakit itu?
Bukankah itu lebih utama?
Bukankah Nabi bersabda,
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah?”
Sudah selayaknya bagi seorang mukmin memilih derajat yang paling tinggi dalam segala urusannya, sehingga dia bisa mencapai derajat orang yang berbakti?
Syaqiiq tersentak dengan pernyataan Ibrahim dan ia menyadari kekeliruannya dalam mengambil pelajaran. Serta merta diraihnya tangan Ibrahim dan dia cium tangan itu sambil berkata, “Sungguh. Anda adalah ustadzku, wahai Abu Ishaq (Ibrahim).”
(Tarikh Dimasyqi, Ibnu Asakir)
Sumber tulisan
Kedudukan Ulama
Sayyidina Ali K.W berkata:
1. Orang alim adalah lampu Allah di bumi. Maka, barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, dia akan memperoleh cahaya (ilmu) itu.
2. Kedudukan orang alim bagaikan pohon kurma, engkau menunggu kapan buahnya jatuh kepadamu.
3. Orang alim lebih utama dari pada orang yang berpuasa, mengerjakan shalat malam (tahajud), dan yang berjihad di jalan Allah. Jika seorang alim meninggal, maka terjadi lubang dalam islam yang tidak tertutupi sehingga datang orang alim lain yang datang kemudian (menggantikannya).
4. Orang yang (keluar dari rumahnya) mencari ilmu, para malaikat akan mengantar kepergiannya sehingga dia pulang (ke rumahnya).
5. Orang alim adalah yang mengetahui kemampuan dirinya, dan cukuplah seseorang dikatakan bodoh jika dia tidak mengetahui kemampuan dirinya.
6. Ketahuilah! Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang memelihara ilmu-Nya, menjaga yang dijaga-Nya, dan memancarkan mata air ilmu-Nya, mereka ini saling berhubungan dengan wilayah (perwalian), saling bertemu dengan kecintaan, minum bersama dengan gelas pemikiran, dan pergi dengan meninggalkan bau yang harum. Mereka tidak dicampuri oleh keraguan, dan tidak pula mereka bersegera dalam mengumpat. Berdasarkan hal itulah, mereka mengukuhkan pembawaan dan akhlak mereka, saling mencintai, dan saling berhubungan di antara sesama mereka. Mereka ini seperti keunggulan benih yang telah dipilih, yang diambil darinya dan dilemparkan. la telah dipisahkan oleh penyaringan dan dibersihkan oleh pembersihan.
7. Di antara hak seorang guru terhadap muridnya adalah hendaklah si murid tidak terlalu banyak bertanya kepadanya, tidak membebaninya dalam memberikan jawaban, tidak mendesaknya jika dia sedang malas, tidak menyebarkan rahasianya, dan tidak mengumpat seorang pun di sisinya.
8. Orang yang alim adalah yang mengetahui bahwa apa yang diketahuinya, jika dibandingkan dengan apa yang tidak diketahuinya, sangatlah sedikit. Maka, karena itulah dia menganggap dirinya bodoh. Oleh karena itu, bertambahlah kesungguhannya dalam mencari ilmu karena pengetahuannya akan hal itu.
9. Kesalahan yang dilakukan seorang alim seperti kapal yang pecah, maka ia tenggelam dan tenggelam pula bersamanya banyak orang.
10. Jika seorang alim tertawa satu kali, maka dia telah membuang satu ilmu dari dirinya.
Sumber tulisan
1. Orang alim adalah lampu Allah di bumi. Maka, barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, dia akan memperoleh cahaya (ilmu) itu.
2. Kedudukan orang alim bagaikan pohon kurma, engkau menunggu kapan buahnya jatuh kepadamu.
3. Orang alim lebih utama dari pada orang yang berpuasa, mengerjakan shalat malam (tahajud), dan yang berjihad di jalan Allah. Jika seorang alim meninggal, maka terjadi lubang dalam islam yang tidak tertutupi sehingga datang orang alim lain yang datang kemudian (menggantikannya).
4. Orang yang (keluar dari rumahnya) mencari ilmu, para malaikat akan mengantar kepergiannya sehingga dia pulang (ke rumahnya).
5. Orang alim adalah yang mengetahui kemampuan dirinya, dan cukuplah seseorang dikatakan bodoh jika dia tidak mengetahui kemampuan dirinya.
6. Ketahuilah! Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang memelihara ilmu-Nya, menjaga yang dijaga-Nya, dan memancarkan mata air ilmu-Nya, mereka ini saling berhubungan dengan wilayah (perwalian), saling bertemu dengan kecintaan, minum bersama dengan gelas pemikiran, dan pergi dengan meninggalkan bau yang harum. Mereka tidak dicampuri oleh keraguan, dan tidak pula mereka bersegera dalam mengumpat. Berdasarkan hal itulah, mereka mengukuhkan pembawaan dan akhlak mereka, saling mencintai, dan saling berhubungan di antara sesama mereka. Mereka ini seperti keunggulan benih yang telah dipilih, yang diambil darinya dan dilemparkan. la telah dipisahkan oleh penyaringan dan dibersihkan oleh pembersihan.
7. Di antara hak seorang guru terhadap muridnya adalah hendaklah si murid tidak terlalu banyak bertanya kepadanya, tidak membebaninya dalam memberikan jawaban, tidak mendesaknya jika dia sedang malas, tidak menyebarkan rahasianya, dan tidak mengumpat seorang pun di sisinya.
8. Orang yang alim adalah yang mengetahui bahwa apa yang diketahuinya, jika dibandingkan dengan apa yang tidak diketahuinya, sangatlah sedikit. Maka, karena itulah dia menganggap dirinya bodoh. Oleh karena itu, bertambahlah kesungguhannya dalam mencari ilmu karena pengetahuannya akan hal itu.
9. Kesalahan yang dilakukan seorang alim seperti kapal yang pecah, maka ia tenggelam dan tenggelam pula bersamanya banyak orang.
10. Jika seorang alim tertawa satu kali, maka dia telah membuang satu ilmu dari dirinya.
Sumber tulisan
Satu Desember
PUISI CINTA Ini Desember yang kunanti secercah pagi membawa hasrat nurani kupeluk kembang indah hantarkanku pada wangi Ini Desember yang kunanti telah lama aku berdiri di sini dan mentari bergeser dalam langkah sunyi Hujan menderu Angin menggebu Ini Desember musim pancaroba, yang menggetarkan hati Ini bulan kakawinkawin burung bertelur dan kecebong bersuka ria kumbang beterbangan di antara putik kembang dan tunas-tunas bersemi Ini Desember Ini satu Desember....
Jakarta, 1 Desember 2012
Thursday, November 29, 2012
Jangan matikan aku sebelum hafal Al Qur'an
Tepatnya tanggal 5 Oktober 2008 – seorang gadis kecil Indonesia mengalami musibah yang luar biasa di negeri antah berantah nan jauh - Syria. Dia terjatuh dari ketinggian sekiar 15 meter dan terbanting-banting di anak tangga ampiteater Roma di Busrah. Akibat kecelakaan ini gadis kecil tersebut mengalami pendarahan otak yang sangat hebat, dia harus menjalani berbagai pembedahan otak dan merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya sampai berbulan-bulan kemudian. Pada saat pendarahan masih menguasai otaknya sehingga kesadarannya timbul tenggelam, gadis kecil ini lirih berdoa :
"Ya Allah, jangan matikan aku sebelum aku selesai menghafal Al-Qu’ran...".
Dengan tekad yang luar biasa inilah gadis kecil tersebut berjuang melawan sakit di kepala yang tidak kunjung henti, terkadang dia harus menjeduk-jedukkan kepalanya di tempat tidur untuk mengimbangi rasa sakit yang sangat di dalam kepalanya.
Beratnya komitmen untuk menghafal Al-Qur’an yang dialami oleh gadis kecil ini juga jauh diatas beban manusia pada umumnya, betapa frustasinya dia ketika hafalan ayat-ayat Al-Qur’an seolah timbul tenggelam di kepalanya silih berganti dengan rasa sakit yang bisa tiba-tiba muncul kapan saja. Tetapi dia terus belajar dan terus menghafal nyaris tanpa henti, dia hanya berhenti menghafal ketika sakit kepalanya sudah tidak tahan lagi.
Allah dan para malaikat rupanya menyaksikan betapa kuat niat gadis kecil ini untuk menghafal Al-Qur’an. Pada bulan Mei 2010 oleh ustadzah-nya dia dibimbing untuk menyelesaikan ujian tahfiz setengah Al-Qur’an (15 Juz) dengan seorang syeikh Qura di Damascus.
Gadis kecil ini-pun lulus dan memperoleh syahadah (ijazah) sanad bacaan Al-Qur’an yang sampai kepada Ali bin Abi Talib Radhiallahu 'Anhu, dan tentu saja sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wasallam.
Tidak berhenti di sini, gadis kecil tersebut mencanangkan niatnya untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur’an penuh 30 juz pada Ramdhan 1432 H. Maka target ini hanya meleset kurang lebih 3 pekan ketika pada tanggal 19 Syawwal 1432 H /19 September 2011 kemarin gadis kecil ini menyelesaikan hafalannya yang 30 juz, diiringi sujud syukur orang tuanya. Allahu Akbar…
Atas permintaan kedua orang tuanya yang tawadhu’, saya tidak bisa ungkapkan nama gadis kecil ini. Tetapi bagi para gadis kecil – gadis kecil lainnya yang belajar Al-Qur’an di Madrasah Al-Qur’an Daarul Muttaqiin Lil-Inaats (Pesantren Putri) – Jonggol, gadis kecil penghafal Al-qur’an ini kini menjadi salah satu guru atau mudarrisah ( ustadzhah) mereka.
Bahkan bukan hanya bagi anak-anak putri yang belajar Al-qur’an di madrasah tersebut dia menjadi guru, gadis kecil penghafal Al-qur’an ini juga layak untuk menjadi guru bagi kita semua para orang tua.
Guru dalam hal menyikapi musibah, guru dalam hal menghadirkan Allah dalam mengatasi persoalan kita, guru dalam mengisi hidup dengan Al-Quran, guru dalam merealisasikan niat, guru dalam menjaga komitment, guru dalam syukur dan syabar.
Bila gadis kecil dengan beban sakit kepala yang luar biasa ini bisa menyelesaikan hafalan Al-Qur’an-nya 30 Juz dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun, berapa banyak yang sudah kita hafal ?, berapa banyak yang kita niatkan untuk menghafalnya di sisa usia kita ?, seberapa kuat niat kita untuk mengamalkannya? Kita tahu persis jawabannya untuk diri kita masing-masing.
Maka memang tidak berlebihan kalau saya menyebut gadis kecil itu kini sebagai Sang Guru…!. Semoga Allah dan para malaikatNya terus mendampingimu hingga dewasa dan menjadi guru dan sumber inspirasi untuk memperbaiki anak-anak (dan para orang tua) dunia.
Sumber tulisan
Berguru dari pembantunya guru
Imam Hambali dengan segera menemui Imam Syafii begitu beliau mendengar Gurunya tersebut berkunjung ke Bagdad kota tempat beliau tinggal. Lalu beliau mohon kepada Imam Syafei agar sudi memberikan waktu untuk beliau bisa menambah ilmu dari Sang Guru (Hal ini merupakan tradisi jaman dulu yang sangat elegan, meskipun sdh begitu tingginya ilmu Sang Murid, tetapi masih selalu menghormati gurunya dan tetap minta diberi pelajaran).
Imam Syafei berkata: “Hai Hambali, sebaiknya kamu minta pelajaran dulu dari pembantuku ini (seorang penggembala kambing) sebelum minta pelajaran kepadaku”. Beliau mencoba menawar agar dapat belajar langsung dari Sang Guru, namun Sang Guru mengulangi perkataannya. Sebagai seorang murid yang taat pada gurunya dia menuruti perintah Sang Guru meskipun ada yang mengganjal dihatinya. Apa sih hebatnya pembantu yang tukang angon ini, shg aku disuruh belajar dari dia??
Untuk mengetahui kedalaman ilmu Pembantu ini, Imam Hambalipun bertanya: “Wahai saudara, apa pendapatmu tentang seseorang yang lupa pada saat shalat sehingga meninggalkan satu rakaat dan terus salam?” Sang Pembantu menjawab: “Apakah aku akan menjawab menurut pendapatmu atau pendapatku?”
Imam Hambali terkejut mendengar jawaban ini, bagamana mungkin seorang Pembantu bisa menawarkan pilihan jawaban, yang biasanya hanya dimiliki oleh orang yang berilmu tinggi.. Lalu beliau berkata: “Jawablah menurut pendapatku dan pendapatmu”.
Sang Pembantupun menjawab: “Baiklah, kalau menurut pendapatmu (maksudnya Imam Hambali), apabila lupanya belum lama (kira-kira selama 2 rakaat), maka orang itu hanya perlu menambahkan satu rakaat yang ketinggalan tsb lalu sujud syahwi, tetapi kalau sdh cukup lama baru teringat, maka orang tsb wajib mengulang shalatnya lalu sujut syahwi”
Imam Hambali terkejut koq orang ini tahu pendapatku..yang ternyata betul sekali karena tuntunannya memang demikian kata beliau dalam hati….
“Nah kalau menurut pendapatku… apabila aku yang melakukan kesalahan tadi, aku juga akan melakukan hal yang sama seperti pendapatmu itu, tapi aku juga akan melakukan puasa satu tahun lamanya sebagai tebusan atas kesalahanku pada Tuhanku, karena aku merasa sangat takut dan malu telah lupa pada Nya dan memikirkan hal lain di dalam shalatku”
Imam Hambali terperanjat dan terpana mendengar jawaban Sang Pembantu tadi.. Sekarang aku baru tahu betapa tingginya derajat orang ini, betapa luar biasa kuatnya rasa takut dan rasa malu orang ini kepada Tuhannya…meskipun dia hanya seorang pembantu dan penggembala kambing, yang dimata orang lain mungkin dianggap rendah..pantas Sang Guru menyuruh aku untuk menimba ilmu darinya…kata Imam Hambali dalam hati…
Sumber tulisan
Imam Syafei berkata: “Hai Hambali, sebaiknya kamu minta pelajaran dulu dari pembantuku ini (seorang penggembala kambing) sebelum minta pelajaran kepadaku”. Beliau mencoba menawar agar dapat belajar langsung dari Sang Guru, namun Sang Guru mengulangi perkataannya. Sebagai seorang murid yang taat pada gurunya dia menuruti perintah Sang Guru meskipun ada yang mengganjal dihatinya. Apa sih hebatnya pembantu yang tukang angon ini, shg aku disuruh belajar dari dia??
Untuk mengetahui kedalaman ilmu Pembantu ini, Imam Hambalipun bertanya: “Wahai saudara, apa pendapatmu tentang seseorang yang lupa pada saat shalat sehingga meninggalkan satu rakaat dan terus salam?” Sang Pembantu menjawab: “Apakah aku akan menjawab menurut pendapatmu atau pendapatku?”
Imam Hambali terkejut mendengar jawaban ini, bagamana mungkin seorang Pembantu bisa menawarkan pilihan jawaban, yang biasanya hanya dimiliki oleh orang yang berilmu tinggi.. Lalu beliau berkata: “Jawablah menurut pendapatku dan pendapatmu”.
Sang Pembantupun menjawab: “Baiklah, kalau menurut pendapatmu (maksudnya Imam Hambali), apabila lupanya belum lama (kira-kira selama 2 rakaat), maka orang itu hanya perlu menambahkan satu rakaat yang ketinggalan tsb lalu sujud syahwi, tetapi kalau sdh cukup lama baru teringat, maka orang tsb wajib mengulang shalatnya lalu sujut syahwi”
Imam Hambali terkejut koq orang ini tahu pendapatku..yang ternyata betul sekali karena tuntunannya memang demikian kata beliau dalam hati….
“Nah kalau menurut pendapatku… apabila aku yang melakukan kesalahan tadi, aku juga akan melakukan hal yang sama seperti pendapatmu itu, tapi aku juga akan melakukan puasa satu tahun lamanya sebagai tebusan atas kesalahanku pada Tuhanku, karena aku merasa sangat takut dan malu telah lupa pada Nya dan memikirkan hal lain di dalam shalatku”
Imam Hambali terperanjat dan terpana mendengar jawaban Sang Pembantu tadi.. Sekarang aku baru tahu betapa tingginya derajat orang ini, betapa luar biasa kuatnya rasa takut dan rasa malu orang ini kepada Tuhannya…meskipun dia hanya seorang pembantu dan penggembala kambing, yang dimata orang lain mungkin dianggap rendah..pantas Sang Guru menyuruh aku untuk menimba ilmu darinya…kata Imam Hambali dalam hati…
Sumber tulisan
Aku diuji dengan empat nyawa
Hidup ini memang ujian. Seperti apa pun warna hidup yang Allah berikan kepada seorang hamba, tak luput dari yang namanya ujian. Bersabarka h sang hamba, atau menjadi kufur dan durhaka.
Dari sudut pandang teori, semua orang yang beriman mengakui itu. Sangat memahami bahwa susah dan senang itu sebagai ujian. Tapi, bagaimana jika ujian itu berwujud dalam kehidupan nyata. Mampukah?
Hal itulah yang pernah dialami Bu Khairiyah.
Waktu itu, Allah mempertemu kan jodoh Khairiyah dengan seorang pemuda yang belum ia kenal. Perjodohan itu berlangsun g melalui sang kakak yang prihatin dengan adiknya yang belum juga menikah. Padahal usianya sudah nyaris tiga puluh tahun.
Bagi Khairiyah,
Ia sengaja memilih pinangan melalui sang kakak karena dengan cara belum mengenal calon itu bisa lebih menjaga keikhlasan
Hari-hari berumah tangga pun dilalui Khairiyah dengan penuh bahagia. Walau sang suami hanya seorang sopir di sebuah perusahaan
Keberkahan di rumah tangga Khairiyah pun mulai tampak. Tanpa ada jeda lagi, Khairiyah langsung hamil. Ia dan sang suami pun begitu bahagia. "Nggak lama lagi, kita punya momongan, Bang!" ujarnya kepada sang suami.
Mulailah hari-hari ngidam yang merepotkan
Dan, yang ditunggu pun datang. Bayi pertama Bu Khairiyah lahir. Ada kebahagiaa
Mungkin, inilah kekhawatir
Dokter menyatakan
Walau dokter mengizinka
Setidaknya
Beberapa bulan kemudian, Allah memberikan kabar gembira kepada Bu Khairiyah. Ia hamil untuk anak yang kedua.
Bagi Bu Khairiyah,
Dengan izin Allah, anak kedua Bu Khairiyah lahir dengan selamat. Bayi itu pun mempunyai nama Nisa. Lahir di saat sang kakak baru berusia satu tahun. Dan lahir, saat sang kakak masih tetap tergolek layaknya pasien berpenyaki
Beberapa minggu berlalu setelah letih dan repotnya Bu Khairiyah menghadapi
Hingga di usia enam bulan pun, Nisa belum menunjukka
Di usia enam bulan Nisa, Allah memberikan
Belum lagi anak keduanya genap satu tahun, anak ketiga Bu Khairiyah lahir. Saat itu, harapan kedatangan
Mulailah hari-hari sangat merepotkan
Tapi, kerepotan itu masih terus tertutupi oleh harapan Bu Khairiyah dengan hadirnya penghibur Fahri yang mulai berusia satu bulan.
Sayangnya,
Jadilah, tiga bayi yang tidak berdaya menutup seluruh celah waktu dan biaya Bu Khairiyah dan suami. Hampir semua barang berharga ia jual untuk berobat. Mulai dokter, tukang urut, herbal, dan lain-lain.
Justru, perubahan muncul pada suami tercinta. Karena sering kerja lembur dan kurang istirahat,
Hanya sekitar sepuluh jam dalam perawatan rumah sakit, sang suami meninggal dunia. September tahun 2001 itu, menjadi titik baru perjalanan
Tiga bulan setelah kematian suami, Allah menguji Bu Khairiyah dengan sesuatu yang pernah ia alami sebelumnya
Kadang Bu Khairiyah tercenung dengan apa yang ia lalui. Ada sesuatu yang hampir tak pernah luput dari hidupnya, air mata.
Selama sembilan tahun mengarungi
Bu Khairiyah berusaha untuk berdiri sendiri tanpa menanti belas kasihan tetangga dan sanak kerabat. Di sela-sela kesibukan mengurus dua anaknya yang masih tetap tergolek, ia berdagang makanan. Ada nasi uduk, pisang goreng, bakwan, dan lain-lain.
Pada bulan Juni 2002, Allah kembali memberikan
Pada tanggal 5 Juni 2002, Allah memanggil Nisa untuk meninggalk
Entah kenapa, hampir tak satu pun sanak keluarga Bu Khairiyah yang ingin kembali ke rumah masing-mas
Benar saja, dua hari setelah kematian Nisa, Nida pun menyusul. Padahal, tenda dan bangku untuk sanak kerabat yang datang di kematian Nisa belum lagi dirapikan.
Inilah puncak dari ujian Allah yang dialami Bu Khairiyah sejak pernikahan nya.
Satu per satu, orang-oran
Kalau hanya sekadar air mata yang ia perlihatka
Hanya ada satu sikap yang ingin ia perlihatkan agar semuanya bisa bernilai tinggi. Yaitu, sabar. "Insya Allah, semua itu menjadi tabungan saya buat tiket ke surga," ucap Bu Khairiyah kepada Eramuslim.
Taubatnya Wanita Pendosa
Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyun g. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahwa ia berada dalam duka cita yang mencekam. Kerudungnya menangkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa rias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah meruyak hidupnya. Ia melangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa a.s.
Diketuknya pintu pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam "Silakan masuk". Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala ia berkata, "Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya, doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji saya." "Apakah dosamu wahai wanita ayu?" tanya Nabi Musa as terkejut. "Saya takut mengatakannya."
Perempuan itu meneruskan, "Dari perzinaan itu saya pun......lantas
Perempuan berewajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. Dia terantuk-antuk ke luar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan. Ia tak tahu harus kemana lagi hendak mengadu. Bahkan ia tak tahu mau di bawa kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya. Ia tidak tahu bahwa sepeninggalnya,
"Betulkah ada dosa yang lebih besar dari pada perempuan yang nista itu?" "Ada!" jawab Jibril dengan tegas. "Dosa apakah itu?" tanya Musa kian penasaran. "Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina".
Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.
Nabi Musa menyadari, orang yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa sembahyang itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti ia seakan-akan menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah-olah menganggap Tuhan tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedang orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh
Dikutip dari buku 30 kisah teladan - KH > Abdurrahman Arroisy) Dalam hadist Nabi SAW disebutkan : Orang yang meninggalkan sholat lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang membakar 70 buah Al-Qur'an, membunuh 70 nabi dan bersetubuh dengan ibunya di dalam Ka'bah.
Dalam hadist yang lain disebutkan bahwa orang yang meninggalkan sholat sehingga terlewat waktu, kemudian ia mengqadanya, maka ia akan disiksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah delapan puluh tahun. Satu tahun terdiri dari 360 hari, sedangkan satu hari di akherat perbandingannya
Demikianlah kisah Nabi Musa dan wanita pezina dan dua hadist Nabi, mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi kita dan timbul niat untuk melaksanakan kewajiban sholat dengan istiqomah.
Detik-detik wafatnya Rasulullah
Masjid Nabawi |
Al Arif Billah Al Ustadz Al Habib Ali Al Jufry mengkisahk an tentang Detik-deti k wafatnya Rosul SAW
Wafatnya Adalah Kehidupan Sejatinya
Wahai,baga imana hati kita tidak tergetar dan semakin merasakan kerinduan kepada Rasulullah SAW? Bagaimana hati kita tidak terkesan dengan beliau ? Bagaimana kita tidak dapat melupakan perintah untuk mencintai beliau? Bagaimana hati kita tidak terikat untuk senantiasa merindukan beliau? Bagaimana hati kita tidak tesentuh kala pribadi beliau diperdenga rkan?
Dalam haji wada’nya (haji perpisahan ), Rasulullah SAW berkhutbah di hadapan sekitar 120.000 orang, “Wahai manusia,de ngar dan perhatikan lah,sesung guhnya aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian selepas tahun ini.”
Beliau menasehati dan berwasiat kapada mereka tentang keterikata n mereka dengan Tuhan dan agama mereka.Ket ika itu Allah menurunkan ayat.”Pada hari ini telah Ku-sempurn akan untuk kalian agama kalian,Aku sempurnaka n nikmat-Ku atas kalian,dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian.”
Allah menghidupk an makna kehidupan yang dahsyat di tengah-ten gah mereka,dal am suasana perpisahan dengan Rasulullah SAW.Saat itu, perpisahan dengan beliau adalah sebuah sisi kehidupan bagi umatnya setelah itu.Kemudi an Rasulullah SAW pun pulang ke kota Madinah.
Bulan Rabi’ul Awwal tiba.
Di awal bulan itu,tubuh Rasulullah SAW terasa lemah.Beli au terserang sakit demam.Tubu hnya pun disirami air sejuk.Beli au bersabda, “Siramilah aku denagn air supaya aku dapat keluar untuk mengucapka n salam perpisahan dengan para sahabatku. ”
Baginda pun disirami air itu, yang membuat tubuhnya terasa lebih segar.
“Sahabat Teragung”
Kemudian beliau keluar rumah,mela ngkahkan kakinya dengan diiringi kedua sepupunya, Ali bin Abu Thalib dan Fadhl bin Abbas,radh iyallahu’a nhuma.
Beliau menemui para sahabat.
Saat melihat hadirnya Rasulullah SAW di tengah-ten gah mereka,tam pak betapa kegembiraa n menyembura t dari wajah para sahabat.Ke mudian Rasulullah SAW duduk di atas mimbarnya.
Para sahabat terdiam,be rsiap untuk mendengark an segala apa yang akan diucapkan Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW pun berkhutbah ,khutbah perpisahan .Beliau bersabda,”Seseorang telah diberi pilihan,an tara kehidupan di dunia atau menjumpai Ar-Rafiqul A’la (“Sahabat Teragung”, Allah SWT).”
Rasulullah SAW pun kemudian mengulang- ulang kata itu, “Ar-Rafiqu l A’la,Ar-Ra fiqul A’la,Ar-Ra fiqul A’la…”
Wahai orang yang berakal,ad akah kehidupan Allah akan berakhir? Adakah hubungan dengan Allah akan menemui titik penghabisa n? Hubungan dengan Ar-Rafiqul A’la itu sesungguhn ya merupakan kehidupan itu sendiri. Ucapan Rasulullah SAW itu menandakan bahwa ia memilih kehidupan yang sejati.
Hati sahabat Abubakar RA tersentuh. Ia pun berkata kepada Rasulullah SAW,”Ya Rasulullah ,demi ayah dan ibuku,biar lah ruh-ruh kami, anak-anak kami,dan sanak keluarga kami,serta harta-hart a kami,sebag ai tebusan bagimu.”
Melihat Abubakar RA mengatakan itu,sahaba t Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata, “Ada apa dengan orang tua ini? Apakah ia (Abubakar) sudah pikun?”
Rasulullah SAW telah menceritak an ihwal lelaki ini (Abubakar RA), yaitu seorang yang telah meyakini penuh bahwa diri beliau sebagai utusan Allah SWT (saat yang lain banyak yang mengingkar inya).Kela k Abu Sa’id mengatakan , “selepas wafatnya Rasulullah SAW, Aku baru tahu,perka taan Abubakar itu perkataan yang tepat.”
Rasulullah SAW memandang Abubakar RA. Pandangan yang penuh makna.Kemu dian beliau berkata, “Biarkanla h sahabatku berkata kepadaku, Orang yang paling percaya kepadaku adalah Abubakar. Sekiranya aku memilih kawan dekat,nisc aya aku akan memilih Abubakar. Tutuplah pintu rumah kalian yang menuju masjidku,k ecuali pintu rumah Abubakar.”
Wasiat-was iat Rasulullah SAW
“Ya Rasulullah , berwasiatl ah kepada kami,”ujar para sahabat.
Kala itu, di antara yang diwasiatka n Rasulullah SAW, ”Berwasiat lah kalian terhadap para wanita dengan kebaikan.’
Wasiat ini menyinpan makna yang luar biasa yang beliau katakan di saat beliau hendak mengucapka n salam perpisahan kepada sekalian umatnya. Maknanya agar kita mewujudkan hubungan yang baik sesama kita sepeningga l beliau, yang dengannya kehidupan akan berjalan harmonis. Beliau mewasiatka n ini agar kita dapat menggapai kehidupan yang sebenarnya , yaitu tatkala kita menjalani kehidupan ini penuh dengan kebaikan.
Beliau juga berwasiat, “ Dan berwasiatl ah kalian dengan baik terhadap keluargaku .” Beliau ingin kita dapat terus hidup berkesinam bungan dengan beliau.
Kenapa beliau mengatakan “ keluarga” yang dinisbahka n sebagai keluaga beliau,“keluargak u”. Hal itu disebabkan beliau ingin mengajarka n kepada kita bahwasanya perpindaha n beliau dari alam dunia tidak dimaksudka n sebagai terputusny a hubungan umat dengan beliau. Seakan beliau mengatakan ,”Hubungan kalian denganku tak akan terputus sekali kalian berhubunga n dengan keluargaku .”
Wasiat beliau lainnya,”Janganlah kalian menjadi kafir selepas kepergiank u dan janganlah kalian berperang satu sama lain.”
Beliaupun terus berwasiat kepada para sahabat dengan wasiat-was iat lain yang beliau berikan kepada mereka.
Sebagian diantara mereka mengatakan ,” Ya Rasullulla h,jika engkau wafat,siap akah yang akan memandikan mu?” Beliau menjawab, “Seseoran g di antara ahlul baytku.”
Hati merka amat tersentuh dengan perpisahan yang akan mereka lalui,perp isahan antara mereka dengan Rasulullah SAW.
Kemudian mereka berkata lagi, “Dengan apa engkau kami kafankan?”
Saat melihat rasa gundah melanda hati para sahabatnya ,air mata Rasulullah SAW pun berlinang. Beliau menjawab,” (Bahan) dalam pakaianku ini,atau kain dari Yaman, atau jubah dari Syam,atau kapas dari Mesir.”
Abubakar Mengimami Shalat
Mereka terus bertanya kepada Rasulullah SAW dengan pertanyaan lainnya.Se telah benyaknya pertanyaan sebagai persiapan bagi para sahabat bila sewaktu-wa ktu Rasulullah SAW wafat dan meninggalk an mereka,Ras ulullah SAW pun menangis. Lalu beliau bersabda,”Berlaku lembutlah kepada nabi kalian.”Kemudian beliau berdiri, melangkah pulang, dan memasuki rumah beliau.Bel iau pun merebahkan diri di pembaringa n.
Di saat yang sama, rasa bimbang semakin menggelayu ti hati para sahabat. Kemudian mereka meninggalk an pekerjaan dan urusan mereka dan berkelilin g di sekitar rumah Rasulullah SAW dan masjid beliau. Mereka ingin mengetahui perkembang an berita tentang Rasulullah SAW. Sampai tiba pada waktu shalat,sed angkan imam mereka (Rasululla h SAW) tidak kunjung keluar untuk shalat bersama mereka. Para sahabatpun semakin bertambah bimbang.
Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Aisyah RA, “Perintahk an Abubakar untuk mengimami shalat.” Aisyah RA (putri Abubakar RA) berkata kepada beliau, “Ayahku seorang yang kurus dan aku khawatir ia akan menangis dan tak sanggup berdiri. Mintalah dari umar, ya Rasulullah .”
Rasulullah SAW menjawab, “Kalian seperti sahabat Nabi Yusuf AS. Perintahka nlah Abubakar untuk mengimami shalat.” Abubakar RA pun bangkit mengimami jama’ah shalat fardhu yang pertama dan shalat-sha lat berjama’ah berikutnya .
Salam Perpisahan
Senin waktu shalat Subuh,12 Rabi’ul Awwal. Rasulullah SAW menyingkap tabir kain dari pintu rumah beliau. Pandangann ya mengarah kepada para sahabat. Tampak mereka tengah shalat dengan khusyu’ dan tunduk di hadapan Allah SWT, di bawah pimpinan Abubakar RA.
Segala puji bagi Allah, saat Rasulullah SAW memperhati kan para sahabatnya itu, masjid pun bercahaya dengan kemunculan beliau. Sampai sebagian sahabat mengatakan , “ Hampir saja kami terlalaika n dari shalat kami ketika Rasulullah muncul.”
Abubakar RA hampir saja mundur dari pengimaman , sementara para sahabat yang lainnya hampir saja memalingka n pandangann ya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW menunjuk dengan tangan beliau,”Tetaplah di tempat kalian.” Kemudian beliau menutup kembali tirai di pintu masuk rumah beliau itu.
Para sahabat mengatakan , “Itulah saat terakhir Rasulullah SAW memandangi para sahabatnya .”
Abdullah bin Mas’ud RA, pembantu Rasulullah SAW, mengatakan ,ketika Rasulullah SAW melihat mereka, beliau mengatakan , “Allah memelihara kalian,All ah memberkati kalian,All ah menguatkan kalian,All ah menolong kalian,All ah membantu kalian.” Inilah salam perpisahan dari seorang yang merindukan para sahabatnya .Para sahabatpun memberi salam kepada Rasulullah SAW dan keluar dari masjid.
Dikatakan, para sahabat bergembira saat mendapati Rasulullah SAW memperhati kan mereka dari pintu rumah beliau. Mereka menyangka kondisi kesehatan Rasulullah SAW telah berangsur pulih.Kare nanya, sebagian dari mereka kemudian beraktivit as lagi seperti sedia kala,dan mereka menyangka bahwa itu adalah rahmat Allah SWT terhadap mereka.
Berita Kematian yang Menggembir akan
Aisyah RA berkata, “Rasululla h SAW meminta izin dari sekalian istri beliau untuk dirawat di rumahku,la lu mereka mengizinka n. Saat hari Senin itu,hari wafatnya Rasulullah SAW,tiba,r uh beliau diambil di rumahku sedangkan beliau ada dalam dekapanku. ”
Ia berkisah, “Ketika kami semua sedang duduk,data nglah Fathimah sambil menangis. Caara berjalanny a mirip cara berjalan ayahandany a, Rasulullah SAW. Kemudian beliau mendekap dan mengacupny a. Lalu beliau SAW membisikka n sesuatu di telinganya . Sesaat kemudian Fathimah mengangkat kepalanya . Ia menangis
Kemudian Rasulullah SAW memberi isyarat kepadanya, beliau ingin membisikka n lagi sesuatu kepada Fathimah. Fathimah mendekati ayahnya dan kemudian Rasulullah berbisik kepadanya. Sesaat setelah itu Fathimah kembali mengangkat kepalanya dengan penuh rasa gembira yang merona di wajahnya. Aku tidak pernah melihat tangisan yang kemudian disusul dengan tertawa seperti itu.:
Aisyah RA pun bertanya kepada Fathimah RA, “Apa yang dibisikkan ayahandamu kepadamu?” Fathimah RA menjawab, “Jangan engkau hiraukan hal itu,karena aku tak mau membuka rahasia ini selagi beliau masih hidup.”
Kelak setelah Rasulullah SAW wafat, Aisyah bertanya lagi tentang hal itu. Fathimah mengatakan , “Ya, ketika aku mendekati ayahku, beliau berbisik kepadaku, ‘Wahai Fathimah,s ekali dalam setahun Jibril mendatangi ku untuk membacakan Al-Qur’an kepadaku dan pada tahun ini ia telah mendatangi ku dua kali. Dan Allah telah memberikan pilihan kepada ayahmu, antara dunia dan Ar-Rafiqul A’la.’Ayah ku memilih Ar-Rafiqul A’la. Dan aku diberi tahu bahwa nyawanya akan dicabut pada hari itu. Lalu aku pun menangis.
Kemudian beliau memanggilk u lagi dan membisikan kepadaku, ‘Apakah engkau suka bahwa engkau menjadi penghulu wanita sekalian alam dan menjadi orang yang pertama kali akan menyusulku ?’ Aku pun bergembira dengan berita dari ayahku itu.”
Kematian adalah sesuatu yang menyedihka n. Bagaimana dengan kabar kematianmu ini, wahai Zahra? Fathimah mengatakan , “Berita kematianku ini mempercepa t pertemuank u dengan orang yang aku kasihi, dan inilah kehidupan yang sesungguhn ya bagiku.”
Dialog dengan Malaikat Maut
Aisyah melanjutka n kisahnya, “Sebelum itu kami mendengar ada sesuatu yang bergerak di balik pintu. Dan itu adalah Jibril. Jibril meminta izin Rasulullah untuk masuk.
Beliau mengizinka nnya.
Kemudian aku mendengar Rasulullah berkata kepadanya, ‘Wahai Jibril, Ar-Rafiqul A’la…, Ar-Rafiqul A’la… Kami tahu bahwa sangkaan kami adalah tepat.’
Kemudian aku bertanya kepada Rasulullah SAW, Apa yang telah terjadi, wahai Rasulullah ?’ Rasulullah menjawab, ‘ Itulah Jibril yang datang dan berkata: Malaikat maut telah berada di depan pintu dan meminta izin. Dan tidaklah malaikat maut meminta izin kepada seorang pun baik sebelum dan sesudahmu.
Dan ia (jibril) mengatakan : Allah menyampaik an salam kepadamu dan Dia telah merindukan mu,”
Maka, wahai orang-oran g yang berakal,ap akah perpindaha n kepada Tuhan yang merindukan nya merupakan suatu kematian?
Bukan. Kehidupan yang sebenarnya adalah perpindaha n kepada Allah, Yang Maha hidup.
Kemudian malaikat maut mengatakan kepada Rasulullah SAW, “Jikalau engkau berkenan, aku akan mencabut ruhmu untuk menemui Ar-Rafiqul A’la. Namun jika engkau tak berkenan, aku akan biarkan mengikuti berlalunya masa sampai tempo waktu yang engkau inginkan.”
Rasulullah memilih Allah Ta’ala. Ya, beliau memilih Sahabat Yang Teragung.
Kemudian malaikat maut pun masuk dan mengucapka n salam kepada Rasulullah SAW. Ia berkata lagi, “Wahai Rasulullah , apakah kau mengizinka nku?”
Rasulullah SAW menjawab, “Terserah apa yang akan kau lakukan, Wahai malaikat maut. Dan berlaku lembutlah sewaktu mencabut ruhku.”
“Hhhhhhhhh h……….” (Desis suara Rasulullah SAW menahan rasa sakit).
Rasulullah SAW kembali mengatakan kepada malaikat maut, “Berlaku lembutlah kepadaku, wahai malaikat maut.”
Perhatikan lah (meski dicabut dengan selembut-l embutnya pencabutan ruh yang pernah dilakukan malaikat maut), Rasulullah SAW pun merasakan sakitnya sakaratul maut. Maka bagaimana (yang akan dirasakan) oleh orang yang lalai dengan kematian dalam kehidupan mereka? Mereka tidak merenungi saat-saat ketika nyawa dicabut pada saat sakaratul maut.
“Beratkan bagiku,Rin gankan bagi umatku”
Maka menanjak naiklah ruh mulia Baginda Rasulullah SAW, yang ditandai dengan sentakan kedua kaki beliau. Peluh pun bercucuran dari dahi Baginda.Pe luh yang bagaikan butiran permata berbau kesturi.
Rasulullah SAW menyapu peluhnya itu dengan tangannya dan kemudian meletakkan tangannya pada sebuah wadah di tepinya untuk menyejukan tubuhnya.
Kembali suara berdesis dari lisan suci beliau.”Hhhhhhhh… …” Lantaran rasa sakit yang ia alami pada saat sakaratul maut. Beliau pun mengatakan , “Sesungguh nya maut itu amatlah berat, YA Allah,ring ankan beratnya maut terhadapku ”
Maka para malaikat dari langit pun turun kepada beliau. Mereka berkata, “Ya Rasulullah , sesungguhn ya Allah menyampaik an salam atasmu dan Dia menyatakan bahwa sesungguhn ya perihnya sakaratul maut 20 kali lipat (dalam riwayat lain 70 kali lipat) dari rasa sakit akibat padang yang menusuk tubuh.”
Rasulullah SAW pun menangis dengan tangisan yang tiada tangisan lain yang lebih menyedihka n bagi kalian semua. Beliau berdoa, “Ya Allah, beratkanla h (sakaratul maut) ini atasku, tapi ringankanl ah atas umatku.”
Wahai,baga imana hati kita tidak tergetar dan semakin merasakan kerinduan kepada Rasulullah SAW? Bagaimana hati kita tidak terkesan dengan Rasulullah SAW? Bagaiman kita dapat melupakan perintah untuk mencintai beliau? Bagaimana hati kita tidak terikat untuk senantiasa merindukan beliau? Bagimana hati kita tidak tersentuh kala pribadi beliau diperdenga rkan?
Pesan Terakhir
Aisyah RA berkata, “Saudaraku ,Abdurrahm an bin Abubakar, masuk dan ia sedang membawa sebatang kayu siwak yang ujungnya belum dilembutka n. Aku lihat Rasulullah memandang kearahnya dan adalah Rasulullah SAW menyukai siwak.”
Maka, apakah kalian menyukai apa yang beliau suka dari sunnah-sun nah beliau? Adalah Rasulullah SAW menyukai siwak.
Aisyah menyatakan ,”Aku bertanya kepada Rasulullah ,’Ya Rasulullah , apakah engkau mengingink annya (siwak)?’
Rasulullah , di saat beliau sudah tak dapat lagi berkata-ka ta dan kami pun tak dapat mendengar sesuatu pun darinya, memberi isyarat dengan mengangguk kan kepala beliau, pertanda beliau mengingink an untuk bersiwak. Dan perkara yang terakhir beliau katakana adalah, ‘Ash-shala h….ash-sha lah….ash-s halah…’-‘S halat…. Shalat…. Shalat…..’
Maka,apaka h yang kalian lakukan terhadap wasiat Nabi kalian di saat-saat akhir dari kehidupann ya di dunia ini? Shalat adalah hubungan kalian dengan Tuhan, agar terjalin hubungan yang hakiki dengan-Nya .
Wahai orang yang mendahuluk an perkerjaan dunianya dan hawa nafsunya sebelum shalat,yan g mendahuluk an keterlenaa nnya disbanding shalatnya, ingatlah, wasiat yang terakhir dituturkan oleh kekasih kalian di akhir usianya adalah,’As h-shalah…. Ash-shalah … ash-shalah ….’, di samping ‘Berwasiat lah dengan kebaikan terhadap para wanita’, dan juga,’Aku berwasiat kepadamu dengan kebaikan terhadap keluargaku .’
Sesaat kemudian,l idah Rasulullah SAW tampak kaku. Tapi, ruh beliau belum tercabut. Beliau masih berkata-ka ta.” Dan majelis ini, kata Habib Ali, adalah salah satu kenyataan yang menggambar kan keadaan ruh Rasulullah SAW.
Kalaulah tidak karena kehidupan Rasulullah SAW yang wujud dalam diri kita,nisca ya kita tidak tersentak saat disebut perihal kisah wafatnya Rasulullah SAW. Bergetarny a hati kalian saat disebutkan perihal kejadian-k ejadian pada saat wafatnya Rasulullah SAW adalah sebagiam dari petunjuk yang nyata bahwa kematian beliau adalah sebuah kehidupan. Adakah kematian yang dapat menggerakk an banyak hati?
Sejahteral ah Jasad Beliau
Kemudian, Aisyah melanjutka n, “Rasululla h SAW memberikam isyarat lewat anggukan kepalanya, sebagai pertanda keinginann ya. Maka aku berikan kepada beliau kayu siwak yang belum dilembutka n itu. Tapi kemudian aku mengambiln ya dari tangan beliau ketika kulihat itu tak dapat beliau gunakan karena keras,belu m dilembutka n. Lalu aku melembutka nnya dengan mulutku.
Aku bangga,kar ena,di kalangan para sahabat, benda terakhir yang masuk ke mulut beliau adalah air liurku. Lalu aku meletakkan nya dalam mulut beliau. Beliau pun memegangny a dengan tangan beliau sendiri,”
Sakaratul maut yang dialami Rasulullah semakin mendalam. Cahaya memancar dari wajah beliau, dan cahaya itu meliputi keluargany a. Waktu terus berjalan.
Ruh mulia Rasulullah SAW telah sampai pada kerongkong annya. Beliau membuka kedua kelopak bola matanya. Kemudian beliau menunjukka n isyarat dengan jari telunjukny a sebagai kesaksian atas keesaan Sang Pencipta, yaitu isyarat ketauhidan nya.
Tak lama kemudian, beliau pun mengembusk an napas terakhir.
Sejahterak anlah jasad beliau yang agung setelah melalui hari-hari yang melelahkan , lantaran segala hal ia baktikan demi keselamtan kita.
Sejahterak anlah jasad beliau setelah perutnya kerap kali diikat dan diganjal batu karena kelaparan, demi pengorbana nnya kepada kita.
Sejahterak anlah jasad beliau, yang pernah dilempari batu hingga melukai beliau,dem i dakwahnya kepada kita.
Sejahterak anlah jasad beliau,yan g gerahamnya pernah dipatahkan , lantaran kesungguha n beliau dalam membela agama yang akan menyelamat kan kita.
Sejahterak anlah jasad beliau, yang dahinya pernah dilukai sampai mengalir darah dari dahinya yang mulia itu, lalu beliau menahannya dengan tangan beliau agar darah suci beliau tak sampai jatuh ke tanah, sebagai rahmat bagi mereka, kaum yang memerangi beliau, dan bagi kita, dari kemurkaan Allah SWT.
Sejahterak anlah jasad beliau, yang mata panah pernah menembus daging pipinya,de mi kita.
Sejahterak anlah jasad beliau,yan g kakinya sampai bengkak disebabkan pengabdian beliau kepada Allah SWT dan demi dakwah kepada kita.
Sejahterak anlah jasad yang telah memikul kesukaran, keletihan, kesakitan, dan,kelapa ran karena kita.
Terhubung tak Berujung.
Ketika para penghuni rumah itu menyaksika n kepergian Rasulullah SAW, yaitu setelah ruh beliau meninggalk an jasad beliau, tangis pun meledak menyelubun gi seisi rumah.
“wahai Nabi Allah….! Wahai Rasulullah …! Wahai kekasih Allah….!”
Sesaat kesedihan menyelubun gi rumah itu, seketika, suasana penuh haru menyembura t di wajah para sahabat yang ada di dalam masjid.
Tak lama kemudian,b erita wafatnya Rasulullah pun kemudian menyebar begitu cepat ke segenap penjuru kota Madinah.
Musibah Terberat
Kembali lagi sejenak pada apa yang dialami Sayyidina Ali bin Abu Thalib KW pada detik-deti k yang sangat bersejarah itu. Saat itu, ia tengah duduk di sisi tubuh mulia Rasulullh SAW.
Ketika ia melihat guncangan ruh beliau, ia melihat Sayyidatun a Aisyah RA menangis. Maka kemudian ia mengangkat tubuh Rasulullah SAW dan meletakkan nya di kamar beliau. Setelah meletakkan tubuh nan suci itu, di saat ruh Rasulullah SAW hampir terlepas dari jasadnya, Sayyidina Ali pun terjatuh dan kemudian tak kuasa untuk berdiri.
Maka kemudian,t atkala suara tangisan memenuhi ruangan rumah itu,terden garlah suara yang tidak terlihat siapa yang menyatakan nya. Mereka mendenga suara yang mengatakan ,”Inna lillahi wa inna ilahi raji’un. Ya Ahlal Bait, a’zhamalla hu ajrakum. Ishbiru wahtasibu mushibatak um. Fa inna Rasulallah farathukum fil jannah.”-
Sesungguhn ya kita ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Wahai penghuni rumah,semo ga Allah membesarka n ganjaran pahala kalian. Bersabarla h dan bermuhasab ahlah dengan musibah yang kalian alami ini. Maka sesungguhn ya Rasulullah mendahului mu sekalian di surga.”
Ketika suara itu terdengar, merekapun terdiam dan menjadi tenang. Setelah suara itu berhenti,m ereka pun menangis lagi.
Demi Allah, Dzat Yang Disembah,k alian tidak pernah diberi musibah seperti musibah yang mereka rasakan. Tiada satu rumah pun yang pernah merasakan kehilangan seperti yang mereka rasakan.
Kabar itu tersiar cepat di kota Madinah. Para sahabat merasa kebingunga n. Ketika dikatakan kepada mereka “Wahai para sahabat, tidakkah kalian tahu, Rasulullah SAW adalah manusia, dan sebagai manusia beliau pun pasti mengalami kematian?” , mereka mengatakan ,”Ya, tapi kehidupan beliau kekal dalam diri kami dan telah menjadi cambuk dahsyat pada jiwa kami.”
Hati para sahabat terus bergetar.
Kala itu, Sayyidina Umar bin Khathab menghunusk an pedangnya sambil mengibas-n gibaskanny a di jalan. Karena rasa sedih yang begitu mendalam, ia berteriak, ”Sekelompo k dari golongan munafik berkata bahwa Rasulullah telah mati.
Rasulullah SAW tidak wafat. Akan tetapi beliau menjumpai Tuhannya sebagaiman a perginya Musa AS. Dan beliau kembali kepada kita. Siapa yang menyatakan Rasulullah telah mati akan kutebas dengan pedangku ini.”
Setelah sampai kabar kepada Abdullah bin Zaid RA, ia menangis,k emudian menengadah kan tangannya dan berdoa, “Ya Allah, ambillah penglihata nku ini,sehing ga aku tak dapat melihat seorang pun lagi selepas kepergian Rasulullah SAW.” Maka,ia pun kehilangan penglihata n pada saat itu juga.
Sahabat yang lain, ketika mendengar berita tentang Abdullah bin Zaid RA,berteri ak, “Ya Allah,ambi llah ruhku, dan tiada lagi kehidupan setelah wafatnya Rasulullh SAW.” Tiba-tiba ia terjatuh.A llah mengambil nyawanya seketika itu juga.
Sementara itu Sayyidina Ustman RA membisu. Ia tidak dapat berkata apa-apa.
Hidup dan Mati dalam Kebaikan
Ketika pikiran mereka terganggu, mereka kebingunga n, maka telah sampai berita kepada Sayyidina Abubakar Ash Shidiq RA, dan ia pun berada dalam keadaan yang menyedihka n itu. Dari arah rumahnya, ia menuju ke Masjid Nabawi dan memasukiny a.
Ia mendapati Sayyidina Umar dan para sahabat yang lain tengah dalam kebingunga n.
Kemudian ia melintasi masjid itu dan sampai di rumah Rasulullah . Ia meminta izin dari penghuni rumah untuk dapat masuk ke rumah dna ia diizinkzn untuk masuk.
Periwayat kisah ini mengatakan ,Sayyidina Abubakar RA masuk dalam keadaan dadanya berdebaran dan tampak ia penuh keluh kesah, seakan-aka n nyawanya pun akan dicabut pada saat itu.
Ia menangis. Kemudian terdengar darinya suara bagaikan bergolakny a air yang tengah mendidih. Ia memalingka n wajahnya, sementara air matanya terus bercucuran . Saat itu,jasad mulia Rasulullah SAW diselimuti kain. Lalu ia membuka kain selimut yang menutupi jasad mulia Rasulullah SAW,demi menatap wajah paling mulia itu.
Ia memandang wajah Rasulullah SAW dna mendekatka n wajahnya. Dikecupnya kening dan pipi Rasulullah SAW. Lalu, sambil menangis ia mengatakan ,”Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah , betapa mulianya kehidupan dan wafatmu. Allah SWT tidak akan menimpakan dua kali wafat untukmu. Jikalau tangisan itu bermanfaat bagimu, niscaya kami akan biarkan air mata ini terus berlinang. Tetapi, tiada tempat mengadu selain Allah SWT.
Susungguhn ya kita ini adalah milik Allah dan sesungguhn ya kepada-Nya lah kita akan kembali. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau, ya Muhammad, adalah utusan Allah. (Aku bersaksi bahwa) engkau telah menunaikan risalah dan menyampaik an amanah. Dan engkau meninggalk an kami di atas yang bersih.”
Sayyidina Abubakar tenggelam dalam kesedihan. Napasnya pun tersengal- sengal. Ia pandangi kembali wajah Rasulullah SAW seraya berkata,” Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, wahai Muhammad.”
Wahai para sahabat yang mendapat didikan langsung dari RAsulullah SAW. (Dan untuk Sayyidina Abubakar) wahai sahabat Rasulullah ketika di Gua Tsur. Jadi engkau memahami bahwa perpindaha n Rasulullah SAW itu adalah suatu kehidupan baru Rasulullah SAW. Sehingga, kalian mengatakan , “Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, wahai Muhammad.”
Makna “siapa Menyembah Muhammad…”
Sayyidina Abubakar mengusap air mata dari kedua matanya yang mulia itu dengan tangannya. Lalu ia kembali menyelimut i kain penutup wajah mulia Rasulullah SAW. Ia pun kemudian beranjak kepada keluarga Rasulullah SAW dan berusaha untuk menenangka n mereka.
Pada saat ia menangis dan mengatakan kepada Rasulullah SAW bahwa beliau hidup dan wafat dalam kebaikan, saat itu para wanita seisi rumah itu pun menangis. Abubakar RA kemudian keluar dan ia melihat kembali betapa seisi masjid berada dalam kepiluan.
Kemudian ia menaiki mimbar kekasihnya , tuannya, dan pemimpinny a, Rasulullah SAW. Langkah kakinya telah membawanya ke mimbar itu. Maka, setelah memuji Allah SWT, bersalawat atas Nabi, ia pun mengutip firman Allah SWT,”Setia p jiwa akan mendapatka n kematian.” Ia juga membacakan ayat,”Dan tidaklah Muhammad itu kecuali sebagai rasul dan telah berlalu para rasul sebelumnya .” Dan ayat,”Sesu ngguhnya engkau mati dan mereka juga mati.”
Ia berkata lagi,”Siap a yang menyembah Muhammad, Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah,Alla h itu hidup dan tidak mati.”
Kalimat ini mengandung pemahaman yang dalam. Pemahamann ya bukanlah seperti pemahaman mereka yang jahil pada saat ini, yang memahami kata-kata “Siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah wafat” sebagai putusnya hubungan dengan Nabi SAW.
Demi Allah, Tuhan Yang Disembah, makna kalimat itu adalah siapa yang mengaitkan dirinya dengan kehidupan Rasulullah SAW di dunia saja, kehidupan Rasulullah SAW telah berakhir. Rasulullah telah wafat. Namun siapa yang menjadikan hubunganny a dengan Rasulullah SAW sebagai hubunganny a dengan Allah SWT, Allah itu Mahahidup dan tidak mati.
Jadi, dengan pengertian bahwa hubungan kalian dengan Rasulullah SAW tidak akan pernah berakhir. Karena, hubungan dengan Rasulullah SAW memiliki kaitan erat dengan hubungan kepada Allah SWT, Yang Mahahidup. Kaitan ini adalah kaitan yang hidup dan tidak pernah mati.
Kemudian Sayyidina Abubakar berpaling kepada Sayyidina Umar, menghiburn ya dari kebimbanga n yang ia rasakan.
Aroma Kesturi
Di rumah Rasulullah SAW, Sayyidina Ali pun telah bangun setelah terjatuh lantaran kesedihan. Ia bersama Sayyidina Abbas mengurus jenazah Rasulullah SAW. Kemudian, turut pula bersama itu kedua putra Sayyidina Abbas, yaitu Abdullah dan fadhl.
Dibantu oleh mereka, Sayyidina Ali KW memandikan jasad mulia Rasulullah SAW dengan pakaian yang masih beliau kenakan tanpa membuka aurat beliau sedikit pun. Sayyidina Ali mengatakan , “Kami memandikan beliau dan beliau masih mengenakan pakaiannya . Saat kami hendak memiringka n beliau ke kanan, beliau menghadap kekanan dengan sendirinya . Ketika kami hendak memiringka n beliau ke kiri, beliau menghadap ke kiri dengan sendirinya . Kami tidak mendapati seorang pun yang membantu kami untuk memandikan beliau, kecuali jasad beliau sendiri yang berubah kedudukann ya.”
Katanya lagi, “Ketika kami memandikan beliau,ang in yang sejuk dan nyaman bertiupan kearah kami seakan-aka n kami merasakan para malaikat masuk dan bersama dengan kami pada saat itu, ikut memandikan jasad mulia Rasulullah SAW. Tidaklah ada air yang jatuh dari jasad mulia baginda Rasulullah , melainkan ia lebih wangi dari aroma kesturi. Kemudian, kami kafankan jasad beliau.”
Salah Satu Taman Surga
Di tempat lain, para sahabat saling bertanya,” Di manakah akan kita makamkan jasad Rasulullah SAW?”
Sebagian dari mereka ada yang mengatakan agar jasad Rasulullah SAW dimakamkan di Baqi’. Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih nya menyatakan , sebagian sahabat mengatakan agar beliau dimakamkan di sisi mimbarnya, yaitu di dalam Masjid Nabawi.
Hal ini menjelaska n bahwa, ketika Allah melaknat Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat sujud mereka, laknat tersebut bukanlah karena sujud di suatu masjid yang ada kuburnya di dalamnya. Sebab, bila cara pandang seperti itu benar, niscaya para sahabatlah yang terlebih dahulu memahami akan hal tersebut, sebagai buah dari kehidupan mereka bersama Rasulullah SAW.
Sampai kemudian Sayyidina Abubakar RA mengatakan kepada para sahabat yang lainnya, “Sesungguh nya para nabi dikuburkan di tempat mereka mengembusk an napasnya yang terakhir, sebagaiman a yang aku dengar dari sabda Rasulullah SAW.”
Maka digalilah lubang di dalam kamar Rasulullah SAW sebagai tempat untuk menyemayam kan jasad suci beliau. Kemudian turunlah Sayyidina Ali KW ke dalam lubang kubur Rasulullah SAW, yang, demi Allah, tak lain merupakan salah satu taman dari taman-tama n surga. Selain Sayyidina Ali, ikut turun pula pembantu Rasulullah SAW yang bernama Syaqran.
Syaqran berkata, “Aku melihat ke atas, tempat yang pernah diduduki Rasulullah SAW. Hatiku pilu. Kini kami harus meletakkan jasad Rasulullah SAW dalam kuburnya. Aku melihat ke atas tempat duduk Rasulullah SAW. Aku mengambiln ya. Aku pun berkata,
“Ya Rasulullah , tiada satu pun yang boleh duduk di atas tempat duduk ini selepasmu, wahai Rasulullah !.”
Sayyidina Ali pun memakamkan Rasulullah SAW dalam kubur beliau, bersama para sahabat yang terlibat saat pemakaman itu.
Sang Putri Menyusul
Ketika mereka telah bubar usai pemakaman, datanglah Sayyidatin a Fathimah Az-Zahra. Dialah yang tidak ada kesedihan yang lebih mendalam melanda seseorang setelah kepergian Rasulullah SAW selain yang dialami oleh putri Rasulullah SAW ini.
Dalam keadaan menangis, Sayyidatin a Fathimah melihat Anas bin Malik RA, pembantu ayahandany a, yang besar dibawah asuhan Rasulullah SAW dan mendapat didikan Rasulullah SAW, di rumah beliau itu. Kemudian ia berkata kepada Anas, “Ya Anas, engkau sanggup meletakkan tanah di atas tubuh Rasulullah ?”
Anas pun menangis, sambil mengatakan , “Celakalah kami, celakalah kami, celakalah kami, wahai Fathimah.
Sesungguhn ya kami tidak menyadari dengan apa yang kami lakukan. Kalaulah kami telah mendengark an terlebih dulu apa yang engkau katakan sekarang ini, niscaya kami tidak akan sanggup mengebumik annya.”
Sayyidatin a Fathimah pun berlalu, seakan ia tak mengenali siapa pun yang ada disitu. Hatinya amat sedih karena musibah yang menimpanya . Ia kemudian berdiri di sisi kubur ayahandany a dan mengambil segumpal tanah, lalu menciumnya .
Dalam tangisanny a, ia berkata, “Apa yang dapat dirasakan si pencium tanah kubur Nabi Muhammad ini…. Tidak dapat dirasakan pada selainnya sepanjang masa. Aku ditimpa musibah dengan musibah yang jika musibah selainnya menimpaku setiap hari pun niscaya tidak mengapa.”
Tidak sampai lima bulan setelah wafatnya Rasulullah SAW, Sayyidatin a Fathimah pun wafat. Fathimah adalah seorang yang di gelari Ummu Abiha, Ibu dari Ayahnya (Karena sejak meninggaln ya Sayyidatin a Khadijah, istri Rasulullah SAW, Sayyidatin a Fathimah-l ah yang banyak mengurus keseharian hidup Rasulullah SAW).
“ Wahai Rasulullah ….”
Sekarang, bagaimanak ah keadaan kalian semua, wahai para sahabat, selepas wafatnya Rasulullah SAW? Adakah kalian memahaminy a sebagai akhir dari kehidupan Rasulullah SAW?
Demi Allah, tidak demikian. Dugaan seperti itu benar-bena r meleset.
Seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalan i dalam Fathul Bari jilid kedua pada kitab Memohon Pertolonga n, sebagaiman a juga ini diriwayatk an oleh Al-Baihaqi , Al-Hakim, dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang shahih, Bilal ibn Harits Al-Muzuni, salah seorang sahabat Nabi, datang berziarah ke makam Rasulullah SAW. Saat itu musim paceklik tengah melanda,ya itu pada masa pemerintah an Sayyidina Umar RA. Ia pun berdiri di sisi makam mulia Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah ….”
Perhatikan lah baik-baik, sahabat Nabi ini mengatakan “Ya Rasulullah ….” (Yaitu memanggil Rasulullah SAW secara langsung, atau sebagai orang kedua).
“Ya Rasulullah . Banyak yang telah binasa, mohonkanla h air kepada Allah untuk umatmu.”
Karena mereka memahami bahwa Rasulullah SAW hidup di dalam kuburnya. Beliau mendengark an shalawat yang diucapkan atas beliau, dan menjawab salam yang diucapkan kepada beliau. Beliaulah yang telah bersabda,” Sesungguhn ya para nabi itu hidup dalam kubur mereka.”
Selesai.
wallahu a'lam semoga bermanfaat
اللهم صل و سلم و بارك على سيدنا محمد و على آل سيدنا محمد و اصحابه و أزواجه و ذرياته و على الصحابة و التابعين و تابعي التابعين و من بعدهم من العلماء العباد وسائر الأخيار اجمعين
Subscribe to:
Posts (Atom)