Hidup ini memang ujian. Seperti apa pun warna hidup yang Allah berikan kepada seorang hamba, tak luput dari yang namanya ujian. Bersabarka h sang hamba, atau menjadi kufur dan durhaka.
Dari sudut pandang teori, semua orang yang beriman mengakui itu. Sangat memahami bahwa susah dan senang itu sebagai ujian. Tapi, bagaimana jika ujian itu berwujud dalam kehidupan nyata. Mampukah?
Hal itulah yang pernah dialami Bu Khairiyah.
Waktu itu, Allah mempertemu kan jodoh Khairiyah dengan seorang pemuda yang belum ia kenal. Perjodohan itu berlangsun g melalui sang kakak yang prihatin dengan adiknya yang belum juga menikah. Padahal usianya sudah nyaris tiga puluh tahun.
Bagi Khairiyah,
Ia sengaja memilih pinangan melalui sang kakak karena dengan cara belum mengenal calon itu bisa lebih menjaga keikhlasan
Hari-hari berumah tangga pun dilalui Khairiyah dengan penuh bahagia. Walau sang suami hanya seorang sopir di sebuah perusahaan
Keberkahan di rumah tangga Khairiyah pun mulai tampak. Tanpa ada jeda lagi, Khairiyah langsung hamil. Ia dan sang suami pun begitu bahagia. "Nggak lama lagi, kita punya momongan, Bang!" ujarnya kepada sang suami.
Mulailah hari-hari ngidam yang merepotkan
Dan, yang ditunggu pun datang. Bayi pertama Bu Khairiyah lahir. Ada kebahagiaa
Mungkin, inilah kekhawatir
Dokter menyatakan
Walau dokter mengizinka
Setidaknya
Beberapa bulan kemudian, Allah memberikan kabar gembira kepada Bu Khairiyah. Ia hamil untuk anak yang kedua.
Bagi Bu Khairiyah,
Dengan izin Allah, anak kedua Bu Khairiyah lahir dengan selamat. Bayi itu pun mempunyai nama Nisa. Lahir di saat sang kakak baru berusia satu tahun. Dan lahir, saat sang kakak masih tetap tergolek layaknya pasien berpenyaki
Beberapa minggu berlalu setelah letih dan repotnya Bu Khairiyah menghadapi
Hingga di usia enam bulan pun, Nisa belum menunjukka
Di usia enam bulan Nisa, Allah memberikan
Belum lagi anak keduanya genap satu tahun, anak ketiga Bu Khairiyah lahir. Saat itu, harapan kedatangan
Mulailah hari-hari sangat merepotkan
Tapi, kerepotan itu masih terus tertutupi oleh harapan Bu Khairiyah dengan hadirnya penghibur Fahri yang mulai berusia satu bulan.
Sayangnya,
Jadilah, tiga bayi yang tidak berdaya menutup seluruh celah waktu dan biaya Bu Khairiyah dan suami. Hampir semua barang berharga ia jual untuk berobat. Mulai dokter, tukang urut, herbal, dan lain-lain.
Justru, perubahan muncul pada suami tercinta. Karena sering kerja lembur dan kurang istirahat,
Hanya sekitar sepuluh jam dalam perawatan rumah sakit, sang suami meninggal dunia. September tahun 2001 itu, menjadi titik baru perjalanan
Tiga bulan setelah kematian suami, Allah menguji Bu Khairiyah dengan sesuatu yang pernah ia alami sebelumnya
Kadang Bu Khairiyah tercenung dengan apa yang ia lalui. Ada sesuatu yang hampir tak pernah luput dari hidupnya, air mata.
Selama sembilan tahun mengarungi
Bu Khairiyah berusaha untuk berdiri sendiri tanpa menanti belas kasihan tetangga dan sanak kerabat. Di sela-sela kesibukan mengurus dua anaknya yang masih tetap tergolek, ia berdagang makanan. Ada nasi uduk, pisang goreng, bakwan, dan lain-lain.
Pada bulan Juni 2002, Allah kembali memberikan
Pada tanggal 5 Juni 2002, Allah memanggil Nisa untuk meninggalk
Entah kenapa, hampir tak satu pun sanak keluarga Bu Khairiyah yang ingin kembali ke rumah masing-mas
Benar saja, dua hari setelah kematian Nisa, Nida pun menyusul. Padahal, tenda dan bangku untuk sanak kerabat yang datang di kematian Nisa belum lagi dirapikan.
Inilah puncak dari ujian Allah yang dialami Bu Khairiyah sejak pernikahan nya.
Satu per satu, orang-oran
Kalau hanya sekadar air mata yang ia perlihatka
Hanya ada satu sikap yang ingin ia perlihatkan agar semuanya bisa bernilai tinggi. Yaitu, sabar. "Insya Allah, semua itu menjadi tabungan saya buat tiket ke surga," ucap Bu Khairiyah kepada Eramuslim.
No comments:
Post a Comment