Thursday, November 1, 2012

Bapak Terlalu Jujur

AKU DAN AYAH
Bapakku seorang Penilik Sekolah Dasar di sebuah kecamatan. Untuk di sebuah kecamatan, sebetulnya Bapak termasuk golongan priyayi. Tetapi kami sekeluarga hidup sederhana, bahkan sangat sederhana. Itu semua karena Bapak terlalu jujur.
Seringkali aku tidak memahami siapa Bapak. Bapak adalah tipe laki-laki pendiam yang tidak banyak berbicara. Bapak lebih akrab dengan buku-bukunya dan suka sekali menulis, terutama menulis buku-buku pelajaran Sekolah Dasar.
Tetapi bukan berarti Bapak tidak menyayangi kami anak-anaknya. Bapak seringkali menarik tangan anaknya yang sedang lewat dekat meja kerjanya, kemudian memeluk dan menciuminya. Kalau ingin dicium, ya tinggal mendekat ke meja kerja Bapak, sambil mengajaknya bergurau atau naik di meja itu. Pasti Bapak akan meraih dan menghujani dengan ciuman.
Kesederhanaan Bapak tercermin dari perilaku sehari-hari. Pakaian, sepatu, tas kerja hanya itu-itu saja dari tahun ke tahun. Dan kejujuran Bapak sudah terkenal dimana-mana, terutama di kalangan pendidik di kecamatan dan kabupaten.
Bapak memiliki hak untuk memindahkan guru dari lokasi satu ke lokasi yang lokasi lainnya. Di wilayah kerjanya tentu banyak guru yang ingin dipindahkan untuk mendekati tempat tinggal, atau di lokasi yang lebih strategis. Terutama mereka yang ditempatkan di pelosok desa tetapi ingin pindah ke kota.
Mereka ini datang ke rumah dengan membawa kue, bingkisan dan bahkan menjanjikan uang. Tetapi Bapak tak pernah mau menerima barang-barang dan uang itu. Dengan santun para tamu yang kebanyakan guru atau kepala sekolah SD itu ditemui di ruang tamu. Dan Ibu membuatkan mereka teh, tetapi kemudian mereka akan pulang dengan kecewa.
Begitu juga dengan buku-buku pelajaran karangan Bapak. Seringkali ditipu oleh penerbit. Dikembalikan tetapi kemudian di kota lain diterbitkan dan dipakai untuk SD SD di situ dengan nama pengarang yang berbeda. Aku paling suka protes, tetapi Bapak menanggapinya dengan santai.
"Biar saja, mereka ini orang yang tidak takut dosa..."
Seharusnya kami sudah kaya raya, karena buku karangan Bapak sangat banyak dan di gunakan di SD-SD waktu itu. Bahkan sampai anak-anaknya lulus kuliah semua, rumah kami masih tidak berubah. Rumah sederhana dengan model biasa tanpa sentuhan tangan arsitek. Bapak memilih menyekolahkan anaknya tinggi daripada memiliki rumah yang bagus.
Ketika masih SMA, dalam hati aku memprotes Bapak. Itu karena aku merasa malu memiliki rumah yang jelek. Tetapi seiring waktu, semua itu kuanggap hal biasa. Dan aku mengerti pilihan Bapak bukan han yang buruk. Pendidikan anak adalah nomor satu.
Seiring berjalannya waktu, aku dan kakak-kakakku, kami empat bersaudara, masing-masing sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus, dan berumah tangga. Saat itu Bapak mulai sakit-sakitan. Oh ya, sebagai penulis buku, Bapak adalah perokok berat,hingga paru-paru Bapak dipenuhi dengan nikotin. Aku melihat sendiri hitam-hitam di paru-paru Bapak sehabis di rongten.
Setelah sakit beberapa tahun, Bapak meninggal dengan tenang. Wajahnya putih bersih, padahal Bapak berkulit coklat tua. Aku terisak di depan jenazah beliau, matanya terpejam seperti sedang tidur saja layaknya. Pasti Allah memberikan tempat yang indah untuk orang-orang baik yang jujur seperti Bapak.
Seperti dikisahkan oleh Inggrid
Somewhere, 2 November 2012

No comments:

Post a Comment