Friday, November 9, 2012

Tipu Daya Ateisme



Orang-orang yang menganut paham agnostik adalah orang-orang yang tidak yakin akan adanya Tuhan. Tapi seorang ateis mengatakan dengan tegas bahwa Tuhan tidak ada. Para ateis SEAKAN-AKAN tahu bahwa Tuhan tidak ada.

Dan apa yang membuat ateis menyatakan bahwa Tuhan tidak ada?

Seorang teman baik yang juga teman kampusku, Hamza Tzortzis, kita menjulukinya “Aristoteles Muslim.” Kita memanggilnya begitu, karena dia berasal dari Yunani dan juga seorang muallaf, dan dia juga sangat luas pengetahuannya dalam bidang filosofi. Dan dia telah melakukan banyak debat dengan para ateis TERKENAL di dunia, termasuk  Ed Buckner, yang merupakan kepala “Humanist and Atheist Society” di Amerika Serikat, Dan Barker yang merupakan mantan pendeta Kristen, yang sekarang mengubah Kekristenan-nya menjadi ateis, dan banyak ateis-ateis lain yang telah Hamza debat, semuanya adalah debat publik.

Yang Hamza dan saya simpulkan setelah bertahun-tahun memberikan dakwah, bahwa ateisme sebenarnya tidak masuk akal. Kalian cukup menonton beberapa debat Hamza dengan ateis-ateis yang terkenal di dunia, maka kau akan sangat kecewa karena ateisme entah bagaimana berhasil meyakinkan banyak orang. Padahal ateisme adalah sebuah pilihan yang tidak didasari akal sehat, tapi entah mengapa, para peneliti dan golongan akademis percaya pada ateisme.

Karena telah meneliti argumen-argumen dari para ateis, aku dan Hamza menyimpulkan bahwa hampir semua ateis, menganut ateisme karena alasan emosional, bukan karena alasan yang masuk akal.

Dan saya pikir, dua alasan yang paling utama mengapa seseorang menjadi ateis adalah:

Alasan pertama, Banyak orang-orang yang dulunya religius menjadi ateis karena mereka merasa Tuhan telah mengecewakan mereka. “Dulu aku orang yang religius dan beriman kepada Tuhan. Namun kemudian suatu musibah datang dalam hidupku, betapa teganya Tuhan menimpakan musibah itu padaku. Dia seharusnya menyelamatkan dan menolongku.” Dengan kata lain, mungkin mereka merasa begitu spesial dan Tuhan harus menjaga mereka. Dan ini tentu saja karena dia tidak mengerti hubungan antara seorang manusia dengan Tuhan.

Kita sebagai umat muslim tahu, bahwa hidup adalah ujian. Sebagaimana firman Allah S.W.T. dalam Al-Qur’an, Allah memberitahu kita “Aku telah menciptakan kehidupan dan kematian, keduanya adalah ujian untuk melihat siapa diantara kalian yang paling baik sikapnya.

Jadi, hidup ini adalah ujian. Tentu saja dalam ujian itu akan ada kesukaran, penyakit, dan sebagainya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman “Apakah kalian pikir Aku akan membiarkan kalian mengatakan bahwa kalian beriman tanpa menguji kalian? Seperti Kami menguji orang-orang sebelum kalian.” Jadi kita akan diuji. Bahkan, Nabi Muhammad S.A.W. bersabda bahwa Allah menguji seseorang yang paling dicintai-Nya dengan ujian terberat. Karena melalui proses inilah kita menjadi lebih baik. Ujian ini untuk membentuk karakter dan kepribadian kita. Layaknya proses pemurnian besi, untuk menghasilkan besi yang murni, kau harus mengekstrak besi itu dari tanah yang menutupinya.

Jadi banyak ateis yang beranggapan bahwa “Jika Tuhan itu memang ada, mengapa Dia membiarkan musibah ini terjadi padaku?” Tapi ini tak masuk akal, ini hanya didasarkan emosi.

Percaya kepada Tuhan sebenarnya merupakan naluri alami seorang manusia. Menjadi ateis adalah suatu keputusanyang melawan kodrat dan naluri manusia itu sendiri. Manusia secara alami terlahir sebagai orang yang beriman pada Sang Pencipta, tapi lingkungan dan keadaan tempat tinggalnya-lah yang membuatnya jauh dari Tuhan.

Alasan kedua kenapa seseorang menjadi ateis adalah karena mereka tidak suka hidup dalam aturan. Mereka tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatan mereka. Mereka tidak suka pada kewajiban-kewajiban ibadah yang harus dilakukan seorang manusia, serta larangan-larangan dari Sang Pencipta. Dengan kata lain, para ateis menyukai kebebasan yang semu.

Juga ada banyak alasan yang lainnya, jika dilihat dari sisi sejarah, yaitu konflik antara gereja Katholik Roma dan ilmu pengetahuan, karena banyak para ilmuwan masa lalu yang dibunuh. Ini disebabkan ilmu pengetahuan bertentangan dengan dogma-dogma gereja. Contohnya. Galileo Galilei diperlakukan dengan tidak adil oleh gereja. Dan gereja tidak memberikan para ilmuwan kebebasan untuk mengembangkan teori-teori ilmiah.

Dan bagi kita sebagai umat muslim, itu hanya sebuah cerita sampingan bagi kita. Karena tentu saja dalam peradaban Islam, tidak ada konflik antara ilmu pengetahuan dan agama. Dalam peradaban kita, bahkan ilmu pengetahuan sangat dianjurkan untuk dieksplorasi. Bahkan menurut beberapa sarjana dan kaum intelek Barat, metodologi ilmu pengetahuan merupakan produk umat muslim. Jadi orang-orang Barat belajar mengenai metodologi ilmu pengetahuan dari umat muslim.

Tapi anggapan bahwa sebagian besar ilmuwan adalah orang-orang ateis tidak benar. Faktanya, jika kau melihat pada sebagian ilmuwan, seperti Albert Einstein, sangat jelas bahwa dia percaya pada Tuhan. Hal ini terlihat jelas dari ucapan dan tulisan-tulisan Albert Einstein. Isaac Newton juga percaya akan adanya Tuhan. Dan  bahkan Charles Darwin, pada masa-masa awal kehidupannya juga percaya bahwa Tuhan itu ada. Setelah sekian lama, barulah dia menyatakan keraguannya tentang keberadaan Tuhan. Jadi anggapan bahwa komunitas ilmuwan adalah komunitas ateis sama sekali tidak tepat.

Dan sekarang, aku ingin membuktikan bahwa percaya akan keberadaan Tuhan adalah sifat alami manusia.

Salah satu penelitian besar baru saja dilakukan di Oxford University oleh komunitas Anthropology and Mind yang menghabiskan 1,98 juta poundsterling. Ada sekitar 60 universitas di seluruh dunia yang berpartisipasi dalam penelitian ini.

Dan setelah sekian tahun, mereka menyimpulkan bahwa percaya akan keberadaan Tuhan, beriman kepada suatu agama, dan percaya akan adanya alam akhirat bukanlah sesuatu yang diajarkan orangtua kita. Ini semua merupakan naluri alami manusia. Bahkan, proses berpikir manusia dibentuk oleh hal-hal religius.

Ini sama persis seperti yang Islam ajarkan, bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah(suci). Dengan kata lain, setiap manusia secara alami menyembah Tuhan sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad S.A.W. Dan Nabi Muhammad S.A.W. bersabda bahwa orangtua kita yang membuat kita kita mengikuti agama lain atau menjadi ateis.

Dan kita mempunyai akal, sedangkan binatang bergantung pada insting. Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akalnya.

Dan kita juga punya gerak reflek, sebagai contoh jika aku memegang sesuatu yang panas, maka aku tidak perlu berpikir, tidak ada proses yang terjadi dalam otakku. Kau menjatuhkan benda yang panas secara insting. Inilah gerakan reflek. Ini sesuatu yang tidak masuk akal tapi merupakan bagian dari diri kita.

Untuk dapat memegang benda yang panas, maka kau harus melatih dirimu, kau harus melawan gerakan reflekmu dan memaksa diri untuk tetap memegang benda yang panas itu. Jadi inilah hal unik dalam diri manusia. Meskipun begitu, insting kita tetap ada namun kita lawan.

Jadi, kepercayaan kita pada Tuhan juga merupakan insting. Apa buktinya? Ada kejadian yang sangat menarik dimana Richard Dawkins yang merupakan salah satu ateis yang terkenal, baru-baru ini diwawancara di dalam acara TV. Pada saat sesi perkenalan, dia mengatakan, “Hampir seluruh umat Kristen tidak tahu apapun tentang ayat-ayat Bible mereka.” Lalu pembawa acara mengatakan “Oh jadi begitu ya. Tuan Dawkins, kau adalah fans berat Darwin kan?” Richard Dawkins berkata “Tentu saja, karena Darwin orang yang sangat penting.” “Dapatkah kau memberitahuku judul penuh dari bukunya yaitu The Origin of the Species?” Richard Dawkins berkata “Umm.... ya Tuhan! Aku tidak hafal.” Jadi kita lihat orang ateis yang terkenal ini, ketika dia berada dalam situasi sulit, maka dia mengatakan “ya Tuhan!” Jadi ini sebenarnya didasari insting

Allah memberikan contoh dalam Alqur’an tentang sekumpulan orang yang menaiki kapal laut untuk berdagang. Dan ketika berada di lautan, ada sebuah badai besar yang menerjang mereka. Jadi kebanyakan orang pasti berpikir “Oke, kapal ini akan menyelamatkanku karena kapalnya terbuat dari bahan yang bagus." atau mereka berpikir bahwa “kapten kapal akan menyelamatkanku.” Namun ketika kapalnya mulai hancur dan arus laut menghanyutkan sang kapten kapal, apa yang mereka lakukan? Mereka mulai memohon kepada Sang Pencipta, mereka mulai berkata “Ya Tuhan selamatkan kami!"

Ketika mereka berkata ”Ya Tuhan”, sebutannya tidak penting, apakah mereka akan mengatakan Tuhan, Allah, Buddha, Zeus, Yesus, atau apapun. Sebutannya tidak penting, tapi konsepnya yang penting. Dalam pikiran mereka masing-masing,  mereka memanggil Sesuatu yang mereka tahu secara naluriah mempunyai kuasa atas segala hal di jagat raya. Itulah Satu-satunya yang mereka panggil.

Secara naluriah, mereka tahu bahwa Sesuatu itu ada, Yang mempunyai kekuatan dan kuasa untuk menyelamatkan mereka dari kesulitan. Inilah poin pentingnya. Karena Sesuatu yang mereka panggil secara naluriah ini bukanlah bagian dari jagat raya dan tidak diciptakan oleh jagat raya. Siapa lagi Sesuatu itu kalau bukan Allah, yang merupakan Sang Pencipta, yang memiliki kuasa atas segalanya? Jadi pengetahuan insting ini telah terbukti secara ilmiah sebagai bagian intrinsik dari proses berpikir manusia.

Namun jika Tuhan itu ada, mengapa ada anak-anak yang sekarat, wanita-wanita yang sekarat, ada gempa bumi, ada penyakit, kenapa Tuhan yang Maha Penyayang membiarkan semua ini? Meski begitu, kita seharusnya sadar bahwa ateisme bukanlah pernyataan yang logis. Ateisme hanyalah pernyataan yang didasari emosi. Karena alasan untuk percaya bahwa jagat raya mempunyai Sang Pencipta sudah begitu jelas, karena kita hidup dalam jagat raya yang begitu rapi dan sistematis. Ketika kita melihat sesuatu yang terorganisir dan sistematis, maka begitu masuk akal untuk menyimpulkan bahwa ada kekuatan, kuasa, dan kecerdasan di baliknya.

Jadi adanya penderitaan tidak ada hubungannya dengan keberadaan Tuhan. Sebenarnya yang jadi pertanyaan adalah, “Kenapa Tuhan membiarkan kesusahan dan penderitaan terjadi?” Satu-satunya cara kita menjawab pertanyaan itu adalah ketika Tuhan berfirman kepada kita.

Faktanya, pertanyaan itu sendiri menuntun akal sehat kita untuk menyimpulkan bahwa kita butuh wahyu dari-Nya. Kita butuh Tuhan untuk memberitahu kita “Kenapa dia menciptakan penderitaan di dunia ini? Apa tujuan hidup kita? Apa alasan kita diciptakan?

Dan ngomong-ngomong Insya Allah, mungkin kita bisa membahas sisa pembahasan dalam sesi tanya jawab, Jazakallahu Khair Assalammualaikum Wr. Wb.

Sesi Tanya Jawab
Assalammualaikum. Pertanyaan saya  adalah: Semua orang tahu bahwa Tuhan itu Maha Adil. Tapi ketika saya berbicara dengan teman ateis saya, pertanyaan yang tidak dapat saya jawab adalah dimana letak keadilannya? Karena ada sebagian orang yang terlahir dari keluarga muslim sedangkan orang lain terlahir dalam keluarga ateis. Jadi dia mengatakan "Aku terlahir dari keluarga penganut ateis, jadi pesan-pesan Tuhan tidak sampai kepadaku. Dengan begitu, Dia tidak adil karena ada orang yang dilahirkan dari keluarga yang religius sehingga pesan Tuhan sampai pada mereka, dan ada orang yang dilahirkan dari keluarga ateis sepertiku sehingga Tuhan tidak adil karena Dia tidak menyampaikan pesannya kepadaku."

Wa'alaikumsalam. Pertama-tama saudariku, menurutku jawabannya cukup jelas karena kau sudah berbicara dengan orang itu, dengan begitu kau memberikan mereka kesempatan untuk berubah dan menerima kenyataan. Bagaimana mungkin mereka mengeluh tentang pesan Tuhan tidak sampai kepada mereka, sementara kau adalah seseorang yang menyampaikan pesan Tuhan kepada mereka?

Dan inilah hal yang benar-benar ingin aku sampaikan, aku benci untuk menggeneralisasi sekumpulan orang, tapi sejujurnya banyak dari para ateis adalah orang-orang yang sombong. Ketika kau mulai berdiskusi dengan mereka, kau memberikan pada mereka jawaban yang sangat masuk akal namun mereka menjawab dengan jawaban yang PALING TIDAK MASUK AKAL. Tapi mereka mengaku sebagai orang-orang yang berpikir. Aku juga sangat menganjurkan, agar kau memberikan teman ateismu sebuah buku, minta mereka untuk baca buku “The Man in the Red Underpants.” Kita akan lihat apakah mereka dapat menjawabnya dan kau juga harus membacanya, Insya Allah buku ini benar-benar bermanfaat, karena permulaan bukunya membicarakan tentang masalah keberadaan Tuhan.

Poin lain yang ingin kusampaikan adalah mengenai "fitrah manusia." Kita percaya bahwa manusia mempunyai pengetahuan naluriah. Ateisme tidak masuk akal, dan ini telah dilakukan oleh Institusi Oxford dalam bidang antropologi dan psikologi dengan menghabiskan 1,96 juta poundsterling, melibatkan 60 universitas di seluruh dunia, termasuk di Cina, yang merupakan negara komunis yang mayoritas penduduknya tidak percaya adanya Tuhan, mereka mengetes anak-anak di Cina. Dan yang mengejutkan adalah, mereka percaya adanya Tuhan dan mereka percaya akan adanya alam akhirat. Jadi bahkan dalam komunitas ateis, anak-anak masih percaya pada konsep dasar yang alami ini. Dan inilah salah satu alasan mengapa Oxford University menyimpulkan bahwa percaya kepada Tuhan, percaya kepada agama, dan percaya kepada alam akhirat sebenarnya sifat alami manusia.


Ayo Subscribe ke YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/arceuszeldfer
Ayo Like Facebook Page-nya: Lampu Islam

Lihat juga artikel-artikel dan video berikut:

No comments:

Post a Comment