Imam Syafi'i menuturkan
شكوت إلي وكيع سوء حفظي ** وأرشدني إلي ترك المعاص
وأخبرني بأن علم النور ** ونور الله لا يهدى لعاص
Aku pernah mengadukan keluhanku kepada guruku Imam Waki' tentang jeleknya hafalanku
Dan beliau membimbingku ( menyuruhku) untuk meninggalkan maksiat
Dan beliau juga mengkhabarkan kepadaku bahwasannya Ilmu itu Nuur (cahaya)
Dan Nurullaah ( cahaya Allah ) tidak akan datang petunjuk nya pada orang yang bermaksiat.
إِنَّ العَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ» {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
“Sesungguhnya ketika seorang hamba melakukan satu dosa, maka dititikkan dalam hatinya satu titik hitam. Ketika dia tinggalkan, memohon ampun, dan bertaubat, maka hatinya akan dibersihkan. Jika dia mengulangi lagi, maka akan ditambahkan titik hitam itu sampai menutupi hatinya. Itulah ar-Ran, yang telah Allah sebutkan dalam firmannya:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُون
“Sekali-kali tidak, tetapi disebabkan ar-Ran yang menutupi hati mereka disebabkan apa yang telah mereka lakukan.” (HR. Tumudzi )
Sya'ir imam syafi'i di atas adalah salah satu diantara syair2 beliau yang di nukil dalam I'aanah 2 /190,.,,
Ma'shiat bisa mempengaruhi Nur ( cahaya Allah ) menjauh dari kita, dan dampak salah satunya adalah lemahnya hafalan seperti yang di tutur kan beliau dalam kisahnya.. Padahal kita tahu bahwa beliau sebenarnya orang yang hafalannya sungguh amat luar biasa.
Diriwayatkan dari Imam Asy Syafi’i, ia berkata,
“Aku telah menghafalkan Al-Qur’an ketika berumur 7 tahun. Aku pun telah menghafal kitab Al-Muwatho’ karangan guru ku Imam Malik ketika berumur 10 tahun. Ketika berusia 15 tahun, aku pun sudah berfatwa.” (Thorh At-Tatsrib, 1: 95-96).
Sungguh luar biasa hafalan beliau. Namun kenapa hafalan beliau bisa terganggu? Ketika itu Imam Syafi’i mengadukan pada gurunya Waki’. Beliau berkata:
“Wahai guruku, aku tidak dapat mengulangi hafalanku dengan cepat. Apa sebabnya?” Gurunya Imam Waki’ lantas berkata, “Engkau pasti pernah melakukan suatu dosa. Cobalah engkau merenungkan kembali.. !!!”
Imam Syafi’i pun merenung, ia merenungkan keadaan dirinya, “Dosa apa yang kira kira telah ku perbuat..???” Beliau pun teringat bahwa pernah suatu saat beliau melihat seorang wanita tanpa sengaja yang sedang menaiki kendaraannya, lantas tersingkap pahanya [ada pula yang mengatakan: yang terlihat adalah mata kakinya]. Lantas setelah itu beliau memalingkan wajahnya. Lantas keluarlah sya’ir yang diucapkan di atas.
Subhaanallaah, inilah tanda waro’ dari Imam Asy Syafi’i, yaitu kehati-hatian beliau dari maksiat. Beliau melihat kaki wanita yang tidak halal baginya, lantas beliau menyebut dirinya bermaksiat. Sehingga ia lupa terhadap apa yang telah ia hafalkan.
Hafalan beliau bisa terganggu karena ketidak-sengajaan. Itu pun sudah mempengaruhi hafalan beliau. Bagaimana lagi pada orang yang senang melihat wajah wanita, aurat mereka atau bahkan melihat bagian dalam tubuh mereka?! Sungguh, kita memang benar- benar telah terlena dengan maksiat. Lantas yang terjadi adalah seperti hadits yang dikutip di atas, maksiat tersebut menutupi hati kita sehingga kita pun sulit melakukan ketaatan, malas untuk beribadah, juga sulit dalam hafalan Al Qur’an dan hafalan ilmu lain nya.
No comments:
Post a Comment