Dan palu godam seakan menghancurkan hatiku ketika suatu hari saat aku kuliah main ke kost Dessy. Ada foto Hans di meja belajarnya. Lalu berceritakah Dessy bahwa dia sudah jadian dengan Hans sejak kuliah. Namun begitu, Hans tetap rajin mengunjungiku ke kota tempat aku kuliah. Dan kami juga surat-suratan terus. Sampai akhirnya aku lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan di Jakarta, aku masih menjalin hubungan dekat tanpa status dengan Hans. Kebetulan Hans kerja di Singapura. Dalam surat-suratnya sering menceritakan tentang seorang perempuan yang masih keturunan. Bila bertemu pun dia juga begitu, selalu menceritakan tentang Kristin, cewek bule itu. Dadaku sesak, tetapi aku berusaha tenang. Sampai suatu hari, aku berbicara dengan seorang ustad yang kebetulan dekat denganku. Aku ceritakan semua kisah cinta ini. Ustad itu menyarankan aku untuk segera meminta kepastian, apalagi usiaku sudah mendekati 30 tahun. Kebetulan Hans habis mengirimkan e-mail bahwa dia sedang mudik untuk beberapa minggu. Malam itu juga aku minta ijin cuti dan pulang ke kampung halamanku. Aku mengontak Hans dan mengabarkan bahwa aku juga lagi mudik. Malam berikutnya aku bertemu dengannya di ruang tamuku. Alangkah rindunya. Dan Hans juga terlihat antusias menemuiku. Namun sebenarnya hari itu, adalah ibarat kiamat bagiku. "Akhir tahun ini, aku akan menikahi Kristin," katanya. "Oh ya?" "Iya, kami akan menikah di Singapura," tuturnya. Dan Hans menceritakan semua rencananya secara detil. Sampai aku terbengong-bengong seperti hilang setengah nyawaku. Esoknya aku langsung balik ke Jakarta. Selama di kereta aku merokok dan menangis terus. Dan aku bersumpah, akan menikah dengan siapapun yang pertama kali melamarku. *** Sepuluh tahun kemudian, aku bertemu kembali dengan Hans, dalam sebuah perjalanan kereta api. Aku sudah menikah dan memiliki seorang anak. Demikian juga Hans. Hans menyatakan bahwa aku adalah cintanya yang pertama. "Tetapi kenapa selalu ada perempuan lain?" "Karena kamu nggak pernah memberikan kepastian..." "Saat pertemuan kita terakhir, sebetulnya aku ingin minta kepastian hubungan kita..." kataku kemudian. "Kenapa kamu tidak bilang?" "Karena kamu terus menerus cerita tentang rencana pernikahanmu..." "Oh My God..." "Besoknya aku kembali ke Jakarta, aku merokok dan menangis di sepanjang perjalanan dengan kereta..." Hans menatapku dengan wajah pucat. Hans mengajak aku kembali. Tetapi aku tidak mau. Aku sudah mulai mencintai suamiku. Dan aku juga sudah memiliki anak. Hans marah, sejak saat itu dia menutup semua kontak dan tak pernah mau membalas bila aku mengontaknya sekedar untuk menanyakan kabar. Kuakui semua salahku, aku ingat sebuah nasehat: Kalau kau mencintai seseorang, katakan dengan jelas kau mencintainya, atau cinta hanya akan lapuk dimakan ketakpastian. Seperti diceritakan oleh Donna Jakarta, 21 Desember 2012
Thursday, December 20, 2012
Selalu Ada Perempuan Lain
FIRST LOVE Memang benar kata orang, cinta pertama adalah cinta yang tak akan pernah terlupakan. Cinta pertama selalu murni, polos dan apa adanya. Begitu juga cinta yang ingin aku ungkapkan di sini. Cinta pertamaku benar-benar gila. Bahkan aku sanggup bertahan untuk bersetia selama 20 tahun. Saat masih kecil aku adalah seorang gadis yang tomboi. Kesukaanku adalah berenang dan bersepeda. Aku tidak pandai berdandan ataupun berhias diri. Dan semua sahabatku tahu, bahwa aku memang polos, bahkan sampai aku remaja. Ketika SMP, semua teman wanita sudah pandai merawat diri, tetapi tidak dengan aku, kulitku hitam karena kebanyakan berenang, rambut panjang se pinggang tetapi tak terurus dan jangan tanya tingkahku, seperti anak laki-laki, lari-larian, suka bercanda dan seringkali berkelahi juga. Namun saat itu, hormon remajaku bekerja normal. Saat kelas satu SMP aku juga tertarik pada seorang anak laki-laki. Namanya Hans. Dia beda kelas denganku, anak salah satu guru SMPku, dan sepertinya dia juga tertarik kepadaku. Hari-hari menjadi indah. Aku sangat bersemangat sekolah, karena ada dia, si Hans. Hans sering main ke rumahku. Kami menjadi akrab, dan dia memintaku merahasiakan bahwa dia sering ke rumahku, pada siapapun. Aku menyanggupinya. Nggak masalah. Saat itu aku memiliki sahabat karib bernama Juwita. Aku dan Juwita sangat dekat, sudah seperti saudara. Juwita sering curhat kepadaku, bahkan aku sering diajaknya tidur di rumahnya, dan kami bercerita sampai pagi. Suatu hari Juwita bercerita bahwa Hans naksir dia. Hans sangat ingin menjadi kekasihnya. Juwita bilang dia masih pikir-pikir, sebab dia belum boleh pacaran sama ibunya. Aku menahan getir karena cerita ini, ada rasa cemburu, namun kupendam saja. Selain Juwita aku juga bersahabat dengan Dessy. Kami sangat dekat. Dan di kemudian hari, saat aku kuliah, aku baru tahu bahwa Hans jalan sama dia. Mungkin Hans tak pernah tahu kalau aku sangat dekat dengan dua perempuan itu, dan dia masih rajin mengapeli aku sampai aku kuliah. Setelah SMA, aku pisah sekolah dengan Hans. Dan Hans satu sekolah dengan Juwita. Aku tahu dari ibu Juwita, bahwa Hans sering datang ke rumah. Sesekali aku main ke rumah Juwita, dan dia juga selalu antusias bercerita tentang Hans. Hans menyatakan cinta kepadaku. Tetapi aku tidak pernah menanggapinya, karena aku tahu ada perempuan lain disisi hatinya. Sesungguhnya aku sangat mencintainya. Dia adalah cinta pertamaku.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment