Wednesday, July 10, 2013
Ratu Kucing
WONG CILIK Ketika masih tinggal di Surabaya, di belakang rumahku tinggal sepasang suami istri. Mereka sudah renta, hidup sederhana, tetapi sangat disukai para tetangga. Si suami, bekerja sebagai sopir taksi, dan istrinya seorang ibu rumah tangga. Mereka memiliki 5 orang anak, tetapi semua sudah berkeluarga. Pasangan suami istri ini hidup bersama lebih dari 10 ekor kucing. Kucing-kucing itu dirawat seperti anak mereka sendiri. Binatang piaraan itu, teramat manja kepada suami istri itu. Terutama dengan Bu Rub, si perempuan yang sudah berumur tersebut. Kemana pun perempuan itu pergi, ke tukang sayur, ke warung, ke tetangga, pasti ada seekor atau dua ekor kucing yang mengikutinya. Cara si perempuan memperlakukan kucing-kucing itu, seperti sudah seperti layaknya pada manusia. Diajaknya bicara, dielusnya dan tak jarang dipangkunya sambil duduk-duduk di lantai. Para binatang jinak itu pun bisa memahami setiap perkataan majikannya. "Dah sana pulang, melok ae..." kata Bu Rub melihat salah satu kucingnya ngekor di belakangnya. Kira-kira artinya, sana pulang, Cing, jangan ngikutin aja. Kucing itu pun menjawab dengan cara memeong, meninggalkan si perempuan dan pulang ke rumah. Nurut dengan apa yang dikatakan oleh majikannya. Begitu juga kalau ada yang berantem. Bu Rub akan turun tangan untuk melerai. Bahkan dia sudah hapal sifat kucing-kucingnya, dia tahu yang mana yang menjadi biang keroknya. Kucing nakal itu akan dimarahinya, dan si kucing pun beringsut ketakutan. "Itu memang kucing nakal, sukanya mulai duluan, Mbak Anggie..." katanya padaku. Sebetulnya, kucing sebanyak itu, hanya beberapa ekor yang kucing tetap. Yang lainnya biasanya hanya tinggal sementara. Maksudnya, kucing-kucing itu hanya numpang, karena memang hanya kucing yang nyasar, atau kucing liar yang datang pergi sesuka hati, terutama bila kelaparan. Di kawasan itu, setiap orang yang "nemu' kucing, biasanya diberikan kepada perempuan itu. Rumahnya sudah mirip tempat penampungan kucing saja. Dan dengan senang hati dia menerima kucing asing yang diberikan kepadanya. "Siniiii, kasihan, ibumu mana? Kesasar ya?" begitu kata si Ratu Kucing. Demikian sebaliknya, kalau ada yang kehilangan kucing, mereka akan langsung mencari di rumah Bu Rub. Tak heran kalau setiap sore atau pagi banyak anak-anak yang bermain di rumah Bu Rub. Kucing binatang yang sangat disukai anak-anak. Bayi yang menangis pun dibawa ke rumah itu, dia akan diam setelah melihat kucing-kucing yang lucu. Jujur saya heran, bagaimana tiap hari Bu Rub menghidupi kucing-kucingnya, sementara dia tergolong kurang mampu. Para tetangga tahu kondisi itu, setiap memliki nasi kemarin, atau ikan yang sudah tak laku, atau kepala ikan yang tak dimakan, pasti diberikan kepada Bu Rub untuk kucing-kucingnya.Begitulah Tuhan mengajari manusia berbagi dan berkasih sayang, lewat kehidupan sederhana seorang Ratu Kucing. Jakarta, 11 Juli 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment