Sunday, July 14, 2013
Penjual Nasi Bungkus
WONG CILIK Di sekolah anakku, banyak pedagang tersembunyi. Mereka itu adalah para orang tua (ibu-ibu) yang mengantar dan menjemput anaknya. SDN tersebut tidak memiliki peraturan yang ketat. Maklum sekolah rakyat pemiliknya adalah rakyat. Well, ini cerita tentang Bu Umi. Di sekolah itu siapa yang tak kenal Bu Umi. Perempuan kurus dengan pakaian seadanya, namun selalu tersenyum manis. Bu Umi sangat ramah dan menyenangkan. Setiap pagi, Bu Umi mengantar anaknya (kelas 5) ke sekolah dengan sepeda motor. Sambil memboncengkan anaknya di belakang, kanan kiri motor itu ada tas motor penuh dengan dagangan. Bu Umi menjual nasi bungkus. Nasi bungkus berupa nasi goreng, nasi kuning atau nasi telur. Bungkusan sangat kecil (seperti nasi kucing) pas untuk perut anak-anak. Harganya pun murah 1500 rupiah. Anak-anak SD rata-rata uang saku 5000 rupiah. Selain nasi, Bu Umi juga menjual mie goreng, bihun goreng, dan lain-lain. Pokoknya makanan yang mengenyangkan. Harganya pun sama, 1500 rupiah, murah meriah tetapi kenyang. Tak heran bila para ibu lebih senang anaknya jajan di tempat Bu Umi daripada jajan makanan kemasan murahan. Setiap hari, perempuan itu bangun pukul tiga pagi. Lalu mulai memasak dan membungkus nasi itu dibantu suaminya. Kadang-kadang anak perempuannya juga ikut membantu, karena dia harus membungkus lebih dari seratus buah. Belum mie dan bihun goreng yang dibungkus dengan plastik mika. Di sekolahan, Bu Umi tak memiliki lapak khusus. Dia duduk saja di teras dan nasi-nasi di tata rapi dalam keranjang plastik, dan ditaruh di dekatnya. Semua orang sudah tahu. Karena perempuan itu selalu datang pagi-pagi, banyak anak-anak yang belum sarapan dibelikan nasi di situ oleh ibunya. Bu Umi, memiliki tiga orang anak. Sementara suaminya tidak memiliki pekerjaan tetap. Buruh serabutan. Namun begitu anak-anaknya pintar-pintar. Anak sulungnya, saat ini bersekolah di SMU favorit. Dan selalu mendapatkan ranking. Katanya juga didorong guru-gurunya untuk mendapatkan PMDK. "Gak tau nih Mbak, kalau dia diterima PMDK, bisa gak ya bayarin kuliahnya..." Demikian juga anaknya yang bersekolah di SMP. SMP-nya juga SMP favorit. Untuk bisa masuk sekolah itu, harus benar-benar pintar, karena persaingannya sangat ketat. "Tahun kemarin dapat ranking dua, Mbak..." katanya padaku. "Hebat ya Bu," jawabku. "Alhamdulillah, Mbak..." Penjual nasi bungkus itu melakukan hal terbaik yang bisa dia lalukan. Pekerjaan yang tidak istimewa. Dengan cara itu dia menyekolahkan anak-anaknya dan menghidupi keluarganya. Dan Tuhan menghadiahinya anak-anak yang cerdas. Sungguh Tuhan Maha Adil. Jakarta, 15 Juli 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment