Friday, October 28, 2011

Sang Arsitek

CERPEN


Raihan memasukkan barang-barangnya ke dalam kardus. Buku-buku tentang interior kesukaannya, beberapa gulungan gambar, peralatan gambar dan sebuah cangkir keramik berwarna coklat muda yang selalu berisi kopi hitam, dan menemaninya bekerja.
Satu set lap top mac kesayangannya, masih terbuka di atas meja. Dia matikan, lalu ditutup perlahan dan dimasukkan ke dalam tas kulit hitam. Untuk sementara kamu masuk tas dan diam disitu, sampai aku mood menggambar lagi, pikirnya.
"Raihan," seseorang menyapa.
Raihan menoleh. Seseorang menghampirinya dan memperlihatkan wajah sedih.
"Heeiii...Bowo," kata Raihan.
"Kau yakin dengan keputusanmu ?" tanya laki-laki yang dipanggil Wibowo itu.
"Iyaa... maafkan aku, aku keluar dari tim," ujar Raihan.
"Ini sudah biasa untuk pekerjaan kita, ayolah, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, ini proyek besar," kata Wibowo.
"Ini soal prinsip, sudah berapa kali bos meminta aku memanipulasi campurannya, ini bahaya," kata Raihan.
"Ya begitulah dunia kita," kata Wibowo lagi.
"Aku nggak bisa, Wo, ini proyek sekolahan, kalau sampai bangunan ini runtuh, menimpa anak-anak, ini menyangkut nyawa manusia," kata Raihan lagi.
"Baik, terserah, semoga sukses di tempat lain," ujar Wibowo, lalu meninggalkan Raihan.
Masih terngiang apa yang dikatakan bos beberapa jam yang lalu. Untuk menghemat uang, dan memperbesar laba perusahaan, bahan-bahan tertentu harus dikurangi. Sebagai ketua tim pembangunan sebuah kompleks sekolah dasar, Raihan harus sedikit memanipulasi bahan-bahan campuran adonan untuk bangunan itu, juga mengurangi besi betonnya. Ini memang bukan kali pertama, Raihan dan tim-nya harus melakukan itu.
Tetapi kali ini, untuk bangunan sekolahan, Raihan tak sampai hati untuk melakukan itu. Karena memang resikonya terlalu besar. Kalau sampai bangunan itu roboh, maka dimana tanggungjawab dia sebagai arsitek. Bagaimana pertanggungjawabannya nanti kepada Tuhan.
"Maaf Bos, ini sudah hitungan saya yang paling riskan. Kalau adonan di rubah lagi, bisa berbahaya," katanya pada bos beberapa jam lalu.
"Nggak bisa di kurangi lagi ya, ini laba kita mepet sekali," kata bosnya.
"Maaf Bos, nggak bisa," jawab Raihan tanpa memandang wajah Bos-nya.
"Tetapi ini haruuusss!" desak si bos.
"Ya sudah, saya mundur saja," kata Raihan.
"Raihan, kau bilang apa, kau adalah arsitek andalanku, kenapa nggak mau berusaha bekerja sama," ujar bos lagi.
"Maaf bos, kali ini, saya tak bisa," ujar Raihan.
Lalu arsitek muda itu keluar dari ruangan bosnya. Berjalan dengan langkah berat, mengingat sudah beberapa tahun dia bekerja di situ. Beberapa kali, dia telah mengeluarkan uang pribadinya, kalau perusahaan tak mau menambah besi atau semen. Dia nggak mau apa yang digambarnya beresiko kepada orang lain.

***

Raihan duduk di balkon apartemen miliknya. Secangkir kopi hitam tinggal setengah. Di bolak balik majalah Interrior terbaru yang dibelinya tadi pagi. Sudah tiga bulan, laki-laki itu menganggur setelah memutuskan keluar dari tempatnya bekerja dulu.
Telepon berdering, ada Wibowo mantan teman sekantornya dulu di sana. Wibowo menanyakan kabar dan berbasa basi sebentar.
Setelah itu, dia bercerita bahwa bos-nya yang lama, sekarang sedang diamankan oleh pihak kepolisian. Si Bos dinyatakan telah membahayakan khalayak umum, karena beberapa bangunan fasilitas umum yang pernah di bangun melalui perusahaan kotraktor miliknya banyak yang mengalami kerusakan berat.
Bos dianggap telah bersekongkol dengan pihak pemda, telah melakukan tindakan manipulasi dan mark up dana pembangunan beberapa proyek fasilitas umum. Sekarang dia mendekam di penjara.
"Kasihan dia, " kata Wibowo.
"Itulah upah orang yang hanya memikirkan keuntungan pribadi semata," ujarnya.
"Kau benar, Han," kata temannya.
"Iya, aku tahu itu akan terjadi, kalau orang sudah terlalu serakah," kata Raihan, lalu dimatikan telepon itu.
Tak beberapa lama, telepon berdering lagi, Raihan mengangkatnya kembali. Hmm... betul, seperti dugaannya, telepon dari Maminya.
"Ada apa Mi ?"
"Lagi ngapain ?" tanya perempuan di ujung telepon.
"Baca majalah, Mi," kata Raihan.
"Aku lihat berita, bosmu ditangkap polisi, kamu baik-baik sajakah, bangunan rusak itu kan gambarmu kan ?" tanya Mami.
"Maaf Mi, Raihan nggak bilang Mami kalau Raihan sudah keluar dari perusahaan itu," jawabnya,
"Apa ? Kamu sudah keluar ?"
"Ya, sudah tiga bulan, Mi," kata Raihan.
"Jadi, itu bukan gambarmu ?"
"Bukan, Mi, Raihan tak terlibat pada pembangunan gedung itu..."
"Syukurlah..."
"Makasih, Mi...."
"Iyaa.... tetapi jangan lama-lama menganggur, nanti keenakan...."
Raihan tersenyum. Lalu tertawa.
"Hahaha..."
Ditutupnya kembali telepon itu. Di taruhnya di atas meja. Raihan membuka tas lap top yang sekian lama di taruh di meja. Dikeluatkan lap topnya, dia buka. Dan dia mulai browsing. Lowongan Kerja.




Selamat Hari Sumpah Pemuda
Jakarta, 28 Oktober 2011

No comments:

Post a Comment