Oleh : Wes Qie
Antara "KHITBAH" dan PACARAN
Konsep Pacaran Islami. Adakah ?
Manusia adalah makhluk sosial yang mendambakan hidup damai dan harmonis sehingga sangatlah normal bila manusia mengalami ketertarikan dengan lawan jenisnya. Motivasi untuk bisa mengenal karakter, menyamakan pandangan hidup dan alasan lainnya seringkali dijadikan dalih pembenaran untuk melakukan PACARAN bahkan beberapa pemikir ada yang sedikit peduli dengan kelestarian norma-etik sosial sehingga merumuskan konsep "Pacaran Islami"
Bagaimana sebenarnya konsep Islam mengatur hubungan sepasang remaja yang sedang jatuh cinta ?
Allah SWT berfirman dalam AlQuran
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)" (QS. 3:14).
Dalam redaksi ayat diatas dijelaskan bahwa dalam diri manusia memang telah ditanam benih-benih CINTA yang suatu waktu bisa tumbuh seketika saat menemukan kecocokan jiwa.
CINTA dalam Islam tidak dilarang karena ia berada diluar wilayah kendali manusia bahkan CINTA merupakan anugerah yang harus di syukuri dengan mengekspresikan dan membinanya sesuai norma-etik syariat. Islam denga universal ajarannya telah mengatur seluruh hubungan manusia baik secara vertikal (Hablun min Allaahi) maupun horizontal (Hablun min An Naasi) tak terkecuali hubungan sepasang anak manusia yang sedang dirundung ASMARA. Istilah pacaran secara harfiyah tidak dikenal dalam Islam, karena konotasi dari kata-kata ini lebih mengarah pada hubungan pra-nikah yang lebih intim dari sekedar media saling mengenal. Islam menciptakan aturan yang sangat indah dalam mengatur hubungan lawan jenis yang sedang yang sedang jatuh cinta yaitu dengan konsep Khitbah.
Khitbah adalah sebuah konsep 'Pacaran Berpahala' dari dispensasi agama sebagai media yang legal bagi hubungan lawan jenis untuk saling mengenal sebelum memutuskan menjalin hubungan suami-istri. Konsep hubungan ini sangat dianjurkan bagi seorang yang telah menaruh hati kepada lawan jenis dan bermaksud untuk menikah akan tetapi hubungan ini harus tetap terbingkai dalam nilai-nilai keshalehan sehingga kedekatan hubungan yang bisa menimbulkan potensi fitnah berarti sudah diluar konsep ini.
Nikah dalam Islam bukanlah sekedar untuk singgahan hasrat seksual tetapi merupakan peristiwa sakral yang mempertemukan dua katagoris berbeda dalam satu bahtera tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk bersama membina dan mengarungi MAGHLIGAI CINTA menyambung estafet kehidupan dimasa mendatang. Nikah merupakan ibadah yang dianjurkan agama demi menjalin kebahagiaan bersama dalam kehidupan bahkan sampai hidup lagi.
Sedemikian sakralnya makna pernikahan maka khitbah merupakan konsep urgen untuk menjembatani kemungkinan akan terjadinya kekecewaan di kedua belah pihak sebelum terjadi ikrar nikah. Lantaran proporsi fundamental khitbah hanya sebagai langkah yang merupakan sarana tahap saling mengenali maka legalitas kedekatan hubungan dalam konsep ini hanya sebatas memandang wajah dan dan telapak tangan karena rahasia fisik dan kepribadian seseorang sudah bisa dimonitor dan di sensor melalui aura wajah dan telapak tangan.
Berikut beberapa Hadits Nabi yang memperkenankan melihat wanita yang dikhitbahi dalam batas-batas tertentu :
* “Seorang wanita datang menemui Rasulullah SAW lalu berkata: “Wahai Rasulullah, saya datang untuk menyerahkan diri saya kepada Anda! Rasulpun mengangkat pandangan kepadanya dan mengamatinya dengan saksama. Kemudian beliau menundukkan pandangan. Mengertilah wanita itu bahwa Rasulullah SAW tidak berminat kepada dirinya, maka iapun duduk. Kemudian bangkitlah seorang lelaki dari sahabat beliau dan berkata: “Wahai Rasulullah, jika Anda tidak berminat maka nikahkanlah ia kepada saya” (H.R Al-Bukhari, Muslim dan An-Nasa'i)
* “Suatu saat saya berada di sisi Rasulullah SAW, lalu datanglah seorang lelaki mengabarkan kepada beliau bahwa ia ingin menikahi seorang wanita Anshar.
Rasulullah berkata kepadanya: “Apakah engkau sudah melihatnya?”
“Belum!” katanya.
Beliau berkata: “Kalau begitu temui dan lihatlah wanita Anshar itu karena pada mata mereka terdapat sesuatu.”(H.R Ahmad dan Imam Muslim)
( أنظرت اليها قال لا قال فاذهب فانظر اليها فإن في أعين الانصار شيئا ) هكذا الرواية شيئا بالهمز وهو واحد الأشياء قيل المراد صغر وقيل زرقة
Rasulullah berkata : “Kalau begitu temui dan lihatlah wanita Anshar itu karena pada mata mereka terdapat sesuatu.”
Yang dimaksud sesuatu dimata wanita anshar (menurut sebagian pendapat) karena bentuk matanya yang kecil dan pendapat lainnya menyatakan karena warna kebiru-biruan pada matanya.
Syarh an-nawaawy ala Muslim IX/210
( فَإِنَّ فِي أَعْيُن الْأَنْصَار شَيْئًا )قَالَ النَّوَوِيّ هُوَ بِالْهَمْزِ وَاحِد الْأَشْيَاء قِيلَ الْمُرَاد صِغَر وَقِيلَ زُرْقَة .
An-Nawaawy berkata : Yang dimaksud sesuatu dimata wanita anshar (menurut sebagian pendapat) karena bentuk matanya yang kecil dan pendapat lainnya menyatakan karena warna kebiru-biruan pada matanya.
Syarh Sunan an-Nasaai IV/490
3246 - فإن في أعين الأنصار شيئا قال النووي هو بالهمز واحد الأشياء قيل المراد صغر وقيل زرقة
An-Nawaawy berkata : Yang dimaksud sesuatu dimata wanita anshar (menurut sebagian pendapat) karena bentuk matanya yang kecil dan pendapat lainnya menyatakan karena warna kebiru-biruan pada matanya.
Hasyiyah as-Suyuuthy Li Sunan an-Nasaai VI/77
Dari dalil hadits ini Kalangan Syafi’iyyah memberi ketetapan :
1. Bolehnya menyebut orang lain dalam rangka meminta nasehat
2. Dianjurkannya melihat wanita yang hendak dinikahi
3. Kelegalan melihat wanita yang hendak dinikahi hanya sebataswajah dan telapak tangan, karena dari wajah wanita dapat terlihat kecantikannya dan dari telapak tangan dapat diketahui kesuburan badannya
4. Kelegalan melihatnya meski secara diam-diam tanpa sepengetahuan wanita yang hendak dinikahinya
5. Kelegalan melihatnya dilakukan sebelum masa khitbah (pinangan) terjadi, sebab bila sudah dipinang kemudian digagalkan setelah melihatnya tentu hal yang menyakitkannya
6. Bila tidak memungkinkan melihat wanita yang hendak ia nikahi, ia boleh dengan cara mengutus wanita yang dapat ia percayai untuk melihatnya.
وفي هذا دلالة لجواز ذكر مثل هذا للنصيحة وفيه استحباب النظر إلى وجه من يريد تزوجها وهو مذهبنا ومذهب مالك وأبى حنيفة وسائر الكوفيين وأحمد وجماهير العلماء وحكى القاضي عن قوم كراهته وهذا خطأ مخالف لصريح هذا الحديث ومخالف لاجماع الأمة على جواز النظر للحاجة عند البيع والشراء والشهادة ونحوها ثم انه انما يباح له النظر إلى وجهها وكفيها فقط لأنهما ليسا بعورة ولأنه يستدل بالوجه على الجمال أو ضده وبالكفين على خصوبة البدن أو عدمها هذا مذهبنا ومذهب الأكثرين وقال الأوزاعي ينظر إلى مواضع اللحم وقال داود ينظر إلى جميع بدنها وهذا خطأ ظاهر منابذ لأصول السنة والاجماع ثم مذهبنا ومذهب مالك وأحمد والجمهور أنه لا يشترط في جواز هذا النظر رضاها بل له ذلك في غفلتها ومن غير تقدم إعلام لكن قال مالك أكره نظرة في غفلتها مخافة من وقوع نظرة على عورة وعن مالك رواية ضعيفة أنه لا ينظر اليها إلا بإذنها وهذا ضعيف لأن النبي صلى الله عليه و سلم قد اذن في ذلك مطلقا ولم يشترط استئذانها ولأنها تستحي غالبا من الإذن ولأن في ذلك تغريرا فربما رآها فلم تعجبه فيتركها فتنكسر وتتأذى ولهذا قال أصحابنا يستحب أن يكون نظره اليها قبل الخطبة حتى ان كرهها تركها من غير ايذاء بخلاف ما اذا تركها بعد الخطبة والله أعلم قال أصحابنا وإذا لم يمكنه النظر استحب له أن يبعث امرأة يثق بها تنظر اليها وتخبره ويكون ذلك قبل الخطبة لما ذكرناه قوله صلى الله عليه و سلم
Syarh an-nawaawy ala Muslim IX/210-211
============================== =====
* “Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita maka bila ia bisa melihat sesuatu daripadanya yang dapat mendorong untuk menikahinya hendaklah ia melakukannya.” (H.R Abu Dawud dan Al-Hakim)
Lebih dari itu dalam "Pacaran Berpahala" ini juga diperkenankan duduk dan berbincang-bincang bersama sepanjang tidak sampai bernuansa khalwah (berduaan), seperti dengan disertakan pihak ketiga yang bisa melindungi dari fitnah karena Makhtubah (baca pacar) bagaimanapun masih berstatus Ajnabiyyah (wanita lain) yang sedikitpun belum berlaku hukum suami-istri.
Jadi konsep dalam Islam dalam mengatur hubungan hubungan sepasang remaja yang sedang jatuh cinta bukan dengan hubungan tanpa batas atau pacaran islami yang diawali dengan "Basmalah" dan di akhiri dengan "Hamdalah" melainkan hubungan yang di bingkai dengan nilai-nilai pekerti luhur dan dihiasi dengan Fitrah Keindahan (baca : Keshalehan)
Wa Allaahu A'lamu bi As-Shawaabi
Referensi : Hasyiyah Al-Jamal 4/120, Fath Al-Mu'iin 3/298, Al-Fiqh Al-Islaami 9/6507, Tafsiir Al-Qurthuby 6/340
- Link Asal
No comments:
Post a Comment