Al Wahil
assalamualaikum wr wb.. permisi mau nanya..
apa hukumnya orang sholat dalam kendaraan?
JAWABAN
Dha Kho Chan >>> ﻭﻟﻴﺲ ﻟﺮﺍﻛﺐ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻟﺎ ﺍﻟﺮﻣﺚ ﻭﻟﺎ ﺷﻲﺀ ﻣﻤﺎ ﻳﺮﻛﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺤﺮ
ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻰ ﻧﺎﻓﻠﺔ ﺣﻴﺚ ﺗﻮﺟﻬﺖ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻟﻜﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻨﺤﺮﻑ
ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻭﺇﻥ ﻏﺮﻕ ﻓﺘﻌﻠﻖ ﺑﻌﻮﺩ ﺻﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﺟﻬﺘﻪ ﻳﻮﻣﺊ ﺇﻳﻤﺎﺀ ﺛﻢ
ﺃﻋﺎﺩ ﻛﻞ ﻣﻜﺘﻮﺑﺔ ﺻﻠﺎﻫﺎ ﺑﺘﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻝ ﺇﺫﺍ ﺻﻠﺎﻫﺎ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻗﺒﻠﺔ ﻭﻟﻢ
ﻳﻌﺪ ﻣﺎ ﺻﻠﻰ ﺇﻟﻰ ﻗﺒﻠﻪ ﺑﺘﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻝ
Dan tidak diperkenankan bagi orang yang naik
perahu, rakit atau sesuatu yang ia kendarai dilaut
untuk shalat sunat sesuai arah perahunya tapi dia
menghadaplah kiblat meskipun ia tenggelam maka
bergantunglah pada kayu, shalatlah dengan
menghadap arah kiblat dengan menggunakan
isyarat kemudian baginya wajib mengulangi setiap
shalat wajib yang ia kerjakan dalam kondisi tersebut
bila ia mengerjakan shalatnya dengan tidak
menghadap kiblat dan tidak perlu baginya
mengulangi shalat wajibnya dalam kondisi tersebut
bila ia kerjakan dalam posisi ia menghadap kiblat.
Al-Umm Lis Syaafi’I I/98
bila waktu shalat sudah tiba
sedangkan orang sedang ada dlm prjalanan,
sedangkan kalau turun dari kendaraan utk
melaksanakan shalat takut ketinggalan dri
rombongan, atau khawatir dri hartanya, boleh
kerjakan shalat di atas kendaraan, karena
menghormat waktu dn wajib diulangi lagi karena
masuk udzur yg jarang trjadi. Demikianlah masalah
ini telah diturunkan olh sgolongan ulama
diantaranya adalah pngarang kitab TAHDZIB dan
imam Rofi'i.Dan Qodhi Husen brkata, orang trsbt
harus mengerjakan shalat di atas kendaraan
sbgaimana telah kami tuturkan tadi diatas, dan
adapun wajib mengulangi adalah mempunyai dua
kepantasan:
1. Tidak wajib mengulangi, sebab dimasukan pd
sidatul khaof.
2. Wajib mengulanginya, sebab trmasuk jarang
trjadinya.
(Majmu juz 3 hal 442)
Wes Qie >>> Waalaikumsalam...
ANDA TETAP DIHARUSKAN MENGHADAP KIBLAT DAN MENCARI ARAHNYA BAIK DALAM SHALAT SUNAH MAUPUN WAJIB, BILA TIDAK BISA MAKA SHALAT YANG ANDA KERJAKAN HARUS DIULANG SESAMPAINYA DARATAN
KETERANGAN DIAMBIL DARI :
اما الراكب في سفينة فيلزمه الاستقبال واتمام الاركان سواء كانت واقفة أو سائرة لانه لا مشقة فيه وهذا متفق عليه هذا في حق ركابها الاجانب اما ملاحها الذى يسبرها فقال صاحب الحاوى وابو المكارم يجوز له ترك القبلة في نوافله في حال تسييره
Sedangkan bagi pengendara perahu maka wajib baginya menghadap kiblat serta menyempurnakan rukun-rukunnya shalat baik perahunya berhenti ataupun berlayar karena tidak ada kesulitan baginya dan hal ini disepekati ulama, hukum ini berlaku bagi setiap pengemudinya sedang bagi kelasinya yang menentukan arah perahu menurut pengarang kitab ‘al-Haawy dan Abu al-makarim baginya boleh tidak menghadap kiblat dalam shalat-shalat sunah saat perahunya berlayar”
Al-Majmuu’ ‘alaa Syarh al-Muhaddzab III/233
______________________________
وَلَيْسَ لِرَاكِبِ السَّفِينَةِ وَلَا الرَّمَثِ وَلَا شَيْءٍ مِمَّا يُرْكَبُ في الْبَحْرِ أَنْ يصلى نَافِلَةً حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ السَّفِينَةُ وَلَكِنْ عليه أَنْ يَنْحَرِفَ إلَى الْقِبْلَةِ وَإِنْ غَرِقَ فَتَعَلَّقَ بِعُودٍ صلي على جِهَتِهِ يُومِئُ إيمَاءً ثُمَّ أَعَادَ كُلَّ مَكْتُوبَةٍ صَلَّاهَا بِتِلْكَ الْحَالِ إذَا صَلَّاهَا إلَى غَيْرِ قِبْلَةٍ ولم يُعِدْ ما صلى إلَى قبله بِتِلْكَ الْحَالِ
Dan tidak diperkenankan bagi orang yang naik perahu, rakit atau sesuatu yang ia kendarai dilaut untuk shalat sunat sesuai arah perahunya tapi dia menghadaplah kiblat meskipun ia tenggelam maka bergantunglah pada kayu, shalatlah dengan menghadap arah kiblat dengan menggunakan isyarat kemudian baginya wajib mengulangi setiap shalat wajib yang ia kerjakan dalam kondisi tersebut bila ia mengerjakan shalatnya dengan tidak menghadap kiblat dan tidak perlu baginya mengulangi shalat wajibnya dalam kondisi tersebut bila ia kerjakan dalam posisi ia menghadap kiblat.
Al-Umm Lis Syaafi’I I/98
______________________________
وتصح الفريضة في السفينة الواقفة والجارية والزورق المشدود بطرف الساحل بلا خلاف إذا استقبل القبلة وأتم الاركان…..
(فرع) قال اصحابنا إذا صلي الفريضة في السفينة لم يجز له ترك القيام مع القدرة كما لو كان في البر وبه قال مالك واحمد وقال أبو حنيفة يجوز إذا كانت سائرة قال اصحابنا فان كان له عذر من دوران الرأس ونحوه جازت الفريضة قاعدا لانه عاجز فان هبت الريح وحولت السفينة فتحول وجهه عن القبلة وجب رده إلى القبلة ويبى علي صلاته بخلاف ما لو كان في البر وحول انسان وجهه عن القبلة قهرا فانه تبطل صلاته كما سبق بيانه قريبا قال القاضي حسين والفرق أن هذا في البر نادر وفى البحر غالب وربما تحولت في ساعة واحدة مرارا
* (فرع)
قال أصحابنا ولو حضرت الصلاة المكتوبة وهم سائرون وخاف لو نزل ليصليها علي الارض الي القبلة انقطاعا عن رفقته أو خاف علي نفسه أو ماله لم يجز ترك الصلاة وإخراجها عن وقتها بل يصليها على الدابة لحرمة الوقت وتجب الاعادة لانه عذر نادر.
Hukumnya SAH shalat fardhu yang dikerjakan diatas perahu yang diam, bergerak, sampan yang terikat dipinggir pantai dengan tanpa perbedaan ulama bila ia menghadap kiblat dan mampu menyempurnakan rukun-rukunnya shalat…
CABANG
Berkata pengikut-pengikut as-Syaafi’i “Bila seseorang shalat diatas perahu tidak diperkenankan baginya meninggalkan shalat dalam keadaan berdiri bila ia mampu seperti halnya shalatnya didaratan, pendapat ini selaras dengan Imam Malik dan Ahmad sedang Imam Abu Hanifah membolehkannya saat perahunya telah berlayar”.
Berkata pengikut-pengikut as-Syaafi’i “Bila baginya ada halangan untuk menjalani shalat dalam perahu dengan berdiri semacam kepalanya berputar-putar dan lainnya maka boleh baginya menjalaninya dengan duduk, apabila angin bertiup membelokkan arah perahu dan memalingkan wajahnya dari kiblat maka wajib baginya kembali lagi menghadap kiblat dan meneruskan shalatnya berbeda saat ia shalat didaratan saat terdapat orang lain memalingkan wajahnya dari kiblat maka batal shalatnya seperti dalam keterangan yang telah lalu”.
Berkata alQaadhi Husain “Perbedaannya adalah kasus berpalingnya wajah didaratan langka sedang dilautan hal yang jamak dan dalam sesaat terkadang bisa berpaling wajahnya berulang-ulang”.
CABANG
Berkata pengikut-pengikut as-Syaafi’i “Bila waktunya shalat wajib telah tiba sementara dirinya sedang berjalan dan saat ia menjalani shalat didaratan dengan menghadap kiblat ia khawatir akan terpisah dari rombongan atau khawatir akan keselamatan dirinya, hartanya maka baginya tidak diperbolehkan meninggalkan shalat dan mengerjakannya diluar waktunya namun shalatlah diatas kendaraan sekedar menghormati waktu dan diwajibkan baginya mengulangi shalatnya karena hal tersebut termasuk udzur yang langka”.
Al-Majmuu’ ‘alaa Syarh al-Muhaddzab III/240-241
Ifas Irama >>> Orang tersebut wajib mengerjakan shalat
dengan sebisanya namun bila ia tidak
menghadap kiblat atau menyempurnakan
rukun-rukunnya saat mengerjakan saat
maka ia wajib i’aadah (mengulangi
shalatnya).
) ﻗﻮﻟﻪ ﻧﻔﻞ ﺳﻔﺮ) ﺧﺮﺝ ﺑﻪ ﺍﻟﻒ
ﺭﺽ ﻭﻟﻮ ﻧﺬﺭﺍ ﺍﻭ ﺟﻨﺒﺎ ﻓﻼ ﻳﺼﻠﻴﻪ ﺭﺍﻛﺒﺎ ﻭﻻ ﻣﺎﺷﻴﺎ ﻭﺍﻥ
ﺍﺳﺘﻘﺒﻞ ﻭﻃﺎﻝ ﺳﻔﺮﻩ ﻻﻥ ﺍﻻﺳﺘﻘﺮﺍﺭ ﺷﺮﻁ ﻟﻪ ﻧﻌﻢ
ﺍﻥ ﺧﺎﻑ ﻣﻦ ﻧﺰﻭﻟﻪ ﻣﺸﻘﺔ ﺷﺪﻳﺪﺓ ﺍﻭ ﺧﺎﻑ ﻓﻮﺍﺕ
ﺍﻟﺮﻓﻘﺔ ﺍﻥ ﺗﻔﺨﺶ ﺻﻠﻲ ﺭﺍﻛﺒﺎ ﺑﺤﺴﺐ ﺣﺎﻟﻪ ﻭﺍﻋﺎﺩ ﻋﻨﺪ
ﻡ ﺭ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺘﺤﻔﺔ ﻭﻳﺤﻤﻞ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺑﺎﻻﻋﺎﺩﺓ ﻋﻠﻲ ﻣﻦ ﻟﻢ
ﻳﺴﺘﻘﺒﻞ ﺍﻭ ﻟﻢ ﻳﺘﻢ ﻳﺘﻢ ﺍﻻﺭﻛﺎﻥTarsyiikh al-Mustafiidiin Hal. 51
ﻭﻣﻦ ﺃﺭﺍﺩ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻲ ﺳﻔﻴﻨﺔ ﻓﺮﺿﺎ ﺃﻭ ﻧﻔﻼ
) ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺇﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﻨﺎﻓﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ
ﻳﺠﺐ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ . ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺍﻟﺘﺤﻮﻝ
ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻨﺎﻓﻠﺔ ﺑﺎﻟﻤﺮﺓ . ﻭﻫﺬﺍ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﻼﺡ . ﺃﻣﺎ
ﻫﻮ ﻓﻴﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻝ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﺇﻥ ﻗﺪﺭ ﻭﺇﻻ ﺻﻠﻰ ﺇﻟﻰ
ﺟﻬﺔ ﻗﺪﺭﺗﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺍﺟﺢ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻓﻴﺠﺐ ﻓﻴﻪ
ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻝ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻣﻄﻠﻘﺎ ( ﻓﻌﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻘﺒﻞ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻣﺘﻰ
ﻗﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻭﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺟﻬﺘﻬﺎ
ﺣﺘﻰ ﻟﻮ ﺩﺍﺭﺕ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻫﻮ ﻳﺼﻠﻲ ﻭﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ
ﻳﺪﻭﺭ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﺣﻴﺚ ﺩﺍﺭﺕ ﻓﺈﻥ ﻋﺠﺰ ﻋﻦ
ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻟﻬﺎ ﺻﻠﻰ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﻗﺪﺭﺗﻪ ﻭﻳﺴﻘﻂ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺴﺠﻮﺩ
ﺃﻳﻀﺎ ﺇﺫﺍ ﻋﺠﺰ ﻋﻨﻪ ﻭﻣﺤﻞ ﻛﻞ ﺫﻟﻚ ﺇﺫﺍ ﺧﺎﻑ ﺧﺮﻭﺝ
ﺍﻟﻮﻗﺖ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﺼﻞ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻘﺎﻃﺮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ
ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻴﻪ ﺻﻼﺓ ﻛﺎﻣﻠﺔ ﻭﻻ ﺗﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻹﻋﺎﺩﺓ
ﻭﻣﺜﻞ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﺍﻟﻘﻄﺮ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻳﺔ ﺍﻟﺒﺮﻳﺔ . ﻭﺍﻟﻄﺎﺋﺮﺍﺕ
ﺍﻟﺠﻮﻳﺔ . ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ
Al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah I/215
?comment_id=472777716126922&offset=0&total_comments=20
assalamualaikum wr wb.. permisi mau nanya..
apa hukumnya orang sholat dalam kendaraan?
JAWABAN
Dha Kho Chan >>> ﻭﻟﻴﺲ ﻟﺮﺍﻛﺐ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻟﺎ ﺍﻟﺮﻣﺚ ﻭﻟﺎ ﺷﻲﺀ ﻣﻤﺎ ﻳﺮﻛﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺤﺮ
ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻰ ﻧﺎﻓﻠﺔ ﺣﻴﺚ ﺗﻮﺟﻬﺖ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻟﻜﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻨﺤﺮﻑ
ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻭﺇﻥ ﻏﺮﻕ ﻓﺘﻌﻠﻖ ﺑﻌﻮﺩ ﺻﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﺟﻬﺘﻪ ﻳﻮﻣﺊ ﺇﻳﻤﺎﺀ ﺛﻢ
ﺃﻋﺎﺩ ﻛﻞ ﻣﻜﺘﻮﺑﺔ ﺻﻠﺎﻫﺎ ﺑﺘﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻝ ﺇﺫﺍ ﺻﻠﺎﻫﺎ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻗﺒﻠﺔ ﻭﻟﻢ
ﻳﻌﺪ ﻣﺎ ﺻﻠﻰ ﺇﻟﻰ ﻗﺒﻠﻪ ﺑﺘﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻝ
Dan tidak diperkenankan bagi orang yang naik
perahu, rakit atau sesuatu yang ia kendarai dilaut
untuk shalat sunat sesuai arah perahunya tapi dia
menghadaplah kiblat meskipun ia tenggelam maka
bergantunglah pada kayu, shalatlah dengan
menghadap arah kiblat dengan menggunakan
isyarat kemudian baginya wajib mengulangi setiap
shalat wajib yang ia kerjakan dalam kondisi tersebut
bila ia mengerjakan shalatnya dengan tidak
menghadap kiblat dan tidak perlu baginya
mengulangi shalat wajibnya dalam kondisi tersebut
bila ia kerjakan dalam posisi ia menghadap kiblat.
Al-Umm Lis Syaafi’I I/98
bila waktu shalat sudah tiba
sedangkan orang sedang ada dlm prjalanan,
sedangkan kalau turun dari kendaraan utk
melaksanakan shalat takut ketinggalan dri
rombongan, atau khawatir dri hartanya, boleh
kerjakan shalat di atas kendaraan, karena
menghormat waktu dn wajib diulangi lagi karena
masuk udzur yg jarang trjadi. Demikianlah masalah
ini telah diturunkan olh sgolongan ulama
diantaranya adalah pngarang kitab TAHDZIB dan
imam Rofi'i.Dan Qodhi Husen brkata, orang trsbt
harus mengerjakan shalat di atas kendaraan
sbgaimana telah kami tuturkan tadi diatas, dan
adapun wajib mengulangi adalah mempunyai dua
kepantasan:
1. Tidak wajib mengulangi, sebab dimasukan pd
sidatul khaof.
2. Wajib mengulanginya, sebab trmasuk jarang
trjadinya.
(Majmu juz 3 hal 442)
Wes Qie >>> Waalaikumsalam...
ANDA TETAP DIHARUSKAN MENGHADAP KIBLAT DAN MENCARI ARAHNYA BAIK DALAM SHALAT SUNAH MAUPUN WAJIB, BILA TIDAK BISA MAKA SHALAT YANG ANDA KERJAKAN HARUS DIULANG SESAMPAINYA DARATAN
KETERANGAN DIAMBIL DARI :
اما الراكب في سفينة فيلزمه الاستقبال واتمام الاركان سواء كانت واقفة أو سائرة لانه لا مشقة فيه وهذا متفق عليه هذا في حق ركابها الاجانب اما ملاحها الذى يسبرها فقال صاحب الحاوى وابو المكارم يجوز له ترك القبلة في نوافله في حال تسييره
Sedangkan bagi pengendara perahu maka wajib baginya menghadap kiblat serta menyempurnakan rukun-rukunnya shalat baik perahunya berhenti ataupun berlayar karena tidak ada kesulitan baginya dan hal ini disepekati ulama, hukum ini berlaku bagi setiap pengemudinya sedang bagi kelasinya yang menentukan arah perahu menurut pengarang kitab ‘al-Haawy dan Abu al-makarim baginya boleh tidak menghadap kiblat dalam shalat-shalat sunah saat perahunya berlayar”
Al-Majmuu’ ‘alaa Syarh al-Muhaddzab III/233
______________________________
وَلَيْسَ لِرَاكِبِ السَّفِينَةِ وَلَا الرَّمَثِ وَلَا شَيْءٍ مِمَّا يُرْكَبُ في الْبَحْرِ أَنْ يصلى نَافِلَةً حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ السَّفِينَةُ وَلَكِنْ عليه أَنْ يَنْحَرِفَ إلَى الْقِبْلَةِ وَإِنْ غَرِقَ فَتَعَلَّقَ بِعُودٍ صلي على جِهَتِهِ يُومِئُ إيمَاءً ثُمَّ أَعَادَ كُلَّ مَكْتُوبَةٍ صَلَّاهَا بِتِلْكَ الْحَالِ إذَا صَلَّاهَا إلَى غَيْرِ قِبْلَةٍ ولم يُعِدْ ما صلى إلَى قبله بِتِلْكَ الْحَالِ
Dan tidak diperkenankan bagi orang yang naik perahu, rakit atau sesuatu yang ia kendarai dilaut untuk shalat sunat sesuai arah perahunya tapi dia menghadaplah kiblat meskipun ia tenggelam maka bergantunglah pada kayu, shalatlah dengan menghadap arah kiblat dengan menggunakan isyarat kemudian baginya wajib mengulangi setiap shalat wajib yang ia kerjakan dalam kondisi tersebut bila ia mengerjakan shalatnya dengan tidak menghadap kiblat dan tidak perlu baginya mengulangi shalat wajibnya dalam kondisi tersebut bila ia kerjakan dalam posisi ia menghadap kiblat.
Al-Umm Lis Syaafi’I I/98
______________________________
وتصح الفريضة في السفينة الواقفة والجارية والزورق المشدود بطرف الساحل بلا خلاف إذا استقبل القبلة وأتم الاركان…..
(فرع) قال اصحابنا إذا صلي الفريضة في السفينة لم يجز له ترك القيام مع القدرة كما لو كان في البر وبه قال مالك واحمد وقال أبو حنيفة يجوز إذا كانت سائرة قال اصحابنا فان كان له عذر من دوران الرأس ونحوه جازت الفريضة قاعدا لانه عاجز فان هبت الريح وحولت السفينة فتحول وجهه عن القبلة وجب رده إلى القبلة ويبى علي صلاته بخلاف ما لو كان في البر وحول انسان وجهه عن القبلة قهرا فانه تبطل صلاته كما سبق بيانه قريبا قال القاضي حسين والفرق أن هذا في البر نادر وفى البحر غالب وربما تحولت في ساعة واحدة مرارا
* (فرع)
قال أصحابنا ولو حضرت الصلاة المكتوبة وهم سائرون وخاف لو نزل ليصليها علي الارض الي القبلة انقطاعا عن رفقته أو خاف علي نفسه أو ماله لم يجز ترك الصلاة وإخراجها عن وقتها بل يصليها على الدابة لحرمة الوقت وتجب الاعادة لانه عذر نادر.
Hukumnya SAH shalat fardhu yang dikerjakan diatas perahu yang diam, bergerak, sampan yang terikat dipinggir pantai dengan tanpa perbedaan ulama bila ia menghadap kiblat dan mampu menyempurnakan rukun-rukunnya shalat…
CABANG
Berkata pengikut-pengikut as-Syaafi’i “Bila seseorang shalat diatas perahu tidak diperkenankan baginya meninggalkan shalat dalam keadaan berdiri bila ia mampu seperti halnya shalatnya didaratan, pendapat ini selaras dengan Imam Malik dan Ahmad sedang Imam Abu Hanifah membolehkannya saat perahunya telah berlayar”.
Berkata pengikut-pengikut as-Syaafi’i “Bila baginya ada halangan untuk menjalani shalat dalam perahu dengan berdiri semacam kepalanya berputar-putar dan lainnya maka boleh baginya menjalaninya dengan duduk, apabila angin bertiup membelokkan arah perahu dan memalingkan wajahnya dari kiblat maka wajib baginya kembali lagi menghadap kiblat dan meneruskan shalatnya berbeda saat ia shalat didaratan saat terdapat orang lain memalingkan wajahnya dari kiblat maka batal shalatnya seperti dalam keterangan yang telah lalu”.
Berkata alQaadhi Husain “Perbedaannya adalah kasus berpalingnya wajah didaratan langka sedang dilautan hal yang jamak dan dalam sesaat terkadang bisa berpaling wajahnya berulang-ulang”.
CABANG
Berkata pengikut-pengikut as-Syaafi’i “Bila waktunya shalat wajib telah tiba sementara dirinya sedang berjalan dan saat ia menjalani shalat didaratan dengan menghadap kiblat ia khawatir akan terpisah dari rombongan atau khawatir akan keselamatan dirinya, hartanya maka baginya tidak diperbolehkan meninggalkan shalat dan mengerjakannya diluar waktunya namun shalatlah diatas kendaraan sekedar menghormati waktu dan diwajibkan baginya mengulangi shalatnya karena hal tersebut termasuk udzur yang langka”.
Al-Majmuu’ ‘alaa Syarh al-Muhaddzab III/240-241
Ifas Irama >>> Orang tersebut wajib mengerjakan shalat
dengan sebisanya namun bila ia tidak
menghadap kiblat atau menyempurnakan
rukun-rukunnya saat mengerjakan saat
maka ia wajib i’aadah (mengulangi
shalatnya).
) ﻗﻮﻟﻪ ﻧﻔﻞ ﺳﻔﺮ) ﺧﺮﺝ ﺑﻪ ﺍﻟﻒ
ﺭﺽ ﻭﻟﻮ ﻧﺬﺭﺍ ﺍﻭ ﺟﻨﺒﺎ ﻓﻼ ﻳﺼﻠﻴﻪ ﺭﺍﻛﺒﺎ ﻭﻻ ﻣﺎﺷﻴﺎ ﻭﺍﻥ
ﺍﺳﺘﻘﺒﻞ ﻭﻃﺎﻝ ﺳﻔﺮﻩ ﻻﻥ ﺍﻻﺳﺘﻘﺮﺍﺭ ﺷﺮﻁ ﻟﻪ ﻧﻌﻢ
ﺍﻥ ﺧﺎﻑ ﻣﻦ ﻧﺰﻭﻟﻪ ﻣﺸﻘﺔ ﺷﺪﻳﺪﺓ ﺍﻭ ﺧﺎﻑ ﻓﻮﺍﺕ
ﺍﻟﺮﻓﻘﺔ ﺍﻥ ﺗﻔﺨﺶ ﺻﻠﻲ ﺭﺍﻛﺒﺎ ﺑﺤﺴﺐ ﺣﺎﻟﻪ ﻭﺍﻋﺎﺩ ﻋﻨﺪ
ﻡ ﺭ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺘﺤﻔﺔ ﻭﻳﺤﻤﻞ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺑﺎﻻﻋﺎﺩﺓ ﻋﻠﻲ ﻣﻦ ﻟﻢ
ﻳﺴﺘﻘﺒﻞ ﺍﻭ ﻟﻢ ﻳﺘﻢ ﻳﺘﻢ ﺍﻻﺭﻛﺎﻥTarsyiikh al-Mustafiidiin Hal. 51
ﻭﻣﻦ ﺃﺭﺍﺩ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻲ ﺳﻔﻴﻨﺔ ﻓﺮﺿﺎ ﺃﻭ ﻧﻔﻼ
) ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺇﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﻨﺎﻓﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ
ﻳﺠﺐ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ . ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺍﻟﺘﺤﻮﻝ
ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻨﺎﻓﻠﺔ ﺑﺎﻟﻤﺮﺓ . ﻭﻫﺬﺍ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﻼﺡ . ﺃﻣﺎ
ﻫﻮ ﻓﻴﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻝ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﺇﻥ ﻗﺪﺭ ﻭﺇﻻ ﺻﻠﻰ ﺇﻟﻰ
ﺟﻬﺔ ﻗﺪﺭﺗﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺍﺟﺢ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻓﻴﺠﺐ ﻓﻴﻪ
ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻝ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻣﻄﻠﻘﺎ ( ﻓﻌﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻘﺒﻞ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻣﺘﻰ
ﻗﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻭﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺟﻬﺘﻬﺎ
ﺣﺘﻰ ﻟﻮ ﺩﺍﺭﺕ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻫﻮ ﻳﺼﻠﻲ ﻭﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ
ﻳﺪﻭﺭ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﺣﻴﺚ ﺩﺍﺭﺕ ﻓﺈﻥ ﻋﺠﺰ ﻋﻦ
ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻟﻬﺎ ﺻﻠﻰ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﻗﺪﺭﺗﻪ ﻭﻳﺴﻘﻂ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺴﺠﻮﺩ
ﺃﻳﻀﺎ ﺇﺫﺍ ﻋﺠﺰ ﻋﻨﻪ ﻭﻣﺤﻞ ﻛﻞ ﺫﻟﻚ ﺇﺫﺍ ﺧﺎﻑ ﺧﺮﻭﺝ
ﺍﻟﻮﻗﺖ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﺼﻞ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻘﺎﻃﺮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ
ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻴﻪ ﺻﻼﺓ ﻛﺎﻣﻠﺔ ﻭﻻ ﺗﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻹﻋﺎﺩﺓ
ﻭﻣﺜﻞ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﺍﻟﻘﻄﺮ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻳﺔ ﺍﻟﺒﺮﻳﺔ . ﻭﺍﻟﻄﺎﺋﺮﺍﺕ
ﺍﻟﺠﻮﻳﺔ . ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ
Al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah I/215
- Link Asal
No comments:
Post a Comment