Bismillah….
Alhamdulillah, akhirnya bisa kembali mencorat-coret dinding rumah mayaku. Sebelum akue meracau lebih jauh, ijinkan aku bertanya pada sahabat semua, apakah nasihat itu? Penting ga sih nasihat itu? silahkan jawab dengan hati masing-masing daengan sejujurnya coz ga perlu dikumpulkan ke saya, he….. baiklah, untuk mengeifisenkan dan mengefektifkan waktu #halah, saya lanjut aja yak, kali ini saya Cuma ingin berbagi sebuah kisah dari Al-Qur'an dan buku-buku yang pernah saya baca.
"Demi masa. sesungguhnya manusia kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengajarkan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya menta'ati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menta'ati kesabaran" (TQS Al- Asr: 1-3)
Imam Asy-Syafi’I pernah bersyair, “ nasihatilah aku saat sunyi dan sendiri, jangan nasihatiku di kala ramai dan banyak saksi. Sebab nasihat di tengah khalayak terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak, maka maafkan jika aku berontak.”
Adalah Imam Ahmad, agung dalam mengamalkan syair saudaranya. Hal ini seperti yang dikisahkan Harun ibn Abdillah Al-Baghdadi: “ disatu larut malam pintuku diketuk orang, aku bertanya, “ siapa?” suara di luar lirih menjawab, “Ahmad!” kuselidik, “ Ahmad yang mana?” nyaris berbisik ku dengar, “ Ibnu Hanbal!” subhanalloh, itu guruku”
Kubuka pintu dan beliaupun masuk dengan langkah berjingkat, kusilahkan duduk, maka beliau menempah hati-hati agar kursi tak berderit.
Kutanya, “ada urusan sangat pentingkah sehingga engkau duhai guru, berkenan mengunjungiku di malam selarut ini?” beliau tersenyum dan menjawab: “ maafkan aku duhai Harun, aku terkenang bahwa kau biasa masih terjaga meneliti hadits diwaktu semacam ini. Kuberanikan untuk dating karena ada yang menganjal di hatiku sejak siang tadi.”
Aku terperangah, “apakah hal itu tentang diriku?” Tanya ku, beliau mengangguk
“jangan ragu, sampaikanlah wahai guruku, ini aku mendengarmu!” ujarku
“maaf ya Harun, tadi siang kulihat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Kau bacakan hadits untuk mereka catat. Kala itu mereka tersengat terik mentari, seangkan dirimu teduh ternaungi bayangan pepohonan. Lain kali jangan begitu duhai Harun, duduklah dalam keadaan yang sama, sebagaimana muridmu duduk.” Papar beliau dengan santun.
Aku tercekat, tak sanggup menjawab. Lalu beliau berbisik lagi, pamit undur diri. Kemudian melangkah berjingkat, menutup pintu hati-hati. Masya Alloh, inilah guruku yang mulia, Ahmad bin Hanbal. Ahlak indahnya sangat terjaga dalam member nasihat dan meluruskan khilafku. Beliau bias saja menegurku di depan para murid, toh beliau guruku yang berhak untuk itu. Tetap[I tak dilakukannya demi menjaga wibawaku. Beliau bias saja dating sore, bakda maghrib atau isya yang mudah baginya. Itupun tak dilakukannya, demi menjaga rahasia nasihatnya dan menutupia kekhilafanku.
Beliau sangat hafal kebiasaanku terjaga dilarut malam. Beliau dating mengendap dan berjingkat, bicaranya lembut dan nyaris berbisik. Semua beliau lakukan agar keluargaku tak tahu, agar yang adalah aku ayah dan suami tetap terjaga sebagai imam dan teladan di hati mereka. Maka termuliakanlah guruku sang pemberi nasihat, yang adab tingginya dalam menasihati, menjadikan hatiku menerima dengan ridha dan cinta.
Tingkat kebutuhan kita terhadap nasihat, seringkali berbalik dengan rasa sukahati terhadapnya. Bagi penasihat, merasa lebih mulia daripada yang dinasihati adalah hijab yang menghalangi tersampaikannya kebenaran. Baik sangka yang didahulukan, kemaafan yang berulang, dan nasihat yang tersembunyi adalah kado persaudaraan yang tulus sebagai insan yang tak lepas dari salah dan khilaf.
Tiap orang punya cara untuk menyampaikan nasihat. Seperti permata, yang bias dilempar, diulurkan atau diselipkan ke saku, yang penting adalah apakah kita bias mengambil permata itu. Hawa nafsu membenci nasihat, sedang nurani mencintai pengingat. Mari kita belajar memperhatikan ketika masukkan dating, hawanafsu atau nuranikah yang menang?. Mari kita belajar mengerti, terkadang, luka di hati orang yang menasihati dan ketulusan doa ialah daya agung ukhuwah yang kian langka.
Adalah salah, terus saling menasihati tanpa hadirnya hasrat berbenah dan menjadikan diri lebih indah. Adalah juga keliru, tak saling bernasihat hanya sebab berselimut baik sanka pada diri dan saudara. Dan adalah galat, ak bergairah menasihati sebab diri sendiri ingin selalu nyaman berkawan kesalahan. Mari kita belajar hidup saling menasihati, seperti pesan sang Nabi. Di jalan cinta para pejuang, nasihat adalah ketulusan, menjaga cinta dalam ridha-NYA. Semoga Alloh jadikan kita hamba yang senantiasa menasihati dalam kebaikan dan kesabaran dan mengumpullkan kita dalam golongan orang-orang beriman. Aamiin.
referensi:
Al- Qur'an
Menyimak Kicau Merajut Makna (Salim A. Fillah)
No comments:
Post a Comment