Wednesday, February 29, 2012

ANGKOT KALENG SARDEN

gambar dari sini
Angkot kaleng sarden, yupz…begitulah aku menamai armada angkot di Kota Satria ini, dan keadaan angkot seperti ini hanya ada di Kota yang bergelar Kota Satria ini. Medio 2004 aku dianugrahi sebuah nikmat untuk bisa merasakan kuliah disebuah Universitas Negeri di Kota Purwokerto. Awal kedatangan ku di Kota Satria ini, sejumlah kesan tergambar. Mulai dari rasa kagum terhadap masyarakatnya yang begitu ramah dan jujur, sekalipun pada orang asing dan orang baru yang belum mereka kenal, seperti aku yang sama sekali tidak pernah tau apa dan bagaimana Purwokerto itu, udara yang masih sejuk dan segar, hingga kesan takjub sekaligus aneh pada kondisi angkot yang ada.
Kondisi angkot disini sangat jauh berbeda dari angkot-angkot yang ada di kota Depok, daerah asalku. Hingga akhir 2007, di saat aku meninggalkan kota ini (aku tak tahu apakah keadaan angkot kaleng sarden masih sama hingga tulisan ini dibuat), kondisi angkot masih terawat dan bagus, jam operasional angkot di Purwokerto sangat terbatas, hanya sampai pukul 17.00. Entah lah apa alasannya, mungkin armada yang terbatas atau alasan sosial lain seperti berbagi penumpang pada pengayuh becak, ojek atau taksi. Ada satu hal yang sangat unik dari angkot di kota ini yang belum pernah aku temui sebelumnya, dan itu salah satu alasan mengapa aku menamainya angkot kaleng sarden.
Angkot di purwokerto berwarna orange menyala, dan kondisi angkot yang sangat penuh dan sesak dengan penumpang seperti kemasan sarden yang pernah aku beli dimana setiap kaleng sarden selalu padat terisi penuh. Bukanlah suatu hal yang aneh bila kita menemui suatu angkot yang dilengkapi dengan kursi kayu tambahan yang bisa menambah dua orang penumpang diluar kursi-kursi yang berisikan 6 dan 4 orang penumpang yang letaknya berhadapan. Tapi angkot kaleng sarden meletakkan 6 kursi kayu tambahan (kursi kayu yang sangat pendek, dan jika kita mendudukinya persis seperti posisi berjongkok).
Disinilah letak uniknya. Jika di kota-kota lain kita (atau mungkin hanya aku kali ya, he…) merasa sangat sempit jika tempat duduk yang seharusnya diisi enam atau empat penumpang, dipaksakan berisi tujuh atau lima penumpang meskipun  hanya ditambah oleh satu orang anak kecil, tapi tidak di sini. Masyarakat di Purwokerto sudah terbiasa dengan kondisi penuh sesak dan berjubel dengan penumpang. Hampir 20 orang berada di angkot dalam satu kali operasional dengan posisi 2 orang di kursi depan sebelah kiri supir, 6 orang berada di kursi belakang sopir, 4 orang disbrangnya, 2 orang dibangku kayu tambahan yang biasa ada di angkot-angkot pada umumnya. Tunggu dulu, cerita belum selesai, diantara kusi yang berisi 6 dan 4 orang penumpang (tempat yang biasa kita pakai untuk “meletakkan kaki” dan menaruh barang-barang bawaan) biasa diletakkan 4 bangku jongkokkan serta 2 bangku jongkokkan lagi diletakkan tepat di depan pintu masuk angkot. Kebayangkan gimana penuh, sesak dan sumpeknya tuh angkot. Belum lagi jika penumpang membawa barang yangn berlebih akan semakin menambah sempit keadaan, yang menarik adalah jika penumpang yang duduk paling dalam dan paling belakang, sementara jarak yang dia tempuh tidak terlalu jauh dan saat si penumpang tersebut turun, kondisi angkot seperti puzzle mainan anak-anak. Penumpang di angkot pun “bongkar pasang”, yup dengan kerelaan (atau lebih tepatnya dipaksa rela). Penumpang-penumpang yang lain harus turun untuk memberi jalan keluar pada penumpang yang akan turun dan kembali masuk untuk menempati kursi panasnya masing-masing.
Aku tak tahu mengapa kondisi ini terjadi, entah alasan jumlah armada yang terbatas, setoran yang besar (hingga para sopir menemukan cara kreatif itu) atau berbagai alasan lain. Namun yang pasti kondisi seperti ini sangat tidak layak bagi keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpang. Muatan yang melampaui batas melebihi kapasitas sangat mungkin mengakibatkan kecelakaan, apalagi jika sang sopir ugal-ugalan dalam mengendarai angkotnya. Hal ini semakin bertambah parah di jam-jam pergi dan pulang sekolah. Terkadang para siswa nekat bergantungan di pintu angkot yang sudah terisi oleh penumpang tambahan, alhasil posisi angkot terkadang miring ke kiri.
Banyak pelajaran dan hikmah serta harapan dari pengalaman ku dengan angkot kaleng sarden. Rasa syukur dan kepuasan tersendiri kini begitu ku rasa saat aku menaiki angkot di Depok, walaupun penuh namun masih lebih nyaman, dan ternyata rasa syukur itu teraplikasikan dengan segala hal lain yang ku terima. Ternyata segala sesuatu itu lebih berharga dan berarti jika kita telah merasakan keterbatasan, selain itu aku belajar untuk tidak mudah mengeluh dengan kondisi yang ada, seperti masyarakat  Purwokerto yang tidak pernah mengeluh dengan sesaknya angkot kaleng sarden, alih-alih mengeluh mereka malah menikmati dan nyaman bercerita dalam angkot itu. Harapan ku pada pemerintah dan petugas terkait (jika kondisi angkot kaleng sarden masih sama seperti yang ku rasa), tolong untuk menambah armada dan lebih memperhatikan kondisi angkot-angkot di Purwokerto dan angkot-angkot di seluruh Indonesia agar keselamatan, kenyamanan dan keamanan masyarakat “konsumen angkot” dapat terjaga

No comments:

Post a Comment