Showing posts with label Kisah Ketulusan. Show all posts
Showing posts with label Kisah Ketulusan. Show all posts

Saturday, August 10, 2013

Curhat Seorang Suami tentang Istrinya

Seorang suami mengeluh karena merasa capek... capek dan capek. kesellll aja bawaanya. Ia terlalu capek bekerja sendirian dan ingin agar isterinya membantu mencari nafkah sebab selama ini menurutnya, Ia merasa isterinya itu Tidak Bekerja dan tidak berguna karena tidak bisa menghasilkan pemasukan tambahan" hingga akhirnya si suami ini pergi untuk konsultasi

Berikut tanya jawab antara seorang suami (S) dan Psikolog (P).

P : Apakah pekerjaan pak Bandy?
S : Saya bekerja sebagai akuntan di sebuah Bank.

P : Isteri Bapak?
S : Dia tidak bekerja. Hanya ibu rumah tangga saja.

P : Setiap pagi siapa yang menyediakan sarapan?
S : Isteri saya menyediakan sebab dia tidak bekerja.

P : Jam berapa isteri bangun untuk menyediakan sarapan?
S : Sebelum Subuh dia sudah bangun karena sebelum membuat sarapan dia beres-beres rumah dulu dan juga mencuci pakaian.

P : Anak-anak pak Bandy ke sekolah bagaimana?
S : Isteri saya yang mengantar sebab dia tidak bekerja.

P : Selepas mengantar anak-anak, apa yang selanjutnya isteri Bapak lakukan?
S : Pergi ke pasar, kemudian kembali ke rumah untuk memasak dan membereskan jemuran. Isteri kan tak bekerja.

P : Petang hari selepas pak Bandy pulang ke rumah, apa yang Bapak lakukan?
S : Beristirahat, karena seharian saya capek bekerja.

P : Lalu apa yang isteri Bapak lakukan?
S : Mijitin badan saya yang pegel-pegel, Sediakan makanan, melayani anak, menyiapkan makan untuk saya dan membereskan sisa-sisa makanan dan bersih-bersih lalu lanjut menidurkan anak-anak.

P: Pak Bandy. coba perhatikan, Menurut anda siapa yang lebih banyak bekerja?
Rutinitas seharian isteri Anda dimulai dari sebelum pagi sehingga lewat malam masih juga dikatakan TIDAK BEKERJA????

Ibu Rumah Tangga memang tidak memerlukan segulung ijazah, pangkat atau jabatan yang besar, tetapi peranan IBU RUMAH TANGGA sangatlah penting Pak ! dari sini, Justru Instri Anda yang lebih banyak bekerja daripada anda sendiri

Jleb !!!!! seperti tertohok oleh pernyataan Psikolog, si Suami baru nyadar kalau anggapan dia selama ini keliru dan salah besar. Ia jadi terharu akan kerja keras istrinya. Ia langsung berpamitan pulang dan buru-buru menemui istrinya untuk meminta ma'af dan memeluknya sambil mengungkapkan kata sayang.

SALUT untuk Ibu Rumah Tangga !!!!!!
 
YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Sumber: Strawberry

Wednesday, July 31, 2013

Seorang Pencuri yang Mengungkap Aksi Pembunuhan Berantai | Kisah Nyata dari Yordania

Sebuah stasiun radio berita di kerajaan Jordania. Stasiun radio ini unggul dengan berita-berita faktual dan aktual yang disiarkan secara langsung. Kisah ini berawal dari dering telepon pada sesi suara pendengar yang diberi titel “buka-bukaan” yang disiarkan rutin setiap hari. Penelepon tak dikenal itu memperkenalkan diri sebagai pencuri profesional, sangat mengandalkan keahliannya itu untuk hidup. Kepada pemandu acara dia menyampaikan hendak menceritakan sebuah peristiwa penting yang harus segera diketahui oleh pembawa acara maupun para pendengar bahkan pihak yang berwajib,

Pada awalnya pemandu acara hanya menganggapnya sebagai lelucon atau orang iseng; tidak mungkin seorang pencuri mengungkapkan jati dirinya sebagal pencuri. Namun demikian dia tetap memberi kesempatan kepada penelepon aneh tersebut untuk menceritakan peristiwa yang hendak disampaikannya itu. Setelah si pencuri menceritakan kisahnya, pahamlah si pemandu acara bahwa ini merupakan kasus serius yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Berikut saya sampaikan kepada pembaca secara ringkas kasus tersebut:

Pencuri itu mengaku tengah melakukan pengintaian mengincar sebuah rumah mewah di kawasan elit ibu kota Jordania, yang dikenal dengan komplek ‘Abdun. Pekerjaan tersebut sudah hampir sebulan di lakukannya . Dia berharap memperoleh hasil yang besar karena semenjak awal dia tahu rumah besar bak vila tersebut hampir tidak pernah ditempati pemiliknya. Tetapi selang beberapa waktu melakukan pengintaian dia menyadari ada yang tidak beres dengan rumah mewah itu dan pemiliknya.

Dalam pengintaiannya itu dia melihat setiap hari sepasang laki-laki dan perempuan masuk ke rumah tersebut bersama seorang atau beberapa orang pemuda atau wanita remaja. Selang beberapa lama laki-laki dan perempuan itu meninggalkan rumah tersebut hanya berdua. Pemuda atau pemudi yang menyertai mereka tidak pernah tampak meninggalkan rumah.

Kejadian itu tersebut selalu berulang hampir tiap hari. Pencuri itu pun meningkatkan intensitas dan kualitas pengintaiannya. Perhatiannya kini beralih kepada rasa penasaran ke mana anak-anak muda tersebut menghilang ditelan rumah berpagar rapat dan tinggi itu tanpa jejak.

Dia pun memeriksa mengelilingi pagar dan setiap sudut rumah mewah itu. Dengan pengalaman mencurinya dia cukup paham celah-celah atau trik-trik yang mungkin dibuat pemilik rumah untuk meloloskan diri tanpa diketahui. Tetapi dia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pintu rahasia yang barangkali dilalui oleh anak-anak muda tersebut untuk meninggalkan rumah besar itu. Hal inilah yang mendorongnya menghubungi radio tersebut.

Dia tidak mungkin melapor ke kantor Polisi, Karena dia paham bagaimanapun identitasnya sebagai pencuri pasti terbongkar. Apalagi untuk menerangkan alasannya mengintai rumah mewah tersebut. Pemandu acara pun segera memperbaiki responnya terhadap penelpon anonim ini. Dia meminta informasi lebih lengkap dan detail tentang lokasi dan rumah yang dimaksud. Setelah merasa cukup yakin dengan kejujuran si pencuri pihak radio pun menelepon kepolisian.

Polisi segera menindak lanjuti laporan tersebut. Ternyata mereka sedang berhadapan dengan tindak kriminal

terburuk abad ini dalam sejarah kepolisian Jordania. Polisi menemukan rumah mewah tersebut ternyata kuburan masal dan penyedia organ tubuh manusia. Mereka berhasil mengungkap sepasang laki-laki dan perempuan tersebut adalah agen pemasok organ tubuh manusia ke pasar gelap perdagangan organ tubuh manusia.

Pasangan ini mengajak anak-anak muda tanggung dengan berbagai iming-iming melakukan kunjungan tertutup ke rumah mewah tersebut kemudian membunuh mereka untuk diambil organ-organ tubuh mereka yang diperlukan dan dapat menghasilkan uang. Sisanya mereka kubur di rumah mewah yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin jenazah dan sarana­-sarana pengawet organ tubuh itu.

Kejahatan besar dibongkar oleh seorang pencuri yang masih punya hati. Kasus yang tidak terbayangkan, terjadi di kawasan elit Aman ibu kota Jordania di siang bolong. Anak-anak muda yang melangkahkan kaki memasuki ladang pembantaian mereka dengan berbagai iming-iming dan motivasi. Ada yang diiming-imingi seks bebas, pesta anak muda, narkoba, bahkan lowongan kerja dengan imbalan yang menggiurkan dan lain sebagainya.

Demikianlah pencuri tersebut menyibak tabir yang menutupi kejahatan tingkat tinggi yang tertutup rapi yang kemudian menjadi headline media massa dan topik pembicaraan masyarakat dalam waktu yang cukup lama.

Kisah ini memperlihatkan kepada kita, bahwa betapa pun jahatnya seseorang, tetaplah ada dalam hatinya ruang kosong, meskipun sempit, untuk diisi oleh perasaan cinta terhadap kebaikan. Hal tersebut merupakan fitrah manusia yang telah Allah berikan kepada setiap hamba. Oleh karena itu janganlah pernah bersikap pesimis dalam dakwah, beramar makruf nahi mungkar.

Sumber: Majalah Qiblati Edisi 09 Tahun VII
 
Artikel ini diambil dari: kisahislam 
 
YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Cerita Mengharukan dari Medan Rab'ah Adawiyah

Sepekan lalu mobil saya mogok sewaktu berada di sekitar Rabaa. Ketika mencari-cari bengkel terdekat, saya diberitahu bahwa ada seorang montir di tengah massa aksi unjuk rasa, lalu saya diantar menuju tendanya.

Semua orang menyebutnya "Mohammed sang montir listrik". Jika ada mobil yang rusak, mereka bakal langsung menguhubunginya. Sejenak saya beranggapan bahwa ia ikutan unjuk rasa cuma untuk cari duit dari orang yang sedang punya masalah seperti saya, namun ternyata ia menolak pembayaran saya untuk jasa perbaikan mobil yang diberikannya.

Maka saya tanya dia: "Kelihatannya Anda sudah lama ikut unjuk-rasa ini, bagaimana Anda mengurus rumah tangga keluarga Anda?" Ia membalas dengan jawaban: "Saya telah bekerja selama lebih dari 20 tahun untuk momen seperti hari ini. Saya memeroleh pendapatan yang cukup baik, membangun rumah untuk keluarga saya, merawat dan membesarkan putri-putri saya sampai mereka menikah. Sekarang hanya ada saya dan istri saya, dia ada di rumah dan bisa mengurus dirinya sendiri."

Terkejut oleh jawabannya, saya lanjut bertanya: "Apakah Anda tidak akan kembali ke mereka?" "Doakan saya agar wafat di sini. Saya telah berdoa kepada Allah agar ,menganugerahkan kematian di tempat ini, jika itu terhitung sebagai kesyahidan."

Kami pun bertukar nomor ponsel lalu berpisah. Sejak saat itu, ia menelepon setiap hari untuk menyapa saya, sampai tadi malam, ketika dia berkata "Kamu pulanglah, kamu punya si kecil yang sedang menunggumu. Saya merasa malam ini akan menjadi malam terakhir."

Begitu saya mendengar kabar pembantaian di Rabaa, saya langsung menghubunginya. Dia tidak mengangkat 3 kali berturut-turut panggilan telepon saya. Saya merasa dia telah gugur sebagaimana doanya. Lalu saya kirimkan sebuah pesan singkat: "Aku tahu Engkau tidak akan membalas pesan ini, Mohamed, dan saya betul-betul mendoakan Engkau telah membuktikan bahwa yang kau lakukan ialah hal yang benar."

Sejurus kemudian saya menerima balasan: "Dia beriman kepada Allah dan gugur dalam jalan iman, ini saya Dr Tariq dari rumah sakit darurat, tolong kontak keluarganya untuk menghadiri shalat jenazah sebelum pemakamannya."(islamedia)
 
YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Tuesday, July 30, 2013

Jeruk Asam yang Terasa Manis

Suatu hari, ketika saya sedang menjenguk salah satu saudara yang tengah dirawat di rumah sakit, terdengar suara makian keras dari pasien sebelah, “Bawa jeruk kok busuk, mau ngeracunin saya? biar saya cepat mati?”

Suara marah itu berasal dari lelaki tua yang kedatangan salah satu keluarganya dengan membawa jeruk. Boleh jadi benar, bahwa beberapa jeruk dalam jinjingan itu busuk atau masam. Meski tidak semua jeruk yang dibawanya itu busuk dan sangat kebetulan yang terambil pertama oleh si pasien yang busuk. Dan tanpa bertanya lagi, marahlah ia kepada si pembawa jeruk.

Sebenarnya, boleh dibilang wajar jika seorang pasien marah lantaran kondisinya labil dan kesehatannya terganggu. Ketika ia marah karena jeruk yang dibawa salah satu keluarganya itu busuk, mungkin itu hanya pemicu dari segunung emosi yang terpendam selama berhari-hari di rumah sakit. Penat, bosan, jenuh, mual, pusing, panas, dan berbagai perasaan yang menderanya selama berhari-hari, belum lagi ditambah dengan bisingnya rumah sakit, perawat yang kadang tak ramah, keluarga yang mulai uring-uringan karena kepala keluarganya sekian hari tak bekerja, semuanya membuat dadanya bergemuruh. Lalu datanglah salah satu saudaranya dengan setangkai ketulusan berjinjing jeruk. Namun karena jeruk yang dibawanya itu tak bagus, marahlah ia.

Wajar. Sekali lagi wajar. Tetapi tidak dengan peristiwa lain yang hampir mirip terjadi di acara keluarga besar belum lama ini. Seorang keluarga yang tengah diberi ujian Allah menjalani kehidupannya dalam ekonomi menengah ke bawah, berupaya untuk tetap berpartisipasi dalam acara keluarga besar tersebut. Tiba-tiba, “Kalau nggak mampu beli jeruk yang bagus, mending nggak usah beli. Jeruk asam gini siapa yang mau makan?” suara itu terdengar di tengah-tengah keluarga dan membuat malu keluarga yang baru datang itu.

Pupuslah senyum keluarga itu, rusaklah acara kangen-kangenan keluarga oleh kalimat tersebut. Si empunya suara mungkin hanya melihat dari jeruk masam itu, tapi ia tak mampu melihat apa yang sudah dilakukan satu keluarga itu untuk bisa membawa sekantong jeruk yang boleh jadi harganya tak seberapa.

Harga sekantong jeruk mungkin tak lebih dari sepuluh ribu rupiah. Tapi tahukah seberapa besar pengorbanan yang dilakukan satu keluarga itu untuk membelinya? Rumahnya sangat jauh dari rumah tempat acara keluarga, dan sedikitnya tiga kali tukar angkutan umum. Sepuluh ribu itu seharusnya bisa untuk makan satu hari satu keluarga. Boleh jadi mereka akan menggadaikan satu hari mereka tanpa lauk pauk di rumah. Atau jangan-jangan pagi hari sebelum berangkat, tak satu pun dari anggota keluarga itu sempat menyantap sarapan karena uangnya dipakai untuk membeli jeruk. Yang lebih parah, mungkin juga mereka rela berjalan kaki dari jarak yang sangat jauh dan memilih tak menumpang satu dari tiga angkutan umum yang seharusnya. “Ongkos bisnya kita belikan jeruk saja ya, buat bawaan. Nggak enak kalau nggak bawa apa-apa,” kata si Ayah kepada keluarganya.

Kalimat sang Ayah itu, hanya bisa dijawab dengan tegukan ludah kering si kecil yang sudah tak sanggup menahan lelah dan panas berjalan beberapa ratus meter. Tak tega, Ayah yang bijak itu pun menggendong gadis kecil yang hampir pingsan itu. Ia tetap memaksakan hati untuk tega demi bisa membeli harga dari di depan keluarga besarnya walau hanya dengan sekantong jeruk. Menahan tangisnya saat mendengar lenguhan nafas seluruh anggota keluarganya sambil berkali-kali membungkuk, jongkok, atau bahkan singgah sesaat untuk mengumpulkan tenaga. Itu dilakukannya demi mendapatkan sambutan hangat keluarga besar karena menjinjing sesuatu.

Setibanya di tempat acara, sebuah rumah besar milik salah satu keluarga jauh yang sukses, menebar senyum di depan seluruh keluarga yang sudah hadir sambil bangga bisa membawa sejinjing jeruk, lupa sudah lelah satu setengah jam berjalan kaki, tak ingat lagi terik yang memanggang tenggorokan, bertukar dengan sejumput rindu berjumpa keluarga. Namun, terasa sakit telinga, layaknya dibakar dua matahari siang. Lebih panas dari sengatan yang belum lama memanggang kulit, ketika kalimat itu terdengar, “Jeruk asam begini kok dibawa…”

Duh. Jika semua tahu pengorbanan yang dilakukan satu keluarga itu untuk bisa menjinjing sekantong jeruk tadi, pastilah semua jeruk asam itu akan terasa manis. Jauh lebih manis dari buah apa pun yang dibawa keluarga lain yang tak punya masalah keuangan. Yang bisa datang dengan kendaraan pribadi atau naik taksi dengan ongkos yang cukup untuk membeli sepeti jeruk manis dan segar.

Mampukah kita melihat sedalam itu? Sungguh, manisnya akan terasa lebih lama, meski jeruknya sudah dimakan berhari-hari yang lalu.


YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer 
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam
 
Sumber: kaskus

Tuesday, June 25, 2013

Kisah Tukang Sol Sepatu

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Cuaca hari ini sangat sangat panas. Mbah Sarno terus mengayuh sepeda tuanya menyisir jalan perumahan condong catur demi menyambung hidup.

Mbah Sarno sudah puluhan tahun berprofesi sebagai tukang sol sepatu keliling. Jika orang lain mungkin berfikir “mau nonton apa saya malam ini?”, mbah Sarno cuma bisa berfikir “saya bisa makan atau nggak malam ini?”

Di tengah cuaca panas seperti ini pun terasa sangat sulit baginya untuk mendapatkan pelanggan. Bagi mbah Sarno, setiap hari adalah hari kerja. Dimana ada peluang untuk menghasilkan rupiah, disitu dia akan terus berusaha. Hebatnya, beliau adalah orang yang sangat jujur. Meskipun miskin, tak pernah sekalipun ia mengambil hak orang lain.

Jam 11, saat tiba di depan sebuah rumah mewah di ujung gang, diapun akhirnya mendapat pelanggan pertamanya hari ini. Seorang pemuda usia 20 tahunan, terlihat sangat terburu-buru.

Ketika mbah Sarno menampal sepatunya yang bolong, ia terus menerus melihat jam. Karena pekerjaan ini sudah digelutinya bertahun-tahun, dalam waktu singkat pun ia berhasil menyelesaikan pekerjaannya.

“Wah cepat sekali. Berapa pak?”

“5000 rupiah mas”

Sang pemuda pun mengeluarkan uang seratus ribuan dari dompetnya. Mbah Sarno jelas kaget dan tentu ia tidak punya uang kembalian sama sekali apalagi sang pemuda ini adalah pelanggan pertamanya hari ini.

“Wah mas gak ada uang pas ya?”

“Nggak ada pak, uang saya tinggal selembar ini, belum dipecah pak”

“Maaf mas, saya nggak punya uang kembalian”

“Waduh repot juga kalo gitu. Ya sudah saya cari dulu sebentar pak ke warung depan”

“Udah mas nggak usah repot-repot. Mas bawa dulu saja. Saya perhatikan mas lagi buru-buru. Lain waktu saja mas kalau kita ketemu lagi.”

“Oh syukurlah kalo gitu. Ya sudah makasih ya pak.”

Jam demi jam berlalu dan tampaknya ini hari yang tidak menguntungkan bagi mbah Sarno. Dia cuma mendapatkan 1 pelanggan dan itupun belum membayar. Ia terus menanamkan dalam hatinya, “ikhlas. Insya Allah akan dapat gantinya.”

Ketika waktu menunjukkan pukul 3 lebih ia pun menyempatkan diri shalat ashar di masjid depan lapangan bola sekolah. Selesai shalat ia berdoa.

“Ya Allah, izinkan aku mencicipi secuil rezekimu hari ini. Hari ini aku akan terus berusaha, selebihnya adalah kehendakmu.”

Selesai berdoa panjang, ia pun bangkit untuk melanjutkan pekerjaannya.

Ketika ia akan menuju sepedanya, ia kaget karena pemuda yang tadi siang menjadi pelanggannya telah menunggu di samping sepedanya.

“Wah kebetulan kita ketemu disini, pak. Ini bayaran yang tadi siang pak.”

Kali ini pemuda tadi tetap mengeluarkan uang seratus ribuan. Tidak hanya selembar, tapi 5 lembar.

“Loh loh mas? Ini mas belum mecahin uang ya? Maaf mas saya masih belum punya kembalian. Ini juga kok 5 lembar mas. Ini nggak salah ngambil mas?”

“Sudah pak, terima saja. Kembaliannya, sudah saya terima tadi, pak. Hari ini saya tes wawancara. Telat 5 menit saja saya sudah gagal pak. Untung bapak membiarkan saya pergi dulu. Insya Allah minggu depan saya berangkat ke prancis pak. Saya mohon doanya pak”

“Tapi ini terlalu banyak mas”

“Saya bayar sol sepatu cuma rp 5000 pak. Sisanya untuk membayar kesuksesan saya hari ini dan keikhlasan bapak hari ini.”