Monday, February 4, 2013
Kasih Tak Sampai (Empat)
FIRST LOVE Cita-citaku untuk memiliki sebuah bimbingan belajar akhirnya menjadi kenyataan. Dari persewaan dan kursus komputer, akhirnya meningkat menjadi sebuah bimbingan belajar dan kursus komputer. Aku menyewa sebuah ruko yang lebih besar, dan mempekarjakan sekitar 10 orang karyawan. Sinta sudah tahu bisnis baruku. Dan dia mengacungi jempol untuk keberhasilanku. Aku memanjakannya dengan hadian-hadiah. Dan makan siang bersama adalah hal yang paling aku sukai. Sejauh ini kami masih kompak. Aku mulai bertanya-tanya ketika Sinta jarang menelponku lagi. Biasanya dia menelpon minta tolong ini itu atau sekedar minta dibelikan makanan kesukaannya. Aku berfikir mungkin dia sakit atau terjadi sesuatu kepadanya. Siang itu, aku datang ke kantornya. Saat turun dari angkot, aku melihat Sinta sedang berbincang dengan seorang laki-laki perlente di parkiran depan kantornya. Aku langsung menemuinya dan menyapanya, "Sin, apa kabar?" "Baik, Tian, kamu gimana?" "Aku juga baik, aku kuatir kamu ada apa-apa..." "Oh terima kasih, oh ya ini Ridho, Ridho ini Tian, tetanggaku, dan temanku waktu kecil..." Laki-laki itu tersenyum kepadaku. Menjulurkan tangannya untuk menyalamiku. Aku membalas senyuman itu. Wajahnya tampan, kulitnya juga putih, tubuhnya tinggi jangkung dan kelihatannya dia baik. "Kami mau makan siang, mau gabung?" tanya Sinta. Laki-laki itu kemudian meraih tangan Sinta dengan mesra. Dari situ aku bisa menyimpulkan kalau mereka pacaran. "Ah, enggak, kalian makan siang aja dulu, saya ada pekerjaan..." jawabku gugup. "Ya udah, see you," kata Sinta sambil bergandengan meninggalkan aku. Sejak saat itu, aku tak pernah makan siang dengan Sinta lagi. Kami nyaris jarang berkomunikasi. Aku terjatuh dalam frustrasi. Dan bayangan gelap kenyataan pahit hidupku selalu tergambar nyata di mataku. Seringkali kepalalu ingin pecah. Tidak bisa tidur dan tidak doyan makan. Mimpi buruk selalu mengejar-ngejarku. Dan kata-kata Om Haris untuk selalu menjaga puterinya, mengiang-ngiang di telingaku. Tetapi aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Lelaki perlente kekasih Sinta itu siapa. Apakah dia akan melukai Sinta? Apakah dia akan menjaga Sinta baik-baik. Rasanya hidupku ini menjadi hampa. Ingin melakukan sesuatu tetapi tak punya kekuatan apapun untuk mengerjakannya. Hati selalu merindukan Sinta, tetapi gadis itu sudah bersama dengan lelaki lain. Kalau begini, mendingan aku mati. Aku tak sanggup menanggungkan cinta yang tiada memiliki masa depan ini. Dan aku menaiki tangga Ruko menuju ke atap. Ketika aku akan terjun bebas ke parkiran depan, pedagang rokok depan ruko mengetahuinya. Lalu berteriak. "Mas Tian, ngapain disitu?" Aku kaget. Konsentrasiku buyar. Di bawah orang berkerumun. Mereka berteriak agar aku tak meloncat. Lalu beberapa orang naik dan merayuku di atas atap. Mereka membujukku dan mengajakku turun melewati tangga, bukan terjun ke bawah, karena aku nanti akan terluka. Aku batal bunuh diri. (Bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment