FIRST LOVE Aku menemui Sinta di kantornya siang itu. Aku ingin mengungkapkan perasaan yang menggelayut di jiwaku. Ku himpun kekuatan agar bisa mengatakan semua itu. Aku mengenakan hem paling kusayang. Aku menghias diriku sebaik mungkin agar Sinta tertarik kepadaku. Aku berharap tak bertemu Ridho, agar semua rencanaku tak hancur oleh cemburu. Aku mengajaknya makan siang di sebuah mall yang berada tak jauh dari kantornya. Kukatakan aku ingin bicara empat mata saja, agar dia tak mengajak Ridho. Sinta menanggapinya dengan suka cita. Aku sudah menunggunya di restoran dan memesan makanan. Biarpun makanan itu sudah tersaji, tidak ada nafsu makan yang membuatku bergairah menyantapnya. Pikiranku hanya pada Sinta saja. Gadis itu muncul dengan langkahnya yang ringan. Senyumnya mengembang seindah bunga mawar merah di pagi berembun. Sangat cantik. Bagiku tiada satu perempuan yang sanggup memikat hatiku seperti Sinta. Dia langsung mengambil posisi duduk di depanku. Bebasa-basi lalu memanggil waiters untuk memesan makanan. "Sinta, ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadamu," ujarku. "Apa itu Tian?" "Kita sudah saling kenal sejak kecil, sekolah bersama, bermain bersama, aku senang bila sedang bersamamu..." "Aku juga suka berteman denganmu Tian, kamu baik dan suka menolong..." "Biasa aja, Sin, orang hidup memang harus tolong menolong, kan..." "Iya sih..." "Papamu pernah berpesan kepadaku..." bicaraku terputus, leherku serasa tercekat. "Pesan apa itu?" "Sesuatu yang penting, karena itu aku ingin katakan kepadamu..." "Papamu titip kamu kepadaku, dan ingin agar aku selalu menjagamu..." lanjutku. "Benarkah?" "Iya, aku ingin sekali menikahimu, Sin, kamulah cinta pertamaku..." Wajah gadis itu berubah merah. Sejenak dia kaget. Lalu dengan tersenyum dia menjawab permintaanku. "Kamu anak baik Tian, perhatian dan penuh kasih sayang. Kamu juga anak yang hebat, terutama dalam menjalani hidupmu. Tetapi selama ini aku hanya menganggapmu sahabat, mungkin saudara..." Dia menghela nafas. Aku hanya diam tak berani memandangnya. Seluruh tubuhku berkeringat dingin. "Terima kasih untuk semua kebaikanmu selama ini. Maafkan aku tidak bisa menikah denganmu. Aku tidak mencintaimu, aku mencintai Ridho, dan kami akan menikah secepatnya..." Seluruh tubuhku kunglai tak berdaya. *** Di kantorku ada seorang gadis dari Jawa. Dia bekerja sebagai staf administrasi. Gadis itu manis dan perilakunya lembut. Sejak awal bekerja di kantorku, aku tahu Dewi menyukaiku. Karena hal itulah kemudian aku melamarnya. Aku menikah dengannya di kota kelahirannya. Lalu aku memutuskan untuk pindah ke kota itu dan meneruskan usaha bimbingan belajarku. Dewi tidak keberatan meninggalkan Jakarta. Kami membeli rumah tak jauh dari rumah mertuaku. Dan aku kembali dari nol, merintis Bimbingan Belajar baru di kota itu. Aku membuang semua nomor kontak dengan Sinta. Aku membuang semua mimpi dan memulai hidup baru. Dalam pernikahanku, aku dikaruniai seorang puteri cantik yang sehat. Kami hidup dengan bahagia di sisi keluarga besar Dewi. Beberapa tahun kemudian aku menemukan Sinta di facebook. Dia memasang fotonya, Ridho dan anak-anaknya. Wajahnya yang cantik tak pernah berubah, selalu ceria dan menarik. Aku berharap dia hidup penuh kebahagiaan bersama keluarganya. Lalu kami berteman di FB. Sesekali aku menyapanya, dan dia senang dan ramah bila aku berkomentar di statusnya. Biarpun aku tak bisa memilikinya, Sinta adalah sebuah anugerah yang besar. Dia adalah bidadari yang diturunkan dari langit untuk menemaniku menjalani masa kecilku yang berat. Begitulah cara Tuhan mencintai aku si anak yatim ini. Dengan memberiku cinta pertama dengan seorang bidadari cantik bernama, Sinta. (Tamat)
Tuesday, February 5, 2013
Kasih Tak Sampai (Lima)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment