Makalah ini mencoba untuk mengkaji umat islam yang mengaku dirinya Islam, tetapi kelakuannya tidak mencerminkan apa sebenarnya.
Akankah umat Islam ini, akan terus terpuruk dengan keadaan seperti ini, sudah banyak yang terjadi dan bahkan tugas kita kepada Allah dan bahkan kita lebih memprioritaskan tugas duniawi. Dan kadang kala masyarakat apatis terhadap orang lain padahal dalam Al-Qur’an diwajibkan untuk bersilaturahmi, dan bahkan disuruh untuk menjaga dan melestarikan alam tapi malah sebaliknya, menghancurkan alam itu sendiri sehingga Allah murka dan menurunkan bencana kepada manusia padahal hanya ulah beberapa orang saja. Dan banyak sekarang yang terjadi seperti orang tua melalaikan tugasnya sebagai ayah dan ibu begitupun sebaliknya. Sehingga banyak tragedi yang terjadi saat ini yakni pembunuhan.
Peranan Akhlak Terpuji dalam Kehidupan Sosial
Pengertian Akhlak Terpuji (Akhlakul Mahmudah)
Akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) merupakan salah satu tanda kesempurnaan iman. Tanda tersebut dimanifestasikan ke dalam perbuatan sehari-hari dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan al hadis. Akhlakul mahmudah dapat dibagi dalam beberapa bagian yaitu:
- Akhlak terhadap berhubungan dengan Allah
- Akhlak terhadap diri sendiri
- Akhlak terhadap keluarga
- Akhlak terhadap masyarakat dan
- Akhlak terhadap alam
1. Menauhidkan Allah
Salah satu bentuk akhlakul mahmudah adalah menauhidkan Allah. Di sini yang dimaksudkan menauhidkan Allah adalah mempertegas keesaan Allah, atau mengakui bahwa tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dzat, sifat, afal dan asma Allah.
Sesungguhnya kaidah Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar satu-satunya yang diterima dan diri Allah swt untuk hamba-hambaNya, yang merupakan satu –satunya jalan menuju kepadaNya. Kunci kebahagiaan dan jalan hidayah, tanda kesuksesan dan pemelihara dari berbagai perselisihan, sumber semua kebaikan dan nikmat, kewajiban pertama bagi seluruh hamba, serta kabar gembira yang dibawa oleh para rasul dan para nabi adalah ibadah hanya kepada Allah swt semata tidak menyekutukannya.
Bertauhid dalam semua keinginannya terhadap Allah swt, bertauhid dalam urusan penciptaan, perintah Nya dan seluruh asma (nama-nama) dan sifat-sifat Nya. Allah swt berfirman:
Terjemahnya:
Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu, maka diantara umat itu, ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya, orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul) (QS. An Nahl : 36)
2. Takwa kepada Allah
Kalimat “ittaqullah’ (bertawakalah kepada Allah) jika diterjemahkan secara harfiyah akan menjadi jauhilah Allah atau hindarkanlah dirimu dari Allah. Hal ini tentunya mustahil dapat dilakukan manusia karena siapakah yang dapat menghindar dari Nya? Nah, dari sini ulama-ulama berpendapat bahwa sesungguhnya terdapat satu kata yang tersirat antara hindarilah dan Allah. Kata yang tersirat itu adalah siksa atau hukuman. Dengan demikian, yang dimaksud dengan menghindari Allah adalah menghindari siksa atau hukumanNya.
Perintah-perintah Tuhan dalam kategori kedua adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan ajaran agama dan ditujukan kepada manusia, seperti perintah shalat, puasa dan sebagainya. Perintah-perintah ini (baik dalam bentuk melaksanakan atau menjauhi) dinamai hukum-hukum syariat.
Setiap pelanggaran atas perintah Tuhan dalam kedua kategori di atas dapat menimbulkan sanksi atau hukuman. Hanya saja, sanksi terhadap pelanggaran kategori pertama (yang berkaitan dengan hukum alam) biasanya dijatuhkan dalam kehidupan dunia ini juga demikian pula ganjarannya. Adapun sanksi dan hukuman terhadap pelanggaran hukum syariat, pada dasarnya diperoleh di akhirat kelak, demikian pula ganjarannya.
Seseorang yang bekerja keras akan menerima ganjaran di dunia, baik ia shalat ataupun tidak. Sebaliknya, jika ia bermalas-malasan, walaupun shalat dan puasa, ia akan merasakan kesengsaraan hidup. Di sisi lain, seseorang yang tidak shalat pada dasarnya tidak akan mendapatkan sanksi di dunia karena sanksi itu baru diperoleh di akhirat nanti.
Para sahabat nabi, dalam perang Uhud, ketika mengabaikan perintah Allah yang berkaitna dengan hukum-hukum alam (dalam hal ini ketaatan kepada pimpinan yang merupakan kunci sukses dalam peperangan) menagalami kekalahan walaupun mereka pada hakikatnya tidak mengabaikan perintah Allah yang berkaitan dengan hukum-hukum syariat. Mereka yang tidak melanggar terkena getahnya dan inilah yang diperingatkan Allah dalam surat an Anfal ayat 25:
Terjemahnya:
Hindarilah suatu fitnah (bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang berlaku aniaya saja di antara kamu (QS. Al Anfal : 25)
3. Dzikrullah
Allah swt berfirman
Terjemahnya :
Oleh karena itu, ingatlah kamu kepadaKu niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat) Ku. (QS. Al Baqarah : 152)
4. Tawakal
Tawakal mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pemahaman manusia akan takdir, ridha, ikhtiar, saba dan doa. Tawakal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah subhannahu wata’ala, untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah kemudharatan, baik menyangkut urusan dunia maupun urusan akhirat.
Allah berfirman:
Terjemahnya:
Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (QS. Ali Imran: 159)
Barang siapa yang mewujudkan ketakwaan dan tawakal kepada Dzat yang telah menciptakannya, dia akan bisa menggapai seluruh kebaikan yang ada di dunia ini.
Mewujudkan tawakal bukan berarti meniadakan ikhtiar atau mengesampingkan usaha. Takdir Allah swt dan sunnatullah terhadap makhlukNya terkait erat dengan ikhtiar makhluk itu sendiri sebab Allah swt yang telah memerintahkan hambaNya untuk berikhtiar dan pada saat yang sama Dia juga memerintahkan hambaNya untuk bertawakal.
Ikhtiar adalah perintahNya terhadap jasad lahiriah kita, sedangkan tawakal adalah perintahNya terhadap hati kita sebagai manifestasi dari keimanan kita kepada Allah swt.
Bagian-bagian Akhlak Terpuji (Akhlakul Mahmudah)
Dalam kehidupan manusia, susah senang, sehat sakit, suka duka datang silih berganti bagaikan silih bergantinya siang dan malam. Namun, kita harus ingat bahwa semua itu datang dari Allah swt, untuk menguji dan mengukur tingkat keimanan seorang hamba. Apakah seorang hamba itu tabah dan sabar menghadapi semua ujian atau tidak? Itu semua bergantung kepada akhlak hamba tersebut.
1. Sabar
Sabar karena taat kepada Allah artinya sabar untuk tetap melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya dengan senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Nya Allah swt berfirman: Terjemahan: Hai orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (diperbatasan)
Sabar karena maksiat, artinya bersabar diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama. Untuk itu sangat dibutuhkan kesabaran dan kekuatan dalam menahan hawa nafsu. Allah swt berfirman: Terjemahannya: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuanku. Sesungguhnya tuhanku maha pengampun lagi maha penyayang. (QS. Yusuf : 53)
Sabar karena musibah, artinya sabar pada saat ditimpa kemalangan, ujian, serta cobaan dari Allah. Allah swt berfirman: Terjemahnya: Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, innah lillahi wa inna ilaihi raaji’un mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (Al Baqarah : 155-157)
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan, sabar ialah tahan menderita dan menerima cobaan dengan ridha hati serta menyerahkan diri kepada Allah setelah berusaha. Selain itu, yang dimaksud sabar disini bukan hanya bersabar terhadap ujian dan musibah, tetapi juga dalam hal ketaatan kepada Allah yakni menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
2. Syukur
Syukur merupakan sikap dimana seseorang tidak menggunakan nikmat yang diberikan oleh Allah untuk melakukan maksiat kepadaNya. Bentuk syukur ini ditandai dengan menggunakan segala nikmat atau rezeki karunia Allah tersebut untuk melakukan ketaatan kepada Nya dan memanfaatkannya ke arah kebajikan bukan menyalurkannya ke jalan maksiat atau kejahatan.
Dalam hidup ini banyak sekali nikmat yang kita peroleh dari Allah. Kita tentu dapat merasakan dan menyadari bahwa nikmat Allah itu sudah kita peroleh sejak masa kanak-kanak, bahkan sejak di dalam rahim ibu. Begitu lahir, kita telah mendapatkan kasih sayang ibu bapak yang memenuhi segala keperluan kita. Tanpa limpahan kasih sayang ibu dan bapak, kita tidak akan dapat menikmati kehidupan ini.
Nikmat yang diberikan Allah itu cukup banyak dan tidak mampu kita hitung Allah berfirman:
Terjemahnya:
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya (QS. Ibrahim : 34)
Orang yang beriman akan merasa senang dan puas serta bersyukur terhadap nikmat yang Allah berikan tersebut. Jiwa keimanan yang ada dalam dirinya dapat membatasi supaya ia tidak memperturutkan loba dan tamak.
Bentuk syukur terhadap nikmat yang Allah berikan adalah dengan jalan mempergunakan nikmat Allah dengan sebaik-baiknya. Karunia yang diberikan oleh Allah harus kita manfaatkan dan dipelihara, seperti panca indra, harta benda, ilmu pengetahuan dan sebagainya.
Apabila sudah mensyukuri karunia Allah itu, berarti kita telah bersyukur kepada Nya sebagai penciptaannya. Bertambah banyak kita bersykur, bertambah banyak pula nikmat yang akan kita terima.
3. Amanah
Amanah merupakan sikap yang harus dimiliki oleh umat Islam, yang merupakan salah satu bentuk akhlak karimah. Pengertian amanah menurut arti bahasa ialah ketulusan hati, kepercayaan (tsiqah), atau kejujuran. Amanah merupakan kebalikan dari khianat.
Yang dimaksud dengan amanah di sini adalah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, tulus hati, dan jujur dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya, berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban. Pelaksanaan amanat dengan baik disebut al amin yang berarti dapat dipercaya, jujur, setia dan aman.
Suatu amanah sebenarnya adalah suatu tugas berat dipikul, kecuali bagi orang yang memiliki sikap amanah tersebut. Dikemukakan dalam Al-Qur’an
Artinya:
Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS. Al Ahzab: 72)
4. Benar (As Shidqu)
Ash Shidqu merupakan salah satu akhlak mahmudah, yang berarti benar, jujur. Maksudnya adalah berlaku benar dan jujur, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan.
Benar dalam perkataan ialah mengatakan keadaan yang sebenarnya, tidak mengada-ada dan tidak pula menyembunyikannya. Lain halnya apabila yang disembunyikan itu bersifat rahasia atau bertujuan menjaga nama baik seseorang.
Benar dalam perbuatan ialah mengerjakan sesuatu sesuai dengan petunjuk agama. Apa yang boleh dikerjakan menurut perintah agama, berarti itu benar. Kemudian apa yang tidak boleh dikerjakan sesuai dengan larangan agama, berarti tidak benar.
Kewajiban bersikap benar ini diperintahkan dalam Al-Qur’an;
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (QS. At Taubah: 119)
Apabila anggota suatu masyarakat berkata dan berbuat benar, masyarakat itu akan tenteram dan aman. Hubungan antara manusia dan manusia lainnya akan berjalan lancar, tanpa kecurigaan satu sama lain. Begitupun antara satu golongan dan golongan lainnya.
Jika kebenaran dan kejujuran telah membudaya dalam suatu masyarakat, akan terlihat suatu kehidupan yang serasi (harmonis) aman, dan damai dalam masyarakat itu. Seorang yang benar-benar mukmin selalu berkata benar dan berpegang teguh kepada apa yang diucapkan dan Allah akan meneguhkan pendiriannya. Allah berfirman:
Artinya:
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim, dan memperbuat apa yang Dia kehedaki” (QS. Ibrahim : 27)
5. Menepati Janji (Al Wafa’)
Dalam Islam, janji merupakan utang dan utang harus dibayar (ditepati). Kalau kita mengadakan suatu perjanjian pada hari tertentu, kita harus menunaikannya tepat pada waktunya.
Janji yang kita ucapkan mengandung tanggung jawab. Janji yang tidak kita penuhi, akan membawa suatu akibat. Dalam pandangan Allah, orang yang ingkar janji termasuk orang yang berdosa. Adapun dalam pandangan manusia, orang yang ingkar janji akan dianggap remeh dan tidak dapat dipercaya. Akhirnya, orang yang bersangkutan merasa canggung bergaul, rendah diri, gelisah dan tidak tenang.
Janji yang diadakan dengan manusia, apabila tidak ditepatinya mungkin akan lepas dari tuntutan manusia tersebut, namun Allah akan tetap meminta pertanggungjawaban dari orang tersebut.
Allah berfirman:
Artinya:
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji (QS. An Nahl : 91)
Apabila tidak dapat memenuhi janji karena suatu halangan yang sukar untuk dihindari, hendaknya segera memberitahukan kepada orang yang diberi janji. Apakah pemberitahuan itu melalui orang lain, ataupun diri sendiri, walaupun sudah lewat waktunya. Sampaikan permintaan maaf kepadanya. Dengan jalan demikian, orang itu tidak akan merasa kecewa atau sekurang-kurangnya dapat mengurangi kekecewaannya.
6. Memelihara Kesucian Diri (Al Ifafah)
Yang dimaksud dengan memelihara kesucian diri (al Ifafah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan memelihara kehormatan. Upaya memelihara kesucian diri ini hendaknya dilakukan setiap hari agar diri tetap berada dalam status kesucian. Hal ini dapat dilakukan mulai dari memelihara hati (qalbu) untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk.
Demikian juga, memelihara lidah dan anggota badan lainnya dari segala perbuatan tercela karena sadar bahwa segala gerak-gerik itu tidak lepas dari penglihatan Allah.
Sebagaimana Allah berfirman:
Artinya
Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya (QS. Qaf : 16)
7. Akhlak Kepada Orang Tua
Dalam Al-Qur’an dan al Hadis permasalahan berbakti kepada orang tua senantiasa dikaitkan dengan keimanan kepada Allah, sedangkan masalah durhaka terhadap keduanya selalu dikaitkan dengan berbuat syirik terhadapNya. Tak heran bila sebagian ulama menyimpulkan bahwa keimanan seseorang tidak akan berarti selama dia tidak berbakti kepada kedua orang tuanya dan tidak ada bakti kepada keduanya selama dia tidak beriman kepada Allah.
Berbuat baik kepada orang tua merupakan ajaran yang menjadi ketepatan kitabullah Al-Qur’an dan al hadis. Allah berfirman:
Artinya
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan suatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (QS. An Nisa: 36)
Allah menghubungkan beribadah kepadaNya dengan berbuat baik kepada orang tua. Hal ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang tua dan birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) di sisi Allah.
Secara naluri, orang tua rela mati mengorbankan segala sesuatu untuk memelihara dan membesarkan anak-anaknya dan anak mendapatkan kenikmatan serta perlindungan sempurna dan kedua orang tuanya.
Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian orang tuanya. Tatkala kedua orang tua menginjak masa tua, mereka pun tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya. Akan tetapi, betapa cepat seorang anak melalaikan jasa-jasa orang tuanya, hanya karena disibukkan oleh istri dan anak-anaknya. Ia tidak perlu bagi menasihati anak-anaknya hanya saja seorang anak harus diingatkan dan digugah perasaannya atas kewajiban mereka terhadap orang tuanya yang sepanjang umurnya dihabiskan untuk mereka serta mengorbankan segala yang ada demi kesenangan dan kebahagiaan mereka hingga datang masa lelah dan letih.
Ini tingkatan yang lebih tinggi lagi, yaitu keharusan bagi anak untuk selalu mengucapkan perkataan yang baik kepada kedua orang tua dan memperlihatkan sikap hormat serta menghargai.
Allah ta’ala juga berfirman dalam surat Al Isra’ yang artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang”
Seolah-olah sikap rendah diri memiliki sayap dan sayap tersebut direndahkan sebagai tanda penghormatan dan penyerahan diri dalam arti sikap rendah diri yang selayaknya kepada kedua orang tua, sebagai pengakuan tulus atas kebaikan dan jasa-jasanya.
Bukti kasih sayang Allah banyak sekali. Suatu contoh cahaya matahari yang menyinari alam semesta, udara yang dihirup manusia melalui proses paru-paru, air berfungsi untuk minum, masak dan menyiram tanaman dan kasih sayang ibu terhadap anaknya yang muncul secara fitrah sebagai bukti nyata kasih sayang Allah, rabb semesta alam.
Orang mulia dan baik kepada kedua orang tua akan tahu kedudukan serta kemuliaan orang tua. Dia merasakan tatkala mencium tangan ibu atau bapak seolah-olah dia bersujud dengan roh dan perasaannya, bersujud kepada Allah. Dia mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu rahasia dalam kehidupan. Semua itu menjadi bukti penghargaan dan penghormatan kepada kedua orang tua. Allah swt berfirman:
Artinya:
Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya (QS. Al Ankabut: 8)
8. Berbuat Baik kepada Kerabat
Agama Islam memerintahkan agar berbuat baik kepada sanak saudara atau kaum kerabat, sesudah menunaikan kewajiban kepada Allah dan ibu bapak. Hidup rukun dan damai dengan saudara dapat tercapai apabila hubungan tetap terjalin dengan saling pengertian dan saling menolong.
Pertalian kerabat dimulai dari yang lebih dekat sampai pada yang lebih jauh. Kita wajib membantu apabila mereka dalam kesukaran. Sebab, dalam hidup ini, hampir semua orang mengalami berbagai kesukaran dan kegoncangan jiwa.
Bila mereka memerlukan pertolongan yang bersifat benda, bantulah dengan benda. Bila mereka mengalami kegoncangan jiwa atau kegelisahan, cobalah menghibur atau menasehatinya. Sebab, bantuan itu tidak hanya berwujud uang (benda), tetapi juga bantuan moril. Bahkan kadang-kadang bantuan moril lebih besar artinya daripada bantuan materi.
Agama Islam mengutamakannya yang lebih dekat, Allah berfirman:
Artinya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (QS. An Nisa:36)
Tetangga adalah orang yang terdekat dengan kita. Dekat bukan karena pertalian darah atau pertalian persaudaraan. Bahkan, mungkin tidak seagama dengan kita. Dekat di sini adalah orang yang tinggal berdekatan dengan rumah kita. Ada atsar yang menunjukkan bahwa tetangga adalah empat puluh rumah (yang berada di sekitar rumah) dari setiap penjuru mata angin. Apabila ada khabar yang benar (tentang penafsiran tetangga) dari Rasulullah, itulah yang kita pakai; namun apabila tidak, hal ini dikembalikan para urf (adat kebiasaan), yaitu kebiasaan orang-orang dalam menetapkan seseorang sebagai tetangganya.
Para ulama membagi tetangga menjadi tiga macam; pertama, tetangga muslim yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan. Kedua; tetangga muslim saja, tetangga semacam ini mempunyai dua hak sebagai tetangga dan hak Islam. Ketiga; tetangga kafir. Tetangga semacam ini hanya mempunyai satu hak, yaitu tetangga saja.
Dalam hidup ini, setiap orang pasti memerlukan pertolongan orang lain. Adakalanya karena sengsara dalam hidup, penderitan batin atau kegelisahan jiwa, dan adakalanya karena sedih setelah mendapat berbagai musibah.
Orang mukmin akan bergerak hatinya apabila melihat orang lain tertimpa kerusakan untuk menolong mereka sesuai dengan kemampuannya. Apabila tidak ada batuan berupa benda, kita dapat membantu orang tersebut dengan nasehat atau kata-kata yang dapat menghibur hatinya. Bahkan, sewaktu-waktu bantuan jasa pun lebih diharapkan daripada bantuan-bantuan lainnya.
9. Akhlak kepada alam
Allah swt menciptakan binatang untuk kepentingan manusia dan juga menunjukkan kekusaannya, sebagaimana firman Allah swt:
Artinya:
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas pertunya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya sesungguhnya Allah mahakuasa atas segala sesuatu (QS. An Nur: 45)
Betapa banyaknya binatang yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Ada yang dimanfaatkan tenaganya, air susunya, madunya, dagingnya dan sebagainya. Oleh sebab itu tepatlah apabila kita disuruh untuk memelihara dan menyayangi binatang tersebut. Sampai-sampai apabila hendak menyembelih binatang ternak, kita disuruh untuk menggunakan pisau yang sangat tajam supaya binatang ternak itu tidak lama merasakan sakitnya.
Alam dan isinya diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan manusia. Tumbuhan merupakan bagian dari alam yang merupakan anugerah dari Allah, bukan hanya untuk kehidupan manusia, namun juga untuk kehidupan binatang-binatang. Sebagian besar makanan manusia dan hewan tersebut berasal dari tumbuhan.
Artinya:
Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanalah dan gembalakanlah binatang-binatangmu, sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal (QS. Thaha : 53-54)
Oleh karena itu, sepantasnya manusia menjaga, melestarikan dan memanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya sebagai ungkapan syukur atas pemberianNya.
Kajian Pustaka
Akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) merupakan salah satu tanda kesempurnaan iman. Tanda tersebut dimanifestasikan ke dalam perbuatan sehari-hari dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan al hadis.
Akhlakul mahmudah dapat dibagi dalam beberapa bagian yaitu:
Akhlak terhadap berhubungan dengan Allah
Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak terhadap keluarga
Akhlak terhadap masyarakat dan
Akhlak terhadap alam
Adapuan akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) terhadap kehidupan sosial dan Allah swt adalah sebagai berikut:
Menauhidkan Allah
Dzikrullah
Takwa
Tawakkal
Adapun bagian-bagian akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) kepada sesama manusia adalah sebagai berikut:
Sabar
Syukur
Amanah,
Benar (as Shidq)
Menepati Janji (Al Wafa’)
Benar (As Shidqu)
Memelihara Kesucian Diri (Al Ifafah)
Akhlak Kepada Orang Tua dan Berbuat Baik kepada Kerabat
Akhlak terhadap alam
Alam dan isinya diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan manusia. Tumbuhan merupakan bagian dari alam yang merupakan anugerah dari Allah, bukan hanya untuk kehidupan manusia, namun juga untuk kehidupan binatang-binatang.
Kesimpulan
Akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) merupakan salah satu tanda kesempurnaan iman. Akhlakul mahmudah dapat dibagi dalam beberapa bagian yaitu: Akhlak terhadap berhubungan dengan Allah, Akhlak terhadap diri sendiri, Akhlak terhadap keluarga, Akhlak terhadap masyarakat dan, Akhlak terhadap alam.
Salah satu bentuk akhlakul mahmudah adalah menauhidkan Allah. Perintah-perintah Tuhan dalam kategori kedua adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan ajaran agama dan ditujukan kepada manusia, seperti perintah shalat, puasa dan sebagainya. Tawakal mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pemahaman manusia akan takdir, ridha, ikhtiar, saba dan doa. Tawakal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah subhannahu wata’ala, untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah kemudharatan, baik menyangkut urusan dunia maupun urusan akhirat.
Sumber : http://www.masbied.com/2012/02/17/peranan-akhlak-terpuji-dalam-kehidupan-sosial/
Reff : Syarah Riyadhush Shalihin Peranan Akhlak Terpuji dalam Kehidupan Sosial Oleh : Senyumku Dakwahku - Berislam gaya gembira, Beramal Ilmiah Berilmu Amaliah.
No comments:
Post a Comment