Tuesday, August 25, 2009

Arti Shaum

Seorang guru SMP saya dulu mengajarkan, kata “puasa” berasal dari istilah sansekerta, yaitu “paase”. Menurutnya, “paase” artinya “menyiksa diri”. Ini tentu tidak tepat untuk digunakan dalam ajaran Islam, karena Islam sama sekali tidak berorientasi pada kegiatan menyiksa diri.

Sansekerta berasal dari daerah India, di mana sebagian besar penduduknya beragama Hindu. Agama mayoritas ini tentu mempengaruhi budaya setempat. Wajar bila mereka mengenal kegiatan menyiksa diri, karena ada hal yang demikian dalam ajaran Hindu. Ada semacam pawai tertentu yang mereka adakan setahun sekali untuk memuja salah satu dewa mereka (saya sendiri lupa dewa yang mana). Pada pawai itu, mereka mendemonstrasikan kemampuan mereka untuk menghilangkan rasa sakit. Sekujur tubuh mereka ditusuk dengan jarum berbagai ukuran. Mereka percaya, dengan menyiksa diri, mereka akan lebih dekat kepada Tuhannya.

Prinsip yang sama tidak bisa digunakan dalam Islam. Allah adalah Rabb. Kata “Rabb”

berasal dari kata “tarbiyah” yang bermakna “bimbingan, pendidikan, pelatihan” dan berbagai kata yang menggambarkan makna kasih sayang. Allah tidak menginginkan penderitaan dalam hidup manusia. Allah juga tidak membutuhkan penderitaan kita. Allah tidak pernah menyuruh manusia melakukan sesuatu yang akan menyiksa dirinya.

Dengan demikian, kata “puasa” tidak lagi dapat digunakan untuk menggantikan kata “shaum”. Tidak ada manusia yang tersiksa karena melaksanakan shaum. Kalau pun ia merasa berat, itu hanya karena hawa nafsunya yang sulit dibendung.

Shaum dilaksanakan sejak subuh hingga maghrib. Di Indonesia, waktu menjalankan shaum relatif sama sepanjang tahunnya, yaitu sekitar 14 jam. Di daerah beriklim tropis, panjangnya siang dan malam relatif tetap sepanjang tahun. Namun di daerah beriklim subtropis, atau bahkan kutub, panjang siang dan malam bisa menjadi sangat ekstrem. Jika Ramadhan jatuh pada musim dingin, maka shaum akan sangat pendek, karena jarak antara subuh dan maghrib sangat dekat. Sebaliknya, jika Ramadhan jatuh pada musim panas, maka shaum akan sangat panjang, karena pada musim tersebut malam sangat pendek.

Meski demikian, tidak ada manusia yang tersiksa karena shaum. Tidak ada orang yang sampai mati karena shaum. Tidak makan selama tiga hari pun manusia masih dapat hidup, apalagi kalau hanya beberapa belas jam. Kewajiban shaum masih jauh dari potensi maksimal tubuh manusia, dan karenanya, tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan menyiksa diri.

Ada banyak keringanan dalam melakukan shaum. Wanita haid dan nifas tidak boleh melaksanakan shaum, karena mereka mengalami kehilangan darah cukup banyak, sehingga dikhawatirkan bisa merusak kesehatan jika mereka memaksakan untuk shaum. Untuk hal-hal yang membahayakan kesehatan, Islam bukan hanya menganjurkan untuk menjauhi puasa, namun bahkan melarangnya. Ini adalah bukti bahwa Allah tidak menghendaki penderitaan bagi manusia.

Orang yang berjihad pun tidak diwajibkan shaum. Demikian pula orang-orang yang sudah renta dan tak mampu lagi melaksanakannya. Orang-orang yang sakit pada bulan Ramadhan pun tidak perlu memaksakan diri untuk bershaum. Allah memberi keringanan pada mereka untuk melunasi ‘hutang’ shaum mereka di lain hari (ketika kondisi mereka telah memungkinkan) atau membayar semacam denda, misalnya bagi orang-orang tua yang diperkirakan tidak akan mampu lagi melaksanakan shaum.

Pada saat melaksanakan shaum, ada empat hal yang harus dilakukan oleh setiap Muslim, baik pada shaum Ramadhan atau pada hari-hari lainnya. Empat hal tersebut yaitu : (1) tidak makan, (2) tidak minum, (3) tidak berhubungan seks, (4) wajib mengendalikan diri.

Perlu dicatat, bahwa larangan untuk tidak makan, minum dan berhubungan seks hanya berlaku sejak subuh hingga maghrib. Setelah waktunya berbuka, maka ketiga hal tersebut menjadi halal kembali, sesuai ketentuan normalnya. Tentu saja tidak segala jenis makan, minum dan hubungan seks menjadi halal. Islam memiliki ajaran yang lengkap tentang segala hal, termasuk ketiga hal tersebut.

Poin keempat mewakili seluruh inti ajaran shaum. Inilah alasan mengapa Allah mewajibkan shaum minimal selama sebulan dalam setahun, yaitu pada bulan Ramadhan. Selain itu, Rasulullah saw. pun sangat menganjurkan umatnya untuk melaksanakan berbagai shaum sunnah. Salah satu shaum sunnah yang diajarkan oleh beliau adalah shaum pada setiap hari Senin dan Kamis. Shaum sunnah terbaik adalah shaumnya Nabi Daud as., yaitu sehari bershaum dan sehari tidak, demikian seterusnya.

Ketika bershaum, kita tidak disuruh untuk menahan lapar dan haus. Kita diperintahkan untuk mengendalikannya. Hal ini untuk memerdekakan diri kita dari kekangan rasa lapar dan haus itu sendiri. Kita sering melihat bangsa Eropa dan Amerika yang tubuhnya bagus-bagus di film-film, padahal itu tidak lebih dari beberapa persen saja dari seluruh penduduknya. Sebagian besar penduduknya tidak bisa mengendalikan berat badannya karena mereka dikendalikan oleh nafsu makannya. Ketika lapar sedikit, cemilan mereka adalah coklat. Mereka terbiasa memakan pizza atau masakan Cina yang bisa dipesan dengan telepon. Tentu tidak ada salahnya menyantap pizza atau masakan Cina, namun bila dilakukan nyaris setiap hari, maka dipastikan mereka akan menumpuk lemak di tubuh mereka sendiri.

Jika kita makan makanan secara berlebihan, maka pencernaan akan bekerja terlalu keras. Energi tubuh terkuras untuk mencerna makanan. Akibatnya, tubuh malah meminta tambahan makanan lagi, dan begitu seterusnya. Inilah sebabnya kita harus belajar mengendalikan nafsu makan, karena kebiasaan makan kita akan sangat tidak efektif jika kita membiarkannya begitu saja. Jika kita menuruti terus nafsu makan kita, maka kita akan kelebihan berat badan dan berbagai penyakit akan mampir ke tubuh kita.

Dengan shaum, Allah pun tidak melarang hubungan seks, apalagi hubungan suami istri yang sah. Allah tidak memandang seks sebagai sesuatu yang kotor, sepanjang hal tersebut dilakukan sesuai aturan. Bahkan Islam menganggap hubungan seks antara suami dan istri sebagai suatu bentuk ibadah. Islam juga memberikan tuntunan yang lengkap tentang hubungan seks. Sementara agama lain memandangnya hina, bahkan melarang orang-orang solehnya untuk berkeluarga, Islam justru menganjurkan setiap umatnya untuk menikah dan memiliki keturunan. Ini adalah sesuatu yang fitrah, dan Allah tidak akan melarang sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia.

Pada saat shaum, Allah memerintahkan manusia untuk mengendalikan hawa nafsunya, bukan menahannya. Kita akan tersiksa kalau kita menahan-nahan keinginan kita untuk makan, minum dan berhubungan seks, sambil menunggu-nunggu waktu maghrib. Ironisnya, inilah yang dilakukan oleh kebanyakan orang.

Yang sebenarnya diperintahkan Allah adalah mengendalikan semua keinginan tersebut. Kita tidak perlu panik. Tenang-tenang sajalah, karena toh kita bisa makan dan minum lagi nanti setelah maghrib. Kita juga tidak perlu resah, karena kita hanya perlu menghindari makan, minum dan hubungan seks selama beberapa jam saja, tidak sampai selama 24 jam, dan tidak sampai merusak kesehatan kita. Jika keinginan itu muncul, kita hanya perlu menyuruhnya untuk menunggu, itu saja.

Orang-orang yang menyiksa dirinya sendiri dengan menunggu-nunggu waktu berbuka tidak akan merasakan kenikmatan shaum yang sebenarnya. Sebaliknya, orang-orang yang dengan tenangnya mampu memerintahkan hawa nafsunya untuk menunggu barang sejenak, akan mampu menyibukkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, sehingga ia tidak terus-menerus dirongrong oleh hawa nafsu yang berusaha mengendalikan dirinya.

Kenikmatan shaum yang sebenarnya adalah ketika kita benar-benar mampu mengendalikan diri kita dan segala keinginan kita. Keinginan-keinginan tersebut tidak terlarang, namun mesti dikendalikan. Orang-orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri akan selalu berada dalam kesulitan. Sebaliknya, orang-orang yang berkuasa atas dirinya sendiri akan mampu beradaptasi dalam segala kondisi, sesulit apa pun.

Shaum bukan bertujuan untuk menyiksa diri. Tujuan shaum adalah untuk mencetak pribadi-pribadi yang bertaqwa, yaitu pribadi-pribadi yang tangguh dalam melaksanakan segala perintah Allah dan berhati-hati agar tidak melakukan apa-apa yang dilarang-Nya. Dan orang-orang tangguh itu tidak akan muncul dari golongan orang-orang yang tidak bisa mengendalikan diri.



No comments:

Post a Comment