Friday, July 22, 2011

Sedekah Motor Naik Haji

Sedekah Motor Naik Haji
Seorang kyai, guru sedekah saya, bercerita ada guru agama yang tahu Allah itu maha membalas. Dia datang, lalu mengatakan
ia berniat sekali naik haji. Ia memakai teori siapa yang memberi satu dibalas Allah sepuluh kali lipat. Ada uang Rp 2 juta yang disiapkan di atas meja. ”Kyai ini sedekah saya, mudah-mudahan saya bisa naik haji,” kata si guru agama.

Kyai tahu guru agama yang gajinya tidak seberapa, kemudian mengem¬balikan uang itu. ”Tidak usah Ustad, pergi haji kan bagi yang mampu.” Apa kata Ustad? ”Jangan Kyai. Kalau pergi haji menunggu mampu, kapan pergi hajinya?” Ini menarik karena yang sudah mampu pun belum tentu berniat haji.

Demi mendengar itu, Kyai mendoakan semoga Allah akan menepati janjinya, siapa yang memberi satu akan dibalas sepuluh kali lipat. Saat itu biaya haji sekitar Rp 17,5 juta. Tidak lama, sang guru membawa uang lagi. Kalau kemarin Rp 2 juta, sekarang bawa Rp 4 juta dan diberikan lagi kepada Kyai tersebut untuk kepentingan umat. Kali ini tergelitik Si Kyai untuk bertanya, ”Dari mana uang dua juta rupiah yang dulu dan empat juta rupiah yang sekarang?”. Berceritalah guru agama bahwa dia menjual motor satu-satunya agar dia bisa bersedekah.

Masya Allah, motor dijual seharga Rp 6 juta dan Rp 6 juta itu di-hadiahkan semua kepada Allah lewat Kyai tersebut. Guru agama berharap Allah bermurah hati tidak sekadar memberangkatkan haji dia, tapi juga memberangkatkan ibu dan istrinya.

Tiga minggu kemudian, Allah kasih guru kepalanya sakit, sehingga tidak bisa mengajar. Setelah ijin tidak mengajar, sakit kepalanya sembuh. Ketika sembuh, ia ingin diajak orang bicara. Keluarlah ia dari rumah menuju ke depan gang. Ia bertemu dengan pemilik warung dan berharap menjadi teman ngobrol. Alih-alih bicara dengan temannya yang punya warung, ia malah disuruh jaga warung. Kalau bukan karena kehendak Allah, bukan begini kejadiannya. Ada rahasia apa di balik semua peristiwa yang sebenarnya Allah mengatur.

Jadi ketika si guru agama dibuat sakit, Allah ingin mengatakan kepada dia, jangan ke mana-mana karena akan ada rezeki yang datang. Allah bikin dia keluar karena rezeki bukan datang dari rumah dia, melainkan datang di warung tersebut. Allah Maha Tahu kalau si pemilik warung tidak dibuat pergi, maka rezeki yang datang itu milik si pemilik warung. Karena melihat si guru agama bisa dipercaya jaga warungnya, ia pergi sebentar.

Pada saat si guru sakit, itulah the golden moment-nya hadir. Ada seorang pengendara mobil berhenti, turun, lalu bertanya. ”Pak, tanah yang di depan warung ini milik siapa, Bapak tahu?” Si guru agama pun memberi tahu pak haji pemilik tanah itu dan alamat rumahnya. Orang itu berterima kasih. Ternyata, itulah sumber uang si guru agama untuk berangkat haji.

Beberapa hari setelah itu, si pengendara mobil datang lagi. Ia melihat yang jaga warung bukan yang kemarin. Lalu, ia bertanya penjaga warung yang kemarin. Rupanya si pemilik warung sudah lupa karena silih berganti yang menjaga. Namun, ia ingat dan menunjukkan rumah si guru yang pernah menjaga warungnya.

Ketika sampai di rumah guru, si pengendara mobil tanpa basa-basi mengucapkan terima kasih dan mengatakan. ”Terima kasih tanah itu sudah saya beli dan sesuai dengan harga saya. Saya sudah janji kepada Tuhan, kalau tanah itu terbeli dengan harga saya, maka orang yang saya tanya akan saya jadikan calonya. Pak, ini mohon diterima dari saya.” Cek tunai, tipis, tapi nilainya Rp 67 juta. Enam juta kali 10 lipat dan motor kembali seharga Rp 7 juta!

No comments:

Post a Comment