Saturday, November 24, 2012

NOVEL LARAS: MELAMPIASKAN DENDAM MASA LALU

ANALISIS NOVEL
Judul Buku : Laras
Penulis : Anggie D. Widowati
Penerbit : Grasindo
Tahun : 2003
Tebal : 245 halaman
Siapa pun yang lahir ke dunia ini tak bisa memilih siapa yang bakal menjadi orangtuanya. Begitu juga dengan Larasati atau Laras, lahir tanpa ayah atau lebih tepatnya tidak diakui ayahnya. Sang ibu, Prabandari, mengandung Laras dari hasil buah cintanya dengan pacarnya sekaligus atasannya Soedjatmiko. Sebenarnya Soedjatmiko sendiri sudah beristri dan memiliki beberapa anak. Saat mengetahui sang pacar hamil, Soedjatmiko langsung cuci tangan dan menelantarkannya begitu saja.
Keluarga besar sang ibu, keluarga Darso Suseno yang juga juragan beras di Semarang berang kala mengetahui anak gadisnya hamil di luar nikah oleh lelaki beristri. Prabandari, perempuan malang yang tengah hamil ini terusir dari rumahnya dan kemudian hijrah ke sebuah desa di Bantul, Yogyakarta. Alasannya sentimentil, dulu ia pernah menjalin cinta dengan seorang lelaki di sini sampai akhirnya si lelaki terenggut nyawannya oleh demam berdarah.
Larasati pun lahir. Sang ibu harus susah payah membesarkannya. Karena hanya memiliki ketrampilan membuat keramik, maka ini yang menjadi mata pencarian mereka. Usaha keramik sang ibu maju pesat sehingga Laras bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Laras yang besar tanpa ayah, tentu saja penasaran dan ingin mengetahui seperti apa ayah kandungnya dan juga sanak saudaranya. Saat lebaran tiba ketika ia masih duduk di bangku kelas dua SMA, Laras mendatangi sang eyang kakung (kakek) dengan maksud untuk sungkem. Tapi yang didapatkannya hanyalah caci maki dan sumpah serapah dari sang kakek. Laras juga pernah mendatangi ayah kandungnya yang ternyata sudah menjabat sebagai bupati. Bedanya kali ini Laras malah memaki-maki sang ayah yang dianggapnya pejabat tak bermoral.
Muak dengan segala hal ini, Laras pun menumpahkannya dengan caranya sendiri. Ia tidur dengan banyak lelaki setelah menyerahkan kesuciannya kepada Hendrawan, teman sekaligus pacarnya ketika Kuliah Kerja Nyata (KKN). Saat bersamaan, ia sering "bobo bareng" dengan Jaka, anak camat hanya untuk membuktikan kalau mental anak-anak pejabat juga bobrok seperti bapaknya.
Cara yang digunakan Laras yakni menggunakan kecantikan tubuhnya sekaligus kepintarannya mengantarkan Laras pada jabatan staf ahli dari seorang menteri bernama Handoko. Laras bahkan tidak keberatan untuk menjadi pacar gelap dari sang menteri.
Semua impian Laras untuk menjadi kaya dan berpangkat bisa berjalan dengan sempurna. Rumah di pantai utara Jakarta, sedan mewah BMW, vila di Puncak hingga uang ratusan juta rupiah bisa berada di genggamannya dengan mudah. Tetapi segalanya berubah kala Laras berjumpa lagi dengan Hendrawan atau Hendra, mantan pacarnya saat KKN dulu yang kini sudah menjadi wartawan sebuah surat kabar yang terbit di Solo. Kebetulan Hendra tengah menyelidiki Handoko yang konon kabarnya melakukan penggelapan uang negara—kasus standar yang sering dilakukan pejabat negara.
Pertemuan Laras dengan Hendra mau tak mau menyeret Laras dalam perseteruan Handoko dengan Hendra—yang kelak akan membikin heboh dunia pers—selain juga menyeret Laras dalam kehidupan pribadi Hendra yang kini sudah menikah. Bibit-bibit cinta mereka sempat merekah lagi tapi Laras tahu diri, Widya istri Hendra tengah mengandung anak kedua. Ia tidak ingin merusak kebahagiaan orang lain meski dalam hati kecilnya, Laras tak habis pikir kenapa Hendra memilih perempuan biasa-biasa saja bukan perempuan cantik seperti dirinya. Ego Laras pun sempat terguncang.
Handoko yang doyan perempuan ini sudah mulai perempuan muda lain untuk dijadikan pacar. Incaran Handoko adalah seorang penyanyi jazz yang kondang. Masalah Laras tidak berhenti di sini, istri Handoko juga mulai mencium aroma perselingkuhan antara suaminya dengan Laras. Laras semakin terjepit dalam beragam masalah. Saat harus mengambil keputusan yang tepat untuk menyelesaikan semuanya, muncul kabar berita kalau Soedjatmiko sang ayah kandungnya tengah sakit keras.
****
Novel berjudul Laras ini merupakan novel kedua Anggie D. Widowati setelah novel Langit Merah Jakarta. Secara keseluruhan antara Laras dan Langit Merah Jakarta, banyak terdapat banyak kesamaan. Ada tokoh wartawan, ada cerita perlawanan terhadap kekuasaan yang korup, ada cerita tentang kekerasan, pejabat yang yang tidak bermoral dan juga kisah cinta yang mempertautkan para tokoh utamanya. Suatu yang hal wajar mengingat Anggie D. Widowati pernah aktif dalam kegiatan mahasiswa ketika kuliah dan juga pernah bekerja sebagai wartawan, hingga ide cerita tak akan jauh dari apa yang dihadapinya.
Seperti halnya tokoh Fifilia dalam Langit Merah Jakarta, tokoh Laras juga digambarkan begitu keras dalam pendirian, mandiri dan pintar tetapi tetap seorang perempuan yang yang punya perasaan yang peka, bagaimana seorang Laras yang cantik dan kaya raya bisa cemburu dengan Widya, istri Hendra yang sederhana tapi bisa mendapatkan cinta Hendra. Mungkin bagi yang pernah membaca novel Burung-Burung Manyar karya YB Mangunwijaya, akan dijumpai karakter yang nyaris mirip selain juga memang bernama sama yakni Larasati. Larasati versi Burung-Burung Manyar-nya YB Mangunwijaya juga seorang perempuan yang pintar—menuntaskan pendidikannya hingga tingkat doktoral, mandiri, dominan dibandingkan pasangannya, teguh dalam pendirian, yang pasti juga tidak mendapatkan cinta yang diharapkannya.
Tema politik yang diusung oleh Anggie D. Widowati sejatinya juga banyak dikemukakan penulis-penulis lainnya. Menjelang kejatuhan Orde Baru dan sesudahnya, memang banyak novelis yang mengungkapkan kebobrokan kekuasaan rezim yang berkuasa. Ada novel Belantik dan novel Orang-Orang Proyek karya Ahamd Tohari, novel Mantra Pejinak Ular karya Kuntowijoyo dan juga novel Tapol karya Ngarto Februana. Masing-masing menceritakan lewat sudut pandangnya masing-masing. Novel Orang-Orang Proyek bertutur tentang kebobrokan penguasa dan pengusaha dalam membangun beragam fasilitas di negeri ini. Mantra Pejinak Ular bercerita tentang kekuasaaan yang tak pernah bisa memahami kesenian. Tapol berkisah tentang orang-orang yang terampas kehidupannya oleh pemerintah gara-gara dicap tahanan politik. Sedangkan Belantik sendiri, sejatinya cukup mirip dengan kisah Laras ini. Tokoh Lasi dalam Belantik juga menjadi simpanan pejabat tinggi. Belantik juga bercerita tentang carut marutnya negeri ini akibat korupsi, kolusi dan nepotisme. Hanya saja dalam Belantik, Lasi tidak ingin menjadi simpanan sang pejabat. Ia dipaksa. Ini yang membedakan dengan Laras yang ‘sengaja’ menjadi simpanan Handoko agar bisa kaya dan tak lagi hidup susah. Ia ingin melampiaskan dendam masa lalunya, tak berayah, miskin dan tidak bermartabat. Mungkin dengan menjadi simpanan pejabat, semua keinginannya tercapai.
Oleh Dodiek Adyttya Dwiwanto.

No comments:

Post a Comment