Showing posts with label Aqidah dan Akhlaq. Show all posts
Showing posts with label Aqidah dan Akhlaq. Show all posts

Thursday, October 16, 2014

Yaa, Pelaku Pelecehan Seksual Jadi Tontonan di Stasiun Manggarai

 Pelaku pelecehan seksual ditangkap dan dibuat jera di Stasiun Manggarai, Jakarta, Jumat 17 Oktober 2014. Pria berusia sekitar 30 tahun itu kemudian dihukum sosial oleh petugas marinir hingga menjadi tontonan masyarakat.

Ratusan penumpang KRL Commuter Line menunggu rangkaian kereta di Stasiun Manggarai, Jakarta SelatanKejadian tersebut, menurut seorang petugas marinir, terjadi di gerbong commuter line Bogor tujuan Jakarta Kota. Pria tersebut diduga merupakan seorang eksibisionis.

"Menurut laporan saksi dan korban, pelaku mengeluarkan kemaluannya, lalu melakukan masturbasi hingga 'keluar' di pakaian korban," ujar petugas marinir tersebut kepada VIVAnews.

Saksi yang melihat aksi bejat itu kemudian langsung membawa pelaku ke pos keamanan Stasiun Manggarai. Korban yang mengalami trauma langsung diberikan perawatan.

Sang pelaku tak diserahkan begitu saja ke pihak berwajib, agar jera ia kemudian dihukum sosial dengan dipajang di tengah-tengah stasiun. Pakaiannya ditanggalkan, hingga tinggal menggunakan celana pendek. Di dadanya dipasang papan bertuliskan, 'Pelaku Pelecehan Seksual'.

Hukuman sosial itu sontak mengundang perhatian penumpang lainnya. Pelaku dikerumuni dan difoto oleh banyak orang di stasiun. 

"Ini efek jera, agar mereka kapok, malu untuk melakukannya lagi. Pelaku-pelaku lainnya juga biar belajar dari pengalaman ini, jangan melakukan tindakan asusila di kereta. Apalagi membuat korban menjadi trauma berat," kata petugas marinir.

Eva, salah seorang penumpang commuter line mengatakan, dia mendukung hukuman sosial yang diterapkan pihak keamanan stasiun. Apalagi terhadap pelaku pelecehan seksual.

"Bagi kita yang wanita, mendapatkan perlakuan dilecehkan seperti itu traumanya luar biasa. Sulit untuk bisa melupakan. Maka harus ada hukuman yang pantas untuk pelaku," ucapnya.

Thursday, October 10, 2013

9 Tips Mengendalikan Amarah dalam Islam

Barang siapa yang dapat menahan amarahnya, sementara ia dapat meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan segenap mahluk. Setelah itu, Allah menyuruhnya memilih bidadari surga dan menikahkannya dengan siapa yang ia kehendaki.” (HR Ahmad).

Begitu istimewanya imbalan yang diberikan bagi orang yang dapat mengendalikan amarahnya, sampai Allah pun mempersilahkan ia untuk memilih bidadari surga yang ia suka. Lalu, bagaimana caranya mengendalikan amarah? 



Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah mengungkapkan hendaknya seorang Muslim memperhatikan adab-abad yang berkaitan dengan marah. Berikut adab atau cara mengendalikan marah menurut Islam:
  1. Jangan marah kecuali karena Allah SWT. Marah karena Allah merupakan sesuatu yang disukai dan mendapatkan pahala. Seorang Muslim yang marah karena hukum Allah diabaikan merupakan contoh marah karena Allah, misalnya marah ketika menyaksikan perbuatan haram.
  2. Berlemah lembut dan tak marah karena urusan dunia. Sesungguhnya semua kemarahan itu buruk, kecuali karena Allah SWT. Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada mengingatkan, kemarahan kerap berujung pada pertikaian dan perselisihan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam dosa besar dan dapat pula memutuskan silaturahim.
  3. Mengingat keagungan dan kekuasaan Allah ketika marah. Ketika mengingat kebesaran Allah SWT, maka kemarahan bisa diredam. Bahkan, mungkin tak jadi marah sama sekali. Itulah adab paling bermanfaat yang dapat menolong seseorang untuk berlaku santun dan sabar.
  4. Menahan dan meredam amarah jika telah muncul. Allah SWT menyukai seseorang yang dapat menahan dan meredam amarahnya. Allah SWT berfirman, ” … dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran:134).
  5. Berlindung kepada Allah ketika marah. Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang yang marah mengucapkan; ‘A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah SWT) niscaya akan reda kemarahannya.” (HR Ibu ‘Adi dalam al-Kaamil.) 
  6. Diam. Rasulullah SAW bersabda, “Ajarilah, permudahlah, dan jangan menyusahkan. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (HR Ahmad). Terkadang orang yang sedang marah mengatakan sesuatu yang dapat merusak agamanya, menyalakan api perselisihan dan menambah kedengkian.
  7. Mengubah posisi ketika marah. Mengubah posisi ketika marah merupakan petunjuk dan perintah Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad).
  8. Berwudhu atau mandi. Menurut Syekh Sayyid Nada, marah adalah api setan yang dapat mengakibatkan mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf.
  9. Memberi maaf dan bersabar. Orang yang marah sudah selayaknya memberikan ampunan kepada orang yang membuatnya marah. Allah SWT memuji para hamba-Nya “… dan jika mereka marah mereka memberi maaf.” (QS Asy-Syuura:37).
Itulah kesembilan cara yang bisa kita lakukan untuk meredam kemarahan. Terlihat sulit tapi percayalah, jika kita berniat merubah diri kita untuk menjadi lebih baik, beberapa cara meredam kemarahan seperti yang disebutkan diatas patut dicoba. Insya Allah kita dapat termasuk ke dalam golongan seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Imam Ahmad, yakni mendapat imbalan indah bertemu dengan bidadari surga dan dimuliakan-Nya. 

YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Sumber: republika 

Monday, September 23, 2013

Orang-orang yang Bisa Menyeret Kita ke Neraka

Nabi bersabda, "Tahukah kalian siapa sebenarnya orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut pandangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda". Kemudian Rasulullah berkata, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa dan zakatnya, (tapi ketika hidup di dunia) dia mencaci orang lain, menuduh orang lain, memakan harta orang lain (secara bathil), menumpahkan darah orang lain (secara bathil) dan dia memukul orang lain, lalu dia diadili dengan cara kebaikannya dibagi-bagikan kepada orang ini dan kepada orang itu (yang pernah dia zhalimi). Sehingga apabila seluruh pahala amal kebaikannya telah habis, tapi masih ada orang yang menuntut kepadanya, maka dosa-dosa mereka yang didzalimi ditimpakan kepadanya, dan pada akhirnya dia dilemparkan kedalam neraka (Shahih Muslim No.4678, Tirmidzi No. 2342) 

Siapakah kira-kira yang dimaksud ‘orang lain’ yang disebut dalam hadits tersebut? Apakah mungkin mereka itu orang yang tinggalnya jauh dari kita.? Misalnya anda yang tinggal di Indonesia, maka ‘orang lain’ yang dimaksud Rasulullah adalah Mr. Smith di Amerika Serikat, atau Nakamura-san di Tokyo, Mr. Mugabe di Afrika..? Lalu kapan adanya kesempatan kita berinteraksi dengan mereka sehingga memunculkan kedzaliman dan sikap menyakiti..?. Bagaimana mungkin bisa dikatakan kita melakukan dosa padahal kenalpun tidak..?. 
 
Maka ‘orang lain’ yang dimaksud oleh hadist tersebut pastilah orang-orang terdekat kita. Anda tahu siapa mereka..? mereka adalah keluarga kita, istri atau suami, anak-anak, orang-tua, saudara, tetangga kiri dan kanan, jamaah masjid, rekan sekantor, teman sekolah, karyawan dan anak buah kita, itulah ‘orang lain’ yang bisa menyeret kita ke neraka akibat kedzaliman yang kita lakukan terhadap mereka. 

Boleh dikatakan dalam melakukan interaksi sesama manusia, kita hampir tidak pernah luput dari sikap saling menyakiti, dalam suatu waktu kita berdamai satu sama lain, pada kesempatan lain muncul konflik, kemarahan dan diikuti sikap saling menyerang. Kedzaliman biasa dilakukan oleh pihak yang lebih berkuasa, lebih kaya, lebih bertenaga, namun pada satu kondisi bisa juga dilakukan oleh rakyat jelata, orang tidak berpunya, bawahan, anak buah. Kedzaliman misalnya muncul dari tukang becak ataupun sopir angkot yang sengaja memacetkan jalanan, atau bawahan yang malas tidak mau menjalankan tugas dan kewajiban, dll, yang berakibat menyakiti dan menyusahkan orang lain. 

Tentu saja potensi kedzaliman lebih banyak berasal dari pihak yang berkuasa, berharta dan memiliki tenaga terhadap pihak sebaliknya. 

Kedzaliman juga tidak hanya berbentuk kekerasan dan penindasan saja, kelalaian orang-tua dalam mendidik anak untuk taat kepada Allah juga termasuk kedzaliman. Apakah anda bisa membayangkan ketika di akherat kelak seorang anak yang ‘divonis’ masuk neraka karena banyak melakukan dosa dan maksiat, dia akan memprotes :”Saya begini karena tidak pernah dididik oleh orang-tua saya, dia hanya memikirkan keselamatannya sendiri, menjadi orang saleh sendiri, ke masjid sendiri tanpa mengajak dan mengingatkan saya..”, atau protes datang dari tetangga anda yang dihukum karena suka bermaksiat tanpa pernah kita ingatkan dan cegah..? 

Kita juga jangan menyangka, bahwa di akherat kelak, antara anak dan orang-tua, antar saudara akan saling membantu ‘bahu-membahu’ agar luput dari siksaan neraka, Allah menginformasikan : 

QS Al-Mu’minun (23):101 Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. 

Jangankan antara keluarga dan saudara, bahkan antara pikiran kita dengan anggota tubuh kita saja tidak ada lagi koordinasi dalam bersaksi tentang perbuatan kita selama di dunia : 

QS Yaasin (36):65 Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. 
 
Kedzaliman terhadap sesama manusia hanya bisa dihapus dengan saling memaafkan, dan kesempatan itu hanya ada dalam kehidupan di dunia saja. Di akherat sudah tidak ada lagi ‘mekanisme’ saling memaafkan karena semua sudah dicatat dan ‘dipatenkan’, lalu semua fakta akan dihakimi dengan seadil-adilnya. Jangan bersikap ‘pede’ dengan mengatakan :”Biar saja, saya tidak perlu meminta maaf, karena dia juga pernah mendzalimi saya..”, sebab boleh jadi nanti di pengadilan Allah, kedua pihak justru akan saling tarik-menarik untuk masuk ke neraka. Maka bersegeralah untuk saling memaafkan selagi masih ada waktu. 

Jadi pernahkan anda membayangkan bahwa ternyata ‘orang lain’ yang berpotensi menyeret anda ke neraka tidak datang dari tempat yang jauh, melainkan pasangan hidup, anak-anak, orang-tua, tetangga, rekan kantor, teman sekolah, bawahan, jemaah masjid, yaitu mereka yang sering berinteraksi dengan kita? 

Pada suatu keadaan, ketika orang lain yang kita dzalimi tersebut terlebih dahulu meninggalkan kita, maka kemalangan sebenarnya ada pada pihak yang masih hidup. Pada umumnya orang yang ditinggalkan dengan mudah memberikan maaf terhadap orang yang sudah mati, namun sebaliknya, bagaimana bisa si mati punya kesempatan untuk memaafkan yang hidup..? Maka kedzaliman anda yang belum termaafkan itu mau tidak mau akan anda bawa ke liang kubur. 

Untuk kondisi seperti ini, Al-Qur’an menyatakan bahwa kita masih diberi kesempatan untuk bisa ‘mengimbangi’ dosa kedzaliman yang belum sempat dimaafkan tersebut : 

QS An-Nur (24):22 Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, 

Memaafkan kedzaliman orang lain terhadap kita tanpa menunggu mereka memintanya, merupakan perbuatan baik yang bisa menghapus dosa kedzaliman kita yg belum sempat termaafkan. Maka bersegeralah untuk memberi maaf dengan hati yang tulus, berlapang dada untuk tidak lagi mengingat sikap orang yang yang telah memunculkan dendam dan sakit hati, bahkan mendo’akan mereka agar tidak menerima akibat atas kelakuan tersebut. Jangan mempunya sikap :”Buat saya sih sudah tidak ada masalah, saya sudah menganggap urusannnya selesai”, namun sikap kita terhadap orang tersebut tetap saja dipengaruhi dendam dan sakit hati, tidak tulus dan berbaik sangka, itu bukanlah suatu pemaafan yang berguna. Sebaiknya kita berusaha meniru sikap Rasulullah, ketika beliau dianiaya oleh kaum kafir, lalu Allah mengutus malaikat, bersiap mengikuti perintah apa saja yang akan dikeluarkan beliau untuk menghukum kaum tersebut, Rasulullah malah berkata :”Yaa Allah, ampunilah perbuatan mereka karena mereka sama sekali tidak mengerti apa yang telah mereka lakukan..”. 

Meminta maaf dan memaafkan, sekali lagi, hanya merupakan kesempatan yang diberikan Allah di dunia saja, maka apa gunanya dendam dan sakit hati harus anda pelihara sampai ke liang kubur..?? apa manfaat nya bagi anda..?? Sama sekali tidak ada.., bersegeralah melakukannya dengan tulus, datangi orang-orang terdekat anda, hapus segala ganjalan dihati, do’akan keselamatan untuk mereka, karena keselamatan mereka bisa menjadi keselamatan anda juga.


YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Beribadahlah Karena Ingin Surga dan Takut Neraka

Sering kita temukan orang mengutip perkataan tokoh sufi perempuan Rabi’ah al-‘Adawiyah yang menyatakan kemurnian cintanya kepada Allah, sehingga dia berkata apabila ibadahnya didasari ketakutan akan neraka maka dia menyatakan biarlah masuk neraka, sebaliknya jika itu dilakukannya karena ingin masuk surga maka dia meminta untuk dijauhkan dari surga. Perkataan ini seolah-olah menunjukkan bagaimana murninya cinta Rabi’ah kepada Allah, cinta yang tidak mengharapkan suatu imbalan-pun kecuali balasan cinta dari Allah. Kelihatannya ini kemudian menjadi inspirasi dari syair lagu yang dibawakan oleh Chrisye dan Ahmad Dhani ;”Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya..”. 

Perlu diketahui bahwa Allah menciptakan surga dan neraka bukan atas ‘pesanan’ manusia, misalnya ketika Dia menciptakan makhluk yang bernama manusia, lalu terjadi suatu ‘kesepakatan’, si manusia berkata :”Oke..Tuhan.., saya telah diciptakan dari ketiadaan dengan tugas semata-mata untuk menyembah Engkau, maka saya minta apabila saya berhasil menjadi hamba-Mu maka Engkau harus memberikan imbalan berupa surga, dan jika saya gagal maka silahkan menjebloskan saya ke neraka”. Surga dan neraka diciptakan Allah karena Dia mengetahui tentang diri kita melebihi pengetahuan kita terhadap diri kita sendiri, jadi jangan ‘sok tahu’ sekalipun mungkin dimaksudkan untuk menunjukkan keikhlasan kita dalam penyembahan kepada Allah. 

Berikutnya, saya lihat ada kesalahan dalam menafsirkan soal surga dan neraka, seakan-akan mau menyatakan keduanya adalah ‘lokasi’ yang bersifat netral, padahal surga dan neraka bisa juga merupakan suatu ‘kondisi’. Allah menginformasikan lewat Al-Qur’an bahwa kelak di akherat kita hanya menghadapi 2 hal, kalau tidak surga, yaa neraka, di surga kita menerima limpahan rahmat dan kasih-sayang Allah, sebaliknya di neraka yang ada hanya kemurkaan Allah. Tidak ada rahmat dan kasih sayang Allah di neraka, demikian pula sebaliknya, tidak ada kemurkaan-Nya di surga. Neraka bukanlah diibaratkan seperti gubuk reyot lalu kita berkata :”Tidak apa-apa tinggal di gubuk reyot juga, asal hidup bahagia..”, neraka identik dengan kemurkaan Allah, maka tidak mungkin kita lalu berkata :”Tidak apa-apa dimurkai Allah juga di neraka, asal dicintai-Nya..”, bahasa apaan tuh…!!!??
 
Maka lakukanlah ibadah penyembahan kepada Allah sekaligus berharap surga-Nya, itulah sikap kita seharusnya sesuai apa yang diinginkan Allah..


YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Thursday, September 19, 2013

Kisah Seorang Kakek yang Miskin



Alkisah seorang tua miskin disuatu kampung memiliki seekor kuda putih yang indah. Penduduk kampung tersebut menyarankan agar pak tua menjual saja kuda tersebut karena membutuhkan biaya besar untuk merawatnya agar tetap terlihat cantik, lagipula kuda seindah itu rentan terhadap pencurian, namun pak tua menolak untuk menjualnya. Suatu ketika kekhawatiran warga kampung menjadi kenyataan, kuda sudah tidak ada lagi dikandangnya, raib entah kemana. Melihat kejadian ini, penduduk lalu menyalahkan orang-tua :”Lihatlah.., apa yang kami sampaikan adalah sesuatu yang logis dan masuk akal, semua orang juga akan berpikiran yang sama, bahwa kuda yang cantik tersebut akan hilang dicuri. Karena anda tidak mau menerima pendapat yang masuk akal ini maka sekarang anda harus menghadapi musibah, kehilangan kuda..”. Pak tua menjawab :”Darimana kalian tahu kalau kehilangan kuda yang cantik tersebut menjadi musibah buat saya..?”. 


Ternyata beberapa hari kemudian kuda yang cantik tersebut kembali lagi ke kandangnya. Rupanya si kuda pergi ke hutan untuk beberapa lama dan berkumpul dengan kuda-kuda liar yang hidup disana, ketika kembali, kuda tersebut membawa belasan kuda liar untuk masuk ke kandang bersama-sama. Mendengar kejadian ini, penduduk kemudian mendatangi pak tua dan berkata :”Ternyata anda benar, apa yang dalam pandangan logis kami merupakan musibah buat anda ternyata malah sebaliknya, merupakan suatu keberuntungan yang besar..”. lagi-lagi pak tua tidak peduli dan menjawab :”Darimana kalian tahu kalau bertambahnya kuda yang saya miliki tersebut merupakan keberuntungan..?”. Penduduk kampung kembali heran dengan jawaban pak tua, mereka kemudian pergi dengan bertanya-tanya. 

Pak tua memiliki seorang anak laki-laki, beberapa waktu berlalu anaknya tersebut mengurus kuda-kuda liar tersebut, melatihnya agar bisa dimanfaatkan untuk bekerja ditanah pertanian milik mereka, namun terjadi kecelakaan, anak pak tua jatuh dari kudanya dan mengalami patah kaki. Penduduk yang mendengar khabar ini langsung mendatangi pak tua dan berkata :”Lagi-lagi anda benar, ternyata apa yang kami anggap sebagai berkah dan keberuntungan anda malah menimbulkan musibah, anak anda menjadi celaka dan kakinya patah. Coba kalau kuda anda tidak kembali membawa kuda-kuda liar dari hutan..”. Pak tua kembali menjawab :”Darimana kalian mengetahui kalau kecelakaan yang dialami anak saya merupakan musibah buat kami..?”. Sekali lagi orang-orang kampung tersebut pulang dengan terheran-heran. 

Beberapa bulan kemudian, penduduk kampung didatangi oleh petugas kerajaan. Ternyata negeri dalam keadaan perang dan kedatangan petugas kerajaan tersebut untuk merekrut para pemuda masuk wajib militer membela negara. Masalahnya musuh yang dilawan sangat kuat sehingga kemungkinan besar negeri tersebut akan kalah perang dan kecil peluang bagi tentara untuk bisa bertahan hidup di medan perang. Namun anak pak tua tidak termasuk tenaga yang direkrut karena kakinya patah. Mendapati cerita ini, penduduk kampung kembali datang kepada pak tua, mereka bicara, kali ini sambil menangis :”Anda beruntung pak tua.., anak laki-lakimu selamat dari kematian, ternyata kecelakaan yang menimpanya dan kami anggap merupakan musibah buat anda, sebaliknya malah menjadi keberuntungan anda..”. 

Pak tua lalu menjawab :” Untuk kesekian kalinya aku berbicara pada kalian bahwa kalian selalu terlalu cepat menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu apakah ini keberuntungan atau musibah. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui karena hanya Allah yang tahu.” 

Cerita ini mungkin hanya sebuah dongeng rekaan, namun sangat dekat dengan kehidupan kita. Tanpa terasa apa yang terjadi sebenarnya terjadi juga dalam kehidupan nyata yang kita jalani sehari-hari. Ketika seseorang mendapatkan suatu jabatan, menjadi menteri, boss perusahaan, walikota/bupati, anggota lembaga bergengsi, dll, orang tersebut lalu mengadakan selamatan dengan pesta tumpeng, mendapat kiriman karangan bunga, didatangi karib-kerabat untuk sekedar mengucapkan selamat. Namun ternyata jabatan yang dia peroleh tersebut sebenarnya pembuka jalan buat dia untuk masuk penjara, dan masuk neraka. Kejadian yang dianggap menggembirakan-pun seperti pesta pernikahan, kelahiran anak, dll tidak luput dari kemungkinan ‘salah duga’ seperti yang terjadi pada penduduk kampung tadi. Ketika seorang wanita memperoleh jodoh pria tampan, kaya dan gagah-perkasa, lalu mereka menikah dengan melaksanakan pesta besar-besaran mengundang ribuan tamu. Ternyata ketika menjalani rumat-tangga, si pria berubah menjadi orang yang ‘ringan-tangan’ dan suka memukul. Kita lalu bisa berimajinasi seandainya para tamu undangan mengetahui apa yang akan terjadi dengan rumah-tangga si pengantin wanita, ucapan selamat mereka bunyinya :”Selamat yaa.., kamu sudah mendapatkan pasangan yang akan membuat kamu babak-belur dan menderita kelak..”. 

Demikian pula dengan kelahiran seorang anak, orang-tua mana yang tidak akan gembira menyambut kelahiran anak yang selama ini ditunggu-tunggu..? Namun boleh jadi si anak tersebut ternyata pembuka jalan bagi penderitaan orang-tuanya, ketika beranjak dewasa menjadi preman, bintang porno yang membuat malu orang-tua, atau juga koruptor yang ketahuan tertangkap KPK. Begitu mengalami penderitaan akibat kelakuan si anak, orang-tua yang dulunya menganggap dianugerahi rahmat dan berkah oleh Allah, berbalik memohon agar si anak dikembalikan saja kedalam perut ibunya, dan meminta untuk tidak pernah dilahirkan. Makanya seorang ustadz pernah bercerita kepada saya, ketika dia mendengar keluhan seorang ibu yang sudah bertahun-tahun tidak juga mendapatkan anak yang sangat dia nanti-nanti, yang akan menjadi pelengkap kebahagiaannya dihari tua, pak ustadz langsung menjawab :”Siapa yang bisa menjamin bahwa kalau ibu punya anak, maka anak tersebut akan mendatangkan kebahagiaan kelak, dan bukan kesengsaraan..?”. 

Saya tidak akan menguraikan kemungkinan sebaliknya, betapa banyaknya orang-orang yang dalam penilaian kita mendapat musibah dan ketidak-beruntungan dalam hidup, namun ternyata nasibnya tersebut justru merupakan kejadian yang menyelamatkan dari laknat Allah. 

…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 216) 

…(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (An-Nisaa': 19) 

Satu-satunya cara bersikap yang tepat terhadap hal yang pasti kita hadapi ini adalah dengan berprasangka baik terhadap Allah, tidak ada lagi cara yang lain. Bersikap sebaliknya, curiga dan berprasangka buruk, lalu mengatakan :”Tuhan tidak sayang sama saya, Dia sama sekali tidak peduli..”, hanya akan berakibat merugikan diri sendiri, akan membuat kita menjauh dari Allah, dan ketika kita sudah jauh, kejadian apapun tidak lagi memiliki nilai kebaikan, tidak peduli kita senang ataupun susah ketika mendapatkannya.


YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Thursday, September 12, 2013

Menyempurnakan Akhlaq: Jalan Pintas Menuju Surga



Saudara-saudaraku, sempurnakanlah ibadah kalian. Lalu, sempurnakanlah akhlak kalian. Jadilah orang yang berguna bagi orang lain.

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah “Ya Rasulullah, aku ingin menjadi orang yang terbaik di antara yang lain.” 

Rasulullah S.A.W. bersabda “Sempurnakan akhlakmu maka kau akan menjadi yang terbaik di antara orang-orang.” 

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah “Ya Rasulullah, aku ingin tetap teguh dalam imanku dan aku berharap dapat memenuhinya.”

Rasulullah S.A.W. bersabda “Sempurnakan akhlaqmu, maka imanmu akan lengkap.”

Jadi saudara-saudaraku, kita melihat banyak orang yang shalat dan puasa, banyak yang memanjangkan jenggot, tapi kita jarang menemukan orang-orang yang berakhlak baik. Orang-orang yang mau memaafkan sudah menjadi langka di dunia ini.

Ketika seorang istri marah, maka dia ngambek kepada suaminya, ketika seorang suami marah dia pun ngambek kepada istrinya, ketika anak-anak marah, mereka berkata kasar pada orangtuanya, ketika orangtua marah, mereka memukuli anaknya. Padahal sikap itu dapat mempengaruhi sisi psikologis si anak

Di dekat rumahku, ada dua orang saudara kandung yang hidup berdekatan. Salah satunya meninggal dunia, namun saudaranya tidak mau menghadiri pemakamannya. Aku berkata kepadanya dan anak laki-lakinya “Setelah saudaramu wafat, perselisihan di antara kalian juga berakhir, jadi kau harus menghadiri pemakamannya.” 

Dia berkata “Tidak, kami belum pernah bertatap muka selagi dia masih hidup, jadi apa tujuannya sekarang?” 

Aku berkata “Dia sudah wafat sekarang. Setidaknya, ingatlah susu ibumu dimana kalian dulu sering berbagi.” 

Aku sudah memohon kepadanya, tapi dia tetap tidak mau menghadirinya. Dunia ini terisi dengan orang-orang seperti itu.

Kelakuan orang-orang di zaman sekarang adalah: Mengucapkan salam kepada mereka yang mengucapkan salam, namun jika dia tidak memulai salam duluan, maka kita tidak mau mengucapkannya. Siapapun yang tersenyum pada kita, maka kita balik membalas senyumnya, namun siapapun yang mencibir kita, maka kita menimpuknya dengan bata. Itulah kelakuan kita.

Rasulullah S.A.W. bersabda “Seseorang dengan akhlak yang baik melampaui seseorang yang shalat Tahajjud dan berpuasa seumur hidupnya.” Kenapa? Karena sifat ini sangat jarang ditemui.

Intisari dari akhlak yang baik adalah menjaga lidah, maka semua akhlak yang lain akan mengikutinya. Jika kalian menjaga lidah pada saat marah atau bahagia, berbicara hanya yang perlu, maka tidak ada seorang pun yang derajatnya lebih tinggi daripada kalian.  Tak ada seorang pun yang dapat mengejar kalian, bahkan dengan shalat Tahajjud, berpuasa, haji, dan umrah.

Ketika kalian melihat macet di jalan, kalian memilih jalan alternatif, bukankah begitu? Bahkan GPS memberitahu kita untuk mencari jalan lain. Ketika jalannya kosong, maka kalian mengebut. Jika jalannya kosong, kenapa kalian tidak memanfaatkannya? Sebagai contoh:

Jalan shalat selalu dipadati orang. Jalan puasa, jalan haji, jalan ilmu pengetahuan juga padat, jalan membaca Qur’an dan hadist juga padat. Tapi ada satu jalan yang kosong, yaitu jalan akhlak, karena tidak mudah menjadi orang yang sabar dan mau memaafkan. Meskipun kalian mengendarai Bajaj, masih terasa lebih cepat daripada Mercedez Benz, karena mobil Mercedez Benz terjebak macet, sementara Bajaj yang kalian kendarai tetap jalan.

Jadi demi Allah, jika kalian memperbaiki akhlak, maka tidak akan ada yang dapat mengejar kalian.

YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Wednesday, September 11, 2013

Mencintai Orangtua Kita

Hazrat Abdullah ibn Umar (sahabat Rasulullah) berkata “Aku sering melihat seorang pria Yaman yang menggendong ibunya sambil berthawaf di sekitar Ka’bah. Dia juga menyanyikan puisi. Puisinya berbunyi: ‘Hari ini untuk ibuku, aku bagaikan hewan yang penurut, dan jika ada yang mencoba menghentikanku daripada melakukan ini, hari ini aku akan tetap teguh, jadi kau tidak dapat membuatku gentar.’”

Kemudian pria ini menghampiri Abdullah ibn Umar R.A., dan berkata “Wahai Abdullah ibn Umar, aku menggendong ibuku di punggungku lebih lama daripada dia membawaku di rahimnya. Wahai Abdullah, sesungguhnya aku berjalan dari Yaman, aku telah menyelesaikan setiap haji dengan menggendong ibuku. Apakah aku sudah memenuhi khidmah dan kewajibanku dalam melayani orangtuaku?”

Abdullah ibn Umar R.A. berkata “Tidak wahai saudaraku. Kau bahkan belum memenuhi satu napas yang ibumu keluarkan pada saat melahirkanmu!”

Sekarang aku bertanya pada kalian, pernahkah kalian mengecewakan orangtua kalian? Apa yang kalian ingin raih dalam hidup? Hanya dengan melakukan khidmah dan melayani orangtua-lah, maka kalian dapat menggapai mimpi-mimpi dalam hidup. Aku bersumpah demi Allah, hanya dengan itulah kalian dapat menggapainya. Tidak ada jalan lain!

Setiap orangtua yang bisa membuat anaknya menjadi alim atau hafidz, pada hari kiamat Allah akan merahmati mereka dengan memberikan mereka mahkota, orang-orang akan melihat mereka dan bertanya “Siapa orang-orang ini? Amalan apa yang telah mereka lakukan?” Lihatlah derajat yang Allah berikan kepada mereka! Ini membuktikan bahwa Allah meninggikan mereka, meskipun terkadang kita tidak menghargai orangtua kita seperti itu. Seringkali kita malah berbuat dosa kepada orangtua kita: “Ah, ayah ini menyuruh aku terus!” atau “Ah, nanti sajalah bu!” Betapa lancang kalian kepada mereka!

Pada suatu hari Rasulullah S.A.W. sedang berjalan-jalan bersama para sahabat. Dilihatnya dari kejauhan ada seorang wanita tua berjalan ke arahnya. Ketika melihat wanita itu, Rasulullah segera berlari ke arahnya, dia mengambil pakaian bagian atasnya dan meletakkannya di tanah untuk wanita tua itu. Kita tahu bahwa Rasulullah tidak punya ibu, jadi siapa wanita tua ini? Dialah Halima Radia R.A. yang menyusui Rasulullah S.A.W. Rasulullah menganggapnya seperti ibunya sendiri, sedangkan dia sendiri adalah Rahmatan lil alamiin S.A.W., dia punya urusan yang lebih banyak daripada kita semua, dia harus mendakwahkan din (agama) ini ke seluruh penjuru dunia, tapi dia begitu menghormati Halima.

Sedangkan yang harus kita lakukan hanyalah menghormati orangtua kita, tapi kita bahkan tidak punya waktu melakukannya. Astaghfirullah!

YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Menjalin Hubungan dengan Orangtua


Kalian bisa menggunakan whatsapp sepanjang hari, tapi kalian belum me-whatsapp ayah atau ibu kalian. Hubungilah orangtua kalian dan jalin hubungan dengan mereka. Kenapa kita enggan menjalin hubungan dengan orangtua?

Kecuplah kening ibu kalian. Katakan padanya “Ibu, aku mencintaimu. Tolong do’akan aku.” Karena ibu kalian akan meninggalkan dunia ini suatu hari nanti. Allahuakbar, semoga Allah mengampuninya.

Jadi penting bagi kita untuk tetap berhubungan dengan orangtua kita. Terkadang mereka hidup dalam kota yang sama, tapi kita belum mengunjungi mereka. Kita bahkan tidak berusaha menelpon mereka. Pada masa sekarang, sudah ada video call. Telponlah orangtua kalian. Mereka ingin melihat kalian. Kalian adalah hasil dari kudra dan kekuasaan Allah. Allah-lah yang telah menakdirkan orangtua kalian. Subhanallah...

Jadi bagi kita yang orangtuanya masih hidup, telpon mereka atau kunjungi mereka, ucapkan sepatah dua patah kata. Dan Subhanallah, kalian memberikan contoh kepada anak-anak kalian. Buatlah anak-anak kalian melihat apa yang kalian lakukan, karena suatu hari nanti mereka akan melakukannya kepada kalian.

Tunjukkan kepada mereka betapa menyenangkannya bersilaturahmi, “Hey, hari ini kita akan berbicara dengan kakekmu!” Suatu hari nanti, mereka akan melakukan hal yang sama kepada kalian. Maka pada saat itu kalian akan tersenyum dan berkata “Subhanallah! Allah telah menuntunku.”

Ini adalah nasihat dari saya sebagai saudara Muslim kalian. Dan hal ini juga diajarkan oleh Luqman A.S. kepada anak-anaknya. Semoga Allah S.W.T. merahmatinya dan merahmati kita semua. Aamiin.

YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Sunday, September 8, 2013

Berdakwah Layaknya Sebuah Mercusuar

Jika kita mengunjungi kota di pesisir pantai dimana kapal-kapal sering berlabuh, biasanya kita akan melihat mercusuar berdiri tegak. Andai saja kita tahu tentang mercusuar, kita pasti berharap agar Allah S.W.T. menjadikan kita layaknya mercusuar.

Pertama, mercusuar didesain untuk menuntun kapal agar kembali ke pelabuhan. Orang-orang membangun sebuah mercusuar dengan tinggi menjulang dan di atas bangunan itu dipasang sebuah lampu. Lampu itu berkedip-kedip dengan interval yang tetap sehingga semua kapal yang mendekati pelabuhan itu dapat melihatnya dari kejauhan.

Jika kita pergi ke sana pada jam 4 pagi dimana tidak ada kapal yang akan berlabuh, mercusuar masih saja berkelip. Bahkan jika kita ke sana di musim dingin dimana danau membeku sehingga tidak ada kapal yang lewat, dia masih saja berkedip. Hal ini berarti mercusuar konsisten melakukan pekerjaannya untuk menuntun kapal-kapal kembali ke pelabuhan. Mercusuar tidak peduli apakah ada kapal yang akan berlabuh atau tidak.

Hal ini sama seperti sunnah Rasulullah. Rasulullah S.A.W. terus-menerus menyampaikan dakwahnya baik ketika orang-orang mendengarkan maupun ketika orang-orang tidak mempedulikannya, baik ketika ada 1.000 orang di hadapannya, 1 orang di hadapannya, atau tidak ada orang di hadapannya.

Jika tidak ada seorang pun yang mau mendengarkan pesan kita, tidak apa-apa, kita terus saja memancarkan cahaya, karena Allah tetap mencatat amal baik kita. Sama seperti Nabi Nuh A.S. yang terus bercahaya meskipun tidak ada seorang pun yang mendengarkan pesannya selama ratusan tahun. Hal ini dikarenakan dia menyadari kewajibannya untuk berdakwah dan hanya mengharapkan ganjaran dari Allah S.W.T.

Mercusuar juga selalu bercahaya, tapi cahayanya tidak menyilaukan mata. Hal ini sama seperti sunnah Rasulullah S.A.W. Rasulullah selalu berdakwah dalam keadaan lemah lembut dan tidak bersifat memaksa.

Itulah yang dilakukan Rasulullah S.A.W. dan para pendahulu sebelum kita, dan itulah yang akan terus kita lakukan di zaman ini. Kenapa? Karena kita tidak pernah tahu, mungkin akan datang sebuah kapal yang mencari mercusuar, dan karena kita terus bercahaya, maka kapal itu mendapatkan petunjuk. Dan bahkan seringkali kita tidak menyadarinya, banyak orang yang menggunakan mercusuar untuk kembali ke pelabuhan, tapi mereka tidak pernah memberitahu orang-orang bahwa mercusuar-lah yang membantu mereka, mereka hanya menggunakan mercusuarnya tapi tidak mengucapkan terima kasih pada mercusuar itu.


YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/arceuszeldfer
Ayo Like Facebook Page-nya: Lampu Islam

Monday, August 26, 2013

Menyikapi Perbedaan Pendapat dalam Islam

Semua mempunyai argumen masing-masing. Mengedepankan fikrah & manhaj masing-masing. Pedoman hidup kita sama (quran & sunnah). Tujuanpun sama. Hanya saja, kita berada pada perahu yang berbeda. Nahkoda kapal mempunyai strategi masing-masing untuk melakukan navigasi dan mengarahkan awak kapal untuk berlayar pada tujuan (yang sama tadi).

Ada berbagai macam aliansi, partai, dan pergerakan organisasi di Indonesia itu adalah merupakan ketetapan yang sudah Allah sebut melalui kitabNya.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujurat – 13)
Sebagai hamba yang beriman, kita diperintahkan untuk bisa menerima bahwa adanya berbagai macam perbedaan pendapat dan paham itu sudah merupakan ketetapan Allah. Dan sudah seharusnya juga kita menyikapi hal ini secara wajar. Dalam arti tetap menjalin interaksi dan toleransi terhadap berbagai macam golongan dengan tetap mepertahankan nilai-nilai Islam.

Dalam tradisi ulama Islam, perbedaan pendapat bukanlah hal yang baru. Tidak terhitung jumlahnya kitab-kitab yang ditulis ulama Islam yang disusun khusus untuk merangkum, mengkaji, membandingkan, kemudian mendiskusikan berbagai pandangan yang berbeda-beda dengan argumentasinya masing-masing.

Untuk bidang hukum Islam, misalnya. Kita bisa melihat kitab Al Mughni karya Imam Ibnu Qudamah. Pada terbitannya yang terakhir, kitab ini dicetak 15 jilid. Kitab ini dapat dianggap sebagai ensiklopedi berbagai pandangan dalam bidang hukum Islam dalam berbagai mazhabnya. Karena Ibnu Qudamah tidak membatasi diri pada empat mazhab yang populer saja. Tapi ia juga merekam pendapat-pendapat ulama lain yang hidup sejak masa sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in.

Contoh ini berlaku pada semua disiplin ilmu Islam yang ada. Tidak terbatas pada ilmu hukum saja, seperti yang umumnya kita kenal, tapi juga pada tafsir, ulumul qur’an, syarah hadits, ulumul hadits, tauhid, usul fiqh, qawa’id fiqhiyah, maqashidus syariah, dan lain-lain.

Penguasaan terhadap perbedaan pendapat ini bahkan menjadi syarat seseorang dapat disebut sebagai mujtahid atau ahli dalam ilmu agama. Orang yang tidak memiliki wawasan tentang pandangan-pandangan ulama yang beragam beserta dalilnya masing-masing, dengan begitu, belum dapat disebut ulama yang mumpuni di bidangnya.

Para sahabat pernah berbeda pendapat tentang menyikapi perintah Rasulullah agar shalat di tempat Bani Quraidhah. Ibnu Abbas berbeda pendapat dengan Aisyah tentang Rasulullah ketika Isra’ – Mi’raj, apakah Nabi melihat Allah dengan mata kepala atau mata hati atau melihat cahaya. Ibnu Mas’ud berbeda pendapat dengan Utsman bin Affan tentang shalat di Mina pada musim haji, di-qashar atau disempurnakan. Ibnu Mas’ud juga berbeda pendapat dengan Ibnu Abbas tentang penafsiran salah satu tanda besar kiamat, yaitu Ad-Dukhan (asap atau kabut).

Dan masih banyak lagi yang lainnya. Semua perbedaan itu tidak menyebabkan mereka berpecah belah atau saling menghujat dan menjatuhkan, mereka tetap bersaudara, rukun dan saling menghormati.

Bahkan, malaikat juga berbeda pendapat. Yaitu ketika ada seseorang yang telah membunuh seratus orang (beberapa riwayat menyebut 99 orang), kemudian ia bertaubat dan pergi berhijrah lalu meninggal dunia dalam perjalanan. Terjadi perbedaan pendapat antara malaikat rahmat dengan malaikat adzab dalam menyikapinya. Malaikat rahmat (yang kita kenal dengan nama Ridwan) berpendapat bahwa orang ini adalah ahli surga karena telah bertaubat, sedang malaikat adzab (yang kita kenal dengan nama Malik) berpendapat bahwa orang ini adalah ahli neraka karena telah membunuh seratus orang dan belum berbuat kebaikan. Akhirnya Allah mengirimkan malaikat ketiga yang memutuskan perkara bahwa orang tersebut adalah ahli surga. Kisah ini terdapat dalam riwayat-riwayat sahih, seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Adapun berbagai macam fenomena yang sering timbul di tengah hingar bingar perbedaan pendapat antar golongan ini biasanya mengakibatkan seseorang terlalu berlebihan dan terlalu kaku (tidak fleksibel) dalam berpikir, bergerak, dan belajar. Yang jatuhnya justru akan melemahkan fungsi dakwah itu sendiri.

Fanatik. Atau yang juga kita kenal dengan istilah Ashobiyah. Terlalu berlebihan dalam memuja golongannya, hanya menerima pendapat dan masukan dari orang-orang kalangan internal mereka saja, dan tidak berkenan menerima masukan dari pihak luar yang bukan golongan mereka. Alih-alih mengamalkan saran, bahkan untuk sekedar menerima dengan rasa ikhlas saja juga terkadang sulit. Karena sudah tertanam dalam kepala mereka bahwa golongannya adalah yang paling benar.

Ruang Gerak Terbatas. Secara otomatis lingkup interaksi dengan masyarakat sosial juga berubah. Karena sudah kadung fanatik dengan pemahamannya, yang ternyata juga tidak sedikit dari pemahaman itu merupakan tafsir yang kaku, maka tak bisa dipungkiri bahwa mereka juga akan membatasi diri mereka sendiri dalam berdakwah (menyampaikan), karena melihat kondisi masyarakat Indonesia saat ini memang sangat banyak manusia yang secara moral dan perilaku sudah jauh dari nilai Islam.

Ideologi Ekstrim. Faktanya, saat ini ada beberapa kelompok yang dengan bangga menunjukkan sebuah ideologi dalam kemasan baru yang sangat sulit diterima oleh kondisi sosial, dan anehnya ideologi itu dijadikan sebagai salah satu pondasi dasar bagi golongan itu untuk mendukung dan menjadikan motivasi bagi pergerakan mereka. Yang jadi pertanyaan adalah, bagaimanaa mungkin bisa memasuki dunia seorang jika sedari awal tidak mencoba untuk melakukan pendekatan melalui dunia mereka? Ya, sama halnya juga ketika kita mencoba untuk menyampaikan (dakwah) terhadap suatu objek dakwah, bagaimana mungkin dakwah bisa diterima jika cara menyampaikannya kurang tepat (kurang diterima oleh objek dakwah), atau bahkan keliru?

Pemahaman Yang Kaku. “Kalau teks Al Quran mengatakan A, maka jangan dibilang bahwa boleh melakukan B, C, dst. Karena hal itu sudah berarti menyalahi Al Quran. Begitu juga dengan hadits.”. Mungkin kutipan barusan juga sering menjadi sebuah seruan yang dilontarkan oleh golongan tertentu. Iya, benar, bisa diartikan demikian. Tapi jangan melupakan tentang keberadaan Tafsir dan pemikiran serta pendapat para Ulama, atau yang biasa kita sebut sebagai Ijtihad. Karena dari sanalah muncul pendapat versi A, versi B, dst. Seperti yang diawal sudah dibahas. 

Faktor Yang Melatar Belakangi Timbulnya Efek Negatif

Rendahnya Pemahaman Agama

Hal ini, misalnya, dapat lahir dari penguasaan bahasa Arab yang minim. Akibat langsungnya akses terhadap Al Qur’an, Hadits serta literatur-literatur induk ajaran Islam otomatis jadi terbatas pula. Memahami arti secara tekstual saja tidaklah cukup untuk memunculkan ijtihad di kalangan umum. Yang mengerti bahasa Arab saja terkadang masih kaku, terlebih yang tak menguasainya.

Sayangnya, rendahnya pemahaman agama ini tidak mampu mendorong semangat tinggi sebagian orang untuk berusaha belajar. Padahal ijtihad memerlukan ulama dengan kualifikasi dan tingkat kompetensi serta kapasitas keilmuan yang tinggi. Karena jika tidak memiliki itu semua, akhirnya yang diandalkan adalah sekadar lontaran-lontaran pemikiran namun tanpa landasan metodologi yang jelas.

Rendahnya kualitas pemahaman agama bisa juga akibat dari rendahnya mutu pendidikan agama secara umum. Salah satu pemicunya, input sekolah-sekolah agama yang biasanya “sisa” calon siswa yang tidak mampu bersaing memperebutkan kursi sekolah favorit. Bukan rahasia lagi bila ada sekolah-sekolah yang dijadikan sebagai pelarian bagi mereka yang tidak lulus di sekolah-sekolah unggulan.

Memperturutkan Hawa Nafsu

Baik itu karena mengejar popularitas, materi, atau kepentingan-kepentingan sesaat lainnya. Al Quran menggambarkan sikap manusia pemuja nafsu sebagai berikut;

Maka pernahkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan mereka, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (Allah mengetahui bahwa ia tidak dapat menerima petunjuk yang diberikan kepadanya), dan Allah telah menutup pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutup atas penglihatannya. Maka siapakah yang memberinya petunjuk sesudah Allah? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Al-Jathiyah – 23)

Fenomena memperturutkan hawa nafsu ini misalnya dapat dilihat dari penjabaran secara serampangan terhadap Hadits dan Al Quran. Yang selanjutnya menjadikan itu semua sebagai alat pembenaran akan pendapat serta pemahaman mereka.

Konflik dan Permusuhan

Kebencian atau sikap tidak senang kepada pihak lain kerap melahirkan subjektivitas yang berlebihan. Pada gilirannya, sikap ini akan berujung pada sikap ujub dan akhirnya penolakan terhadap kebenaran.
Allah berfirman,
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ali Imran: 19)

Sikap Toleran Terhadap Perbedaan Pendapat

Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang melarang perpecahan (iftiraq) dan perselisihan (ikhtilaf), namun apabila kita mencermati, akan tampak oleh kita bahwa yang dimaksud adalah berbeda pendapat dalam masalah-masalah prinsip atau Ushul yang berdampak kepada perpecahan. Adapun berbeda pendapat dalam masalah-masalah cabang agama atau Furu’, maka hal ini tidaklah tercela dan tidak boleh sampai berdampak atau berujung pada perpecahan, karena para sahabat juga berbeda pendapat akan tetapi mereka tetap bersaudara dan saling menghormati satu dengan yang lain tanpa saling menghujat atau melecehkan dan menjatuhkan.

Yang menarik, dalam mengemukakan berbagai pendapatnya, ulama-ulama Islam, terutama yang diakui secara luas keilmuannya, mampu menunjukkan kedewasaan sikap, toleransi, dan objektivitas yang tinggi. Mereka tetap mendudukkan pendapat mereka di bawah Al Quran dan Hadits, tidak memaksakan pendapat, dan selalu siap menerima kebenaran dari siapa pun datangnya. Dapat dikatakan, mereka telah menganut prinsip relativitas pengetahuan manusia. Sebab, kebenaran mutlak hanya milik Allah. Mereka tidak pernah memposisikan pendapat mereka sebagai yang paling absah sehingga wajib untuk diikuti, dan menolak pendapat lain sehingga menganggapnya sebagai sesuatu yang bertentangan dengan agama.
Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.” Demikian ungkapan yang sangat populer dari Imam Syafi’i.
Dalam kerangka yang sama, Imam Ahmad bin Hambal pernah berfatwa agar imam hendaknya membaca basmalah dengan suara dikeraskan bila memimpin shalat di Madinah. Fatwa ini bertentangan dengan mazhab Ahmad bin Hambal sendiri yang menyatakan bahwa yang dianjurkan bagi orang yang shalat adalah mengecilkan bacaan basmalahnya. Tapi fatwa tersebut dikeluarkan Ahmad demi menghormati paham ulama-ulama di Madinah waktu itu, yang memandang sebaliknya. Sebab, menurut ulama-ulama Madinah itu, orang yang shalat, lebih utama bila ia mengeraskan bacaan basmalahnya. Di sini kita bisa mengetahui betapa Imam Ahmad lebih mengutamakan sebuah esensi dari nilai Ukhuwah.

Ada ungkapan yang cukup indah dari Muhammad Rasyid Ridha, “Marilah kita tolong menolong pada perkara yang kita sepakati, dan mari kita saling menghargai pada perkara yang kita perselisihkan.

Jadi, kalau Malaikat dan para Nabi saja bisa berbeda pendapat, mengapa kita harus berpecah dan bermusuhan karena perbedaan?

Sumber: fimadani.com

YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

Merasakan Manisnya Iman



Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dia berkata, " Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya,

"Ada tiga hal, yang jika tiga hal itu ada pada seseorang, maka dia akan merasakan manisnya iman. (Yaitu); Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya; Mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah; Benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan darinya, sebagaimana bencinya jika dicampakkan ke dalam api." (Muttafaq 'alaih)

Rawi Hadits

Dia seorang sahabat Nabi yang mulia, Abu Hamzah Anas bin Malik bin an-Nadlar an-Najjari al-Khazraji radhiyallahu 'anhu. Seorang imam, ahli baca al-Qur'an, mufti, muhaddits, riwayatul Islam dan sekaligus pelayan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Al-Imam adz-Dzahabi mengatakan, "Dia mendampingi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan begitu sempurna, dan senantiasa menyertai Rasul semenjak beliau hijrah ke Madinah. Berkali-kali dia mengikuti perang beserta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan merupakan salah seorang yang ikut berbai'at di bawah pohon (bai'atul 'aqabah)."

Anas radhiyallahu 'anhu berkata, "Aku melayani Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah memukulku, tidak pernah mencelaku dan tidak pernah bermuka masam di hadapanku." Rasulullah mendoakan Anas agar dikaruniai harta dan anak yang banyak dan doa beliau dikabulkan Allah. Disebutkan bahwa putra-putri Anas pada masa menjelang wafat mencapai lebih dari seratus orang. Beliau meninggal pada tahun 91 atau 92 hijriyah. Beliau adalah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang paling akhir meninggal dunia, dan ketika beliau wafat, maka bersedihlah semua orang sehingga dikatakan, "Separuh ilmu telah pergi".

Makna Hadits

-Tiga hal, maksudnya adalah tiga ciri atau sifat.

-Jika tiga hal itu ada pada seseorang maka dia akan merasakan manisnya iman. Maksud ada pada dirinya yaitu secara utuh keseluruhannya. Maka artinya adalah ada tiga sifat yang jika tiga sifat itu ada pada seseorang maka orang tersebut akan merasakan manisnya iman. Dan yang dimaksud dengan manisnya iman adalah rasa nikmat ketika melakukan ketaatan kepada Allah, ketenangan hati dan lapangnya dada.

Al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, "Syaikh Abu Muhammad bin Abu Hamzah berkata, "Pengungkapan dengan lafal "manis" karena Allah subhanahu wata'ala mengumpamakan iman sebagaimana pohon, seperti di dalam firman-Nya, surat Ibrahim 24, "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik."

Kalimat thayyibah (baik) adalah kalimatul ikhlash, kalimat tauhid, sedangkan pohon merupakan pokok dari keimanan, cabang-cabangnya adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan, daun-daunnya adalah segala amal kebaikan yang harus diperhatikan seorang mukmin, dan buahnya adalah segala macam bentuk ketaatan. Manisnya buah akan didapat ketika buah sudah matang, dan puncak dari rasa manis itu adalah bila buah telah masak total, maka ketika itulah akan terasa manisnya buah tersebut.

-Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari pada selain keduanya, artinya mencintai Allah subhanahu wata'ala dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada orang lain seperti orang tua, anak, diri sendiri dan semua orang.

-Mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Maksudnya adalah hendaknya hubungan antara seorang muslim dengan saudaranya -muslim yang lain- dilandasi dengan iman kepada Allah subhanahu wata'ala dan amal shalih. Bertambahnya kecintaan bukan karena mendapatkan keuntungan materi dan berkurangnya cinta bukan karena tiadanya manfaat dunia yang diperoleh, namun ukurannya adalah iman dan amal shalih.

-Benci jika kembali kepada kekufuran, sebagaimana bencinya jika dilemparkan ke dalam api. Di dalam riwayat lain disebutkan, "Bahkan dilemparkan ke dalam api lebih dia sukai daripada kembali kepada kekufuran, setelah Allah menyelamatkan dia dari kekufuran itu." Ini maknanya lebih mendalam daripada riwayat di atas, karena riwayat di atas menunjukkan kesamaan tingkat di dalam membenci kekufuran dan membenci jika dibakar di dalam api.

Beberapa Faidah dan Hukum
 
  • Iman kepada Allah subhanahu wata'ala memiliki rasa manis yang tidak mungkin dinikmati, kecuali oleh orang-orang yang beriman dengan sebenarnya, yang disifati dengan ciri-ciri yang mengindikasikan sebagai ahlinya. Oleh karena itu, tidak semua orang yang menyatakan dirinya mukmin otomatis dapat merasakan manisnya iman itu.
  • Cinta Allah, kemudian disusul cinta Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam merupakan ciri terpenting yang harus dimiliki oleh siapa saja yang ingin merasakan lezatnya iman. Cinta Allah dan cinta rasul-Nya tidak boleh diungguli oleh cinta kepada siapa pun selain keduanya. Bahkan cinta Allah dan Rasul-Nya merupakan parameter dan tolok ukur bagi kecintaan terhadap diri sendiri, orang tua, anak, dan seluruh manusia.

    Suatu ketika Umarradhiyallahu 'anhuberkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari pada segala sesuatu apa pun, kecuali diriku." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak demikian, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sehingga aku lebih engkau cintai dari pada dirimu sendiri." Maka Umar menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya engkau sekarang lebih aku cintai dari pada diriku sendiri." Maka Nabi mejawab, "Sekarang hai Umar," (telah sempurna imanmu). Anas radhiyallahu 'anhu juga meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda, artinya,

    "Tidak beriman salah seorang di antara kalian, sehingga aku lebih dia cintai dari pada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia." Dan konsekuensi dari cinta ini adalah memenuhi apa yang diperintahkan Allah dan Rasul serta menjauhi apa yang dilarang Allah dan Rasul dengan penuh rasa rela dan ketundukan yang utuh, sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala, artinya,

    'Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.' (QS. 3:31)
  • Di antara sebab-sebab yang dapat mengantarkan seseorang memperoleh kecintaan Allah -setelah melakukan kewajiban- adalah sebagaimana yang disampaikan al-Imam Ibnul Qayyim, yaitu:
    • Membaca al-Qur'an dengan merenungkan dan memahami maknanya.
    • Mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata'ala dengan melakukan amalan sunnah.
    • Terus menerus berdzikir kepada Allah dalam segala kondisi, baik dengan hati, lisan atau perbuatan.
    • Mendahulukan apa yang dicintai Allah dibanding yang dicintai diri sendiri.
    • Berteman dengan orang-orang yang jujur mencintai Allah dan sesama muslim.
    • Menjauhi segala perkara yang dapat menghalangi antara hati dengan Allah.

  • Mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah merupakan tuntutan dari kecintaan terhadap Allah subhanahu wata'ala. Ia berada di atas kecintaan terhadap seluruh manusia. Di antara ciri-cirinya adalah:
    • Beriman bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah utusan Allah, yang diutus kepada seluruh umat manusia, sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, sebagai penyeru ke jalan Allah dengan membawa cahaya yang terang benderang.
    • Bercita-cita untuk bertemu dengan beliau dan khawatir jika tidak dapat bertemu beliau.
    • Menjalankan perintah-perintah beliau dan menjauhi larangan beliau, karena orang yang mencintai seseorang, maka akan menaatinya. Jangan sampai tertipu dengan klaim dusta mencintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallamnamun tidak menjalankan perintahnya, bahkan menerjang larangannya.
    • Menolong sunnahnya, mengamalkan, menyebarkan, membela dan memperjuangkannya.
    • Banyak bershalawat dan bersalam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
    • Berakhlaq dengan akhlaq beliau dan beradab dengan adab-adab beliau.
    • Mencintai sahabat-sahabat beliau dan membela mereka.
    • Mengkaji perjalanan hidup dan sirah beliau serta mengetahui keadaan dan berita-berita yang menyangkut beliau.

  • Selayaknya jalinan seorang muslim dengan muslim yang lain dibangun di atas landasan cinta kepada Allah subhanahu wata'ala. Karena jenis cinta seperti ini memiliki keutamaan yang amat besar, dan mendatangkan pahala yang banyak. Imam al-Bukhari dan imam Muslim meriwayatkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Salah satu di antaranya adalah, "Dua orang yang saling menyintai karena Allah, berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya." 
     
  • Saling mencintai karena Allah mempunyai hak-hak yang harus ditunaikan, di antaranya:
    • Membantu memenuhi kebutuhan saudaranya dan mau melakukan itu, sebagaimana di dalam hadits, "Sebaik-baik orang adalah yang paling memberi manfaat kepada orang lain." 
       
    • Tidak membicarakan aib, meminta maaf ketika melakukan kesalahan, sebagaimana diri kita juga senang jika aib kita tidak dibicarakan, maka mereka pun demikian.
    • Tidak membenci, tidak iri dan dengki terhadap nikmat yang diberikan Allah kepada saudara kita.
    • Mendoakan saudara kita -tanpa sepengetahuannya- baik ketika dia masih hidup atau setelah meninggal dunia. Karena doa yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakan adalah mustajab, begitu pula bagi yang berdoa.
    • Bersegera mengucapkan salam jika bertemu, bertanya tentang kabar dan keadaanya, tidak bersikap sombong dan merasa tinggi.

  • Kekufuran adalah hal yang dibenci Allah. Maka seorang mukmin wajib membencinya sebagaimana benci jika dilemparkan ke dalam api, bahkan lebih benci lagi. Orang kafir juga dibenci oleh Allah, maka orang mukmin juga harus membencinya disebabkan oleh kekufurannya yang akan menggiring masuk neraka. Atas dasar ini maka bersikap loyal (berwala') kepada orang kafir adalah merupakan sebab dari kemurkaan Allah subhanahu wata'ala dan kemarahan-Nya. Di antara bentuk-bentuk sikap loyal kepada orang kafir adalah mencintai mereka, menolong mereka dalam rangka memerangi orang mukmin, bermudahanah (berbasa-basi, tidak mengingkari kesesatan dan kekeliruan mereka sehingga terkesan membenarkan-red), bersahabat atau mengambil mereka sebagai teman akrab dan mengangkat mereka menjadi orang kepercayaan serta orang dekat (bithanah). Padahal Allah subhanahu wata'ala telah berfirman, artinya,

    'Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).' (QS. 3:28)

    Diambil dan diterjemahkan oleh Abu Ahmad Taqiyuddin dari makalah Syaikh Nashir al-Syimali, dengan judul 'halawatul iman.' 

    Sumber: alsofwah.or.id

    YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
    Facebook Page: facebook.com/LampuIslam
     

Thursday, August 22, 2013

10 Keutamaan Mempunyai Sifat Pemaaf


“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di
antara kamu bersumpah, bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada
kaum kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada
jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah
kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang” (QS. an-Nur [24]: 22)
Pertama,dapat menyelesaikan perselisihan atau perseteruan. Perselisihan
atau perseteruan mungkin timbul lantaran ada pihak yang melakukan
perbuatan aniaya dan pihak lain merasa teraniaya. Jika pihak yang bersalah
tidak mau meminta maaf, dan pihak yang merasa teraniaya juga enggan
memaafkannya, maka perselisihan tersebut akan sulit diselesaikan. Tetapi
dengan adanya sifat pemaaf niscaya perselisihan dan perseteruan tersebut
dapat didamaikan.
Kedua, dapat menghilangkan rasa benci, dengki dan dendam. Benci, dengki
dan dendam mungkin timbul karena suatu perseteruan yang belum bisa
diselesaikan, lalu mendorong pihak-pihak yang berseteru untuk melakukan
balas dendam, mencederai dan menghancurkan pihak lawan. Jika masing-masing
pihak berlapangdada serta dengan tulus mau berdamai dan saling memaafkan,
insya Allah rasa benci, dendam dan dengki tersebut akan bisa dihilangkan.
Ketiga, dapat menyambung silaturrahim yang telah putus. Dua orang
bersaudara atau bertetangga, bisa jadi terganggu komunikasinya sehingga
bertahun-tahun tidak saling bertegur-sapa. Padahal, pemicunya mungkin
sepele, katakanlah gara-gara masalah anak. Namun karena keduanya merasa
berada di pihak yang benar dan tidak ada yang mau mengalah, akibatnya
silaturrahim antara keduanya menjadi terputus.
Keempat, dapat memperkokoh ukhuwah Islamiyah (persatuan dan kesatuan
umat). Di dalam kehidupan umat Islam banyak terjadi perbedaan faham dan
pendapat, baik di bidang fikih maupun bidang-bidang lainnya.
Perbedaan-perbedaan tersebut kadang sampai menimbulkan konflik dan
benturan yang cukup keras. Maka, bila setiap Muslim bersikap pemaaf
terhadap saudaranya, berlapang dada dan saling menghormati pendapat yang
berbeda tersebut, insya Allah persatuan dan kesatuan umat akan bisa
diperkokoh.
Kelima, pemaaf itu dapat menghilangkan rasa permusuhan dan memperbanyak
teman. Islam melarang permusuhan antarsesama. Sebaliknya, Islam sangat
menganjurkan membangun persahabatan sebanyak mungkin. Untuk itulah Islam
menganjurkan sifat pemaaf dan ketulusan hati kepada para pemeluknya,
karena sifat pemaaf yang tulus itu akan menghilangkan sifat benci dan
dendam, menghilangkan rasa permusuhan dan
mempersubur persahabatan.
Keenam, melahirkan sifat tawadu’, menghilangkan sifat sombong dan angkuh.
Sifat sombong dan angkuh dapat timbul pada diri seseorang, karena ia
merasa lebih dari yang lain, paling baik, paling benar dan paling mampu
dalam segala hal. Sifat-sifat ini sering membuat orang enggan meminta
maaf, karena ia merasa tidak pernah bersalah, sehingga ia gengsi untuk
meminta maaf, bahkan meminta maaf dianggapnya identik dengan kerendahan
diri.
Ketujuh, dapat menghapus dosa dan memudahkan jalan ke surga. Allah tidak
akan mengampuni dosa seseorang dan tidak akan memasukkannya ke surga
sebelum orang tersebut terlebih dulu menyelesaikan urusannya di dunia,
sangkut pautnya dengan orang lain sehingga mereka berdamai dan saling
memaafkan.
Kedelapan, menjadikan hati tenang-tenteram. Dosa adalah sesuatu yang
membuat pelakunya gelisah, tidak tenang. Apalagi kalau dia telah menyadari
betul bahwa perbuatannya itu tidak benar, maka bisa dipastikan, maka
hidupnya tidak akan pernah merasa tenang, setiap hari dihantui oleh rasa
bersalah atau berdosa. Jika dia telah meminta maaf, dan kesalahannya
dimaafkan oleh orang lain, barulah hatinya akan tenang.
Kesembilan, sifat pemaaf itu akan melahirkan pemaaf juga. Ada orang yang
ingin semua kesalahannya dimaafkan oleh orang lain, sementara dia sendiri
enggan memaafkan kesalahan orang lain. Tentu orang lain akan sulit
menerima hal itu. Jika kesalahan kita ingin dimaafkan oleh orang lain,
maka terlebih dahulu maafkanlah kesalahan-kesalahan orang lain, niscaya
orang lain akan memaafkan kesalahan kita.
Kesepuluh, sifat pemaaf itu merupakan bagian dari strategi dakwah yang
jitu. Kaum kafir Quraisy demikian dahsyat memusuhi Nabi Muhammad dan umat
Islam. Umat Islam di masa itu, selalu diganggu, disiksa bahkan dibunuh.
Tetapi, ketika kaum Muslimin berhasil menguasai Makkah dan Jazirah Arab,
Nabi Muhammad SAW segera memaklumkan amnesty umum, memaafkan semua
kesalahan semua orang kafir Quraisy. Tindakan Nabi itu, ternyata membuat
mereka tersentuh dan terharu, sehingga kemudian mereka berbondong-bondong
masuk Islam.
Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
QS. Al-A’raf 7:199
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.
QS. Al-Fushilat 41:35
- See more at: http://forum.muslim-menjawab.com/2011/08/02/keutamaan-sifat-pemaaf-ada-10-perkara/#sthash.9e49x6RB.dpuf
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di
antara kamu bersumpah, bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada
kaum kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada
jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah
kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang” (QS. an-Nur [24]: 22)

Pertama,dapat menyelesaikan perselisihan atau perseteruan. Perselisihan
atau perseteruan mungkin timbul lantaran ada pihak yang melakukan
perbuatan aniaya dan pihak lain merasa teraniaya. Jika pihak yang bersalah
tidak mau meminta maaf, dan pihak yang merasa teraniaya juga enggan
memaafkannya, maka perselisihan tersebut akan sulit diselesaikan. Tetapi
dengan adanya sifat pemaaf niscaya perselisihan dan perseteruan tersebut
dapat didamaikan.
Kedua, dapat menghilangkan rasa benci, dengki dan dendam. Benci, dengki
dan dendam mungkin timbul karena suatu perseteruan yang belum bisa
diselesaikan, lalu mendorong pihak-pihak yang berseteru untuk melakukan
balas dendam, mencederai dan menghancurkan pihak lawan. Jika masing-masing
pihak berlapangdada serta dengan tulus mau berdamai dan saling memaafkan,
insya Allah rasa benci, dendam dan dengki tersebut akan bisa dihilangkan.
Ketiga, dapat menyambung silaturrahim yang telah putus. Dua orang
bersaudara atau bertetangga, bisa jadi terganggu komunikasinya sehingga
bertahun-tahun tidak saling bertegur-sapa. Padahal, pemicunya mungkin
sepele, katakanlah gara-gara masalah anak. Namun karena keduanya merasa
berada di pihak yang benar dan tidak ada yang mau mengalah, akibatnya
silaturrahim antara keduanya menjadi terputus.
Keempat, dapat memperkokoh ukhuwah Islamiyah (persatuan dan kesatuan
umat). Di dalam kehidupan umat Islam banyak terjadi perbedaan faham dan
pendapat, baik di bidang fikih maupun bidang-bidang lainnya.
Perbedaan-perbedaan tersebut kadang sampai menimbulkan konflik dan
benturan yang cukup keras. Maka, bila setiap Muslim bersikap pemaaf
terhadap saudaranya, berlapang dada dan saling menghormati pendapat yang
berbeda tersebut, insya Allah persatuan dan kesatuan umat akan bisa
diperkokoh.
Kelima, pemaaf itu dapat menghilangkan rasa permusuhan dan memperbanyak
teman. Islam melarang permusuhan antarsesama. Sebaliknya, Islam sangat
menganjurkan membangun persahabatan sebanyak mungkin. Untuk itulah Islam
menganjurkan sifat pemaaf dan ketulusan hati kepada para pemeluknya,
karena sifat pemaaf yang tulus itu akan menghilangkan sifat benci dan
dendam, menghilangkan rasa permusuhan dan
mempersubur persahabatan.
Keenam, melahirkan sifat tawadu’, menghilangkan sifat sombong dan angkuh.
Sifat sombong dan angkuh dapat timbul pada diri seseorang, karena ia
merasa lebih dari yang lain, paling baik, paling benar dan paling mampu
dalam segala hal. Sifat-sifat ini sering membuat orang enggan meminta
maaf, karena ia merasa tidak pernah bersalah, sehingga ia gengsi untuk
meminta maaf, bahkan meminta maaf dianggapnya identik dengan kerendahan
diri.
Ketujuh, dapat menghapus dosa dan memudahkan jalan ke surga. Allah tidak
akan mengampuni dosa seseorang dan tidak akan memasukkannya ke surga
sebelum orang tersebut terlebih dulu menyelesaikan urusannya di dunia,
sangkut pautnya dengan orang lain sehingga mereka berdamai dan saling
memaafkan.
Kedelapan, menjadikan hati tenang-tenteram. Dosa adalah sesuatu yang
membuat pelakunya gelisah, tidak tenang. Apalagi kalau dia telah menyadari
betul bahwa perbuatannya itu tidak benar, maka bisa dipastikan, maka
hidupnya tidak akan pernah merasa tenang, setiap hari dihantui oleh rasa
bersalah atau berdosa. Jika dia telah meminta maaf, dan kesalahannya
dimaafkan oleh orang lain, barulah hatinya akan tenang.
Kesembilan, sifat pemaaf itu akan melahirkan pemaaf juga. Ada orang yang
ingin semua kesalahannya dimaafkan oleh orang lain, sementara dia sendiri
enggan memaafkan kesalahan orang lain. Tentu orang lain akan sulit
menerima hal itu. Jika kesalahan kita ingin dimaafkan oleh orang lain,
maka terlebih dahulu maafkanlah kesalahan-kesalahan orang lain, niscaya
orang lain akan memaafkan kesalahan kita.
Kesepuluh, sifat pemaaf itu merupakan bagian dari strategi dakwah yang
jitu. Kaum kafir Quraisy demikian dahsyat memusuhi Nabi Muhammad dan umat
Islam. Umat Islam di masa itu, selalu diganggu, disiksa bahkan dibunuh.
Tetapi, ketika kaum Muslimin berhasil menguasai Makkah dan Jazirah Arab,
Nabi Muhammad SAW segera memaklumkan amnesty umum, memaafkan semua
kesalahan semua orang kafir Quraisy. Tindakan Nabi itu, ternyata membuat
mereka tersentuh dan terharu, sehingga kemudian mereka berbondong-bondong
masuk Islam.
Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
QS. Al-A’raf 7:199
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.
QS. Al-Fushilat 41:35
- See more at: http://forum.muslim-menjawab.com/2011/08/02/keutamaan-sifat-pemaaf-ada-10-perkara/#sthash.9e49x6RB.dpuf
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di
antara kamu bersumpah, bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada
kaum kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada
jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah
kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang” (QS. an-Nur [24]: 22)

Pertama,dapat menyelesaikan perselisihan atau perseteruan. Perselisihan
atau perseteruan mungkin timbul lantaran ada pihak yang melakukan
perbuatan aniaya dan pihak lain merasa teraniaya. Jika pihak yang bersalah
tidak mau meminta maaf, dan pihak yang merasa teraniaya juga enggan
memaafkannya, maka perselisihan tersebut akan sulit diselesaikan. Tetapi
dengan adanya sifat pemaaf niscaya perselisihan dan perseteruan tersebut
dapat didamaikan.
Kedua, dapat menghilangkan rasa benci, dengki dan dendam. Benci, dengki
dan dendam mungkin timbul karena suatu perseteruan yang belum bisa
diselesaikan, lalu mendorong pihak-pihak yang berseteru untuk melakukan
balas dendam, mencederai dan menghancurkan pihak lawan. Jika masing-masing
pihak berlapangdada serta dengan tulus mau berdamai dan saling memaafkan,
insya Allah rasa benci, dendam dan dengki tersebut akan bisa dihilangkan.
Ketiga, dapat menyambung silaturrahim yang telah putus. Dua orang
bersaudara atau bertetangga, bisa jadi terganggu komunikasinya sehingga
bertahun-tahun tidak saling bertegur-sapa. Padahal, pemicunya mungkin
sepele, katakanlah gara-gara masalah anak. Namun karena keduanya merasa
berada di pihak yang benar dan tidak ada yang mau mengalah, akibatnya
silaturrahim antara keduanya menjadi terputus.
Keempat, dapat memperkokoh ukhuwah Islamiyah (persatuan dan kesatuan
umat). Di dalam kehidupan umat Islam banyak terjadi perbedaan faham dan
pendapat, baik di bidang fikih maupun bidang-bidang lainnya.
Perbedaan-perbedaan tersebut kadang sampai menimbulkan konflik dan
benturan yang cukup keras. Maka, bila setiap Muslim bersikap pemaaf
terhadap saudaranya, berlapang dada dan saling menghormati pendapat yang
berbeda tersebut, insya Allah persatuan dan kesatuan umat akan bisa
diperkokoh.
Kelima, pemaaf itu dapat menghilangkan rasa permusuhan dan memperbanyak
teman. Islam melarang permusuhan antarsesama. Sebaliknya, Islam sangat
menganjurkan membangun persahabatan sebanyak mungkin. Untuk itulah Islam
menganjurkan sifat pemaaf dan ketulusan hati kepada para pemeluknya,
karena sifat pemaaf yang tulus itu akan menghilangkan sifat benci dan
dendam, menghilangkan rasa permusuhan dan
mempersubur persahabatan.
Keenam, melahirkan sifat tawadu’, menghilangkan sifat sombong dan angkuh.
Sifat sombong dan angkuh dapat timbul pada diri seseorang, karena ia
merasa lebih dari yang lain, paling baik, paling benar dan paling mampu
dalam segala hal. Sifat-sifat ini sering membuat orang enggan meminta
maaf, karena ia merasa tidak pernah bersalah, sehingga ia gengsi untuk
meminta maaf, bahkan meminta maaf dianggapnya identik dengan kerendahan
diri.
Ketujuh, dapat menghapus dosa dan memudahkan jalan ke surga. Allah tidak
akan mengampuni dosa seseorang dan tidak akan memasukkannya ke surga
sebelum orang tersebut terlebih dulu menyelesaikan urusannya di dunia,
sangkut pautnya dengan orang lain sehingga mereka berdamai dan saling
memaafkan.
Kedelapan, menjadikan hati tenang-tenteram. Dosa adalah sesuatu yang
membuat pelakunya gelisah, tidak tenang. Apalagi kalau dia telah menyadari
betul bahwa perbuatannya itu tidak benar, maka bisa dipastikan, maka
hidupnya tidak akan pernah merasa tenang, setiap hari dihantui oleh rasa
bersalah atau berdosa. Jika dia telah meminta maaf, dan kesalahannya
dimaafkan oleh orang lain, barulah hatinya akan tenang.
Kesembilan, sifat pemaaf itu akan melahirkan pemaaf juga. Ada orang yang
ingin semua kesalahannya dimaafkan oleh orang lain, sementara dia sendiri
enggan memaafkan kesalahan orang lain. Tentu orang lain akan sulit
menerima hal itu. Jika kesalahan kita ingin dimaafkan oleh orang lain,
maka terlebih dahulu maafkanlah kesalahan-kesalahan orang lain, niscaya
orang lain akan memaafkan kesalahan kita.
Kesepuluh, sifat pemaaf itu merupakan bagian dari strategi dakwah yang
jitu. Kaum kafir Quraisy demikian dahsyat memusuhi Nabi Muhammad dan umat
Islam. Umat Islam di masa itu, selalu diganggu, disiksa bahkan dibunuh.
Tetapi, ketika kaum Muslimin berhasil menguasai Makkah dan Jazirah Arab,
Nabi Muhammad SAW segera memaklumkan amnesty umum, memaafkan semua
kesalahan semua orang kafir Quraisy. Tindakan Nabi itu, ternyata membuat
mereka tersentuh dan terharu, sehingga kemudian mereka berbondong-bondong
masuk Islam.
Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
QS. Al-A’raf 7:199
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.
QS. Al-Fushilat 41:35
- See more at: http://forum.muslim-menjawab.com/2011/08/02/keutamaan-sifat-pemaaf-ada-10-perkara/#sthash.9e49x6RB.dpuf

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah, bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. an-Nur [24]: 22)

Pertama,dapat menyelesaikan perselisihan atau perseteruan. Perselisihan atau perseteruan mungkin timbul lantaran ada pihak yang melakukan perbuatan aniaya dan pihak lain merasa teraniaya. Jika pihak yang bersalah tidak mau meminta maaf, dan pihak yang merasa teraniaya juga enggan memaafkannya, maka perselisihan tersebut akan sulit diselesaikan. Tetapi dengan adanya sifat pemaaf niscaya perselisihan dan perseteruan tersebut dapat didamaikan.

Kedua, dapat menghilangkan rasa benci, dengki dan dendam. Benci, dengki, dan dendam mungkin timbul karena suatu perseteruan yang belum bisa diselesaikan, lalu mendorong pihak-pihak yang berseteru untuk melakukan balas dendam, mencederai dan menghancurkan pihak lawan. Jika masing-masing pihak berlapangdada serta dengan tulus mau berdamai dan saling memaafkan, insya Allah rasa benci, dendam dan dengki tersebut akan bisa dihilangkan.

Contohnya seperti ini:
Bayangkan di rumah, ada anggota keluarga yang kita benci. Sekarang bayangkan kita dalam perjalanan pulang ke rumah.

Ketika sudah di dekat rumah, kita melihat sebuah ambulan terparkir di depan rumah dan para tetangga juga sudah berkumpul. Tentu hal ini membuat kita khawatir dan bertanya-tanya tentang ada apa sebenarnya.

Kemudian kita melihat beberapa petugas dari rumah sakit  membawa stretcher (tandu) keluar dari rumah, kita menghampirinya dan ternyata orang yang kita benci di dalam keluarga-lah yang ditandu keluar dengan stretcher itu. Ternyata orang itu telah meninggal.

Kebencian kita kepada orang itu tentu juga telah hilang. Bayangkan jika orang itu adalah ibu atau saudara kita sendiri, sedangkan kita tidak pernah berkesempatan untuk berbicara dengannya tentang masalah kita, tak pernah punya kesempatan untuk mendapatkan maaf dari mereka, atau memaafkan mereka. Apakah sekarang kita merasa senang? Tentu tidak...

Beberapa orang berpikir bahwa jika mereka menunggu sampai hari kiamat, dimana setiap manusia dapat mengadukan perkaranya dan mendapatkan haknya dengan adil, maka dia akan dapat lebih. Tapi sesungguhnya tidak begitu. Jika kita dapat mengampuni mereka saat berada di dunia, maka kita akan mendapatkan pahala lebih banyak daripada menunggu hingga hari kiamat. Hal ini sudah dijelaskan dalam hadist.

Jika kita menunggu hingga hari kiamat, memang kita dapat menyelesaikan masalah kita dengan orang itu, dan Allah akan memberikan kita sebagian pahala darinya, tapi pahala terbesar yang dapat kita raih adalah dengan memaafkan mereka ketika masih di dunia ini.

Ketiga, dapat menyambung silaturrahim yang telah putus. Dua orang bersaudara atau bertetangga, bisa jadi terganggu komunikasinya sehingga bertahun-tahun tidak saling bertegur-sapa. Padahal pemicunya mungkin sepele, katakanlah gara-gara masalah anak. Namun karena keduanya merasa berada di pihak yang benar dan tidak ada yang mau mengalah, akibatnya silaturrahim antara keduanya menjadi terputus.

Keempat, dapat memperkokoh ukhuwah Islamiyah (persatuan dan kesatuan umat). Di dalam kehidupan umat Islam banyak terjadi perbedaan paham dan pendapat, baik di bidang fiqih maupun bidang-bidang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut kadang sampai menimbulkan konflik dan benturan yang cukup keras. Maka, bila setiap Muslim bersikap pemaaf terhadap saudaranya, berlapang dada dan saling menghormati pendapat yang berbeda tersebut, insya Allah persatuan dan kesatuan umat akan bisandiperkokoh.

Kelima, pemaaf itu dapat menghilangkan rasa permusuhan dan memperbanyak teman. Islam melarang permusuhan antarsesama. Sebaliknya, Islam sangat menganjurkan membangun persahabatan sebanyak mungkin. Untuk itulah Islam menganjurkan sifat pemaaf dan ketulusan hati kepada para pemeluknya, karena sifat pemaaf yang tulus itu akan menghilangkan sifat benci dan dendam, menghilangkan rasa permusuhan dan mempersubur persahabatan.

Keenam, melahirkan sifat tawadu’, menghilangkan sifat sombong dan angkuh. Sifat sombong dan angkuh dapat timbul pada diri seseorang, karena ia merasa lebih dari yang lain, paling baik, paling benar dan paling mampu dalam segala hal. Sifat-sifat ini sering membuat orang enggan meminta maaf, karena ia merasa tidak pernah bersalah, sehingga ia gengsi untuk meminta maaf, bahkan meminta maaf dianggapnya identik dengan kerendahan diri.

Ketujuh, dapat menghapus dosa dan memudahkan jalan ke surga. Allah tidak akan mengampuni dosa seseorang dan tidak akan memasukkannya ke surga sebelum orang tersebut terlebih dulu menyelesaikan urusannya di dunia, sangkut pautnya dengan orang lain sehingga mereka berdamai dan saling memaafkan.

Kedelapan, menjadikan hati tenang-tenteram. Dosa adalah sesuatu yang membuat pelakunya gelisah, tidak tenang. Apalagi kalau dia telah menyadari betul bahwa perbuatannya itu tidak benar, maka bisa dipastikan, maka hidupnya tidak akan pernah merasa tenang, setiap hari dihantui oleh rasa bersalah atau berdosa. Jika dia telah meminta maaf, dan kesalahannya dimaafkan oleh orang lain, barulah hatinya akan tenang.

Kesembilan, sifat pemaaf itu akan melahirkan pemaaf juga. Ada orang yang ingin semua kesalahannya dimaafkan oleh orang lain, sementara dia sendiri enggan memaafkan kesalahan orang lain. Tentu orang lain akan sulit menerima hal itu. Jika kesalahan kita ingin dimaafkan oleh orang lain, maka terlebih dahulu maafkanlah kesalahan-kesalahan orang lain, niscaya orang lain akan memaafkan kesalahan kita.

Kesepuluh, sifat pemaaf itu merupakan bagian dari strategi dakwah yang jitu. Kaum kafir Quraisy demikian dahsyat memusuhi Nabi Muhammad dan umat Islam. Umat Islam di masa itu, selalu diganggu, disiksa bahkan dibunuh.


Tetapi, ketika kaum Muslimin berhasil menguasai Makkah dan Jazirah Arab, Nabi Muhammad SAW segera melakukan perjanjian damai, memaafkan semua kesalahan semua orang kafir Quraisy. Tindakan Nabi itu, ternyata membuat mereka tersentuh dan terharu, sehingga kemudian mereka berbondong-bondong masuk Islam. 

Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A’raf 7:199)

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. 

 (QS. Al-Fushilat 41:35)


Ayo Subscribe ke YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/arceuszeldfer
Ayo Like Facebook Page-nya: Lampu Islam