Thursday, August 23, 2012

Nikmatnya Surga

Jannah (surga) adalah kenikmatan luar biasa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah ter bersit dalam kalbu manusia. Dalam sebagian riwayat hadits qudsi di atas, setelah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam meriwayatkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala, beliau bersabda, “Jika kalian mau, bacalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (as-Sajdah: 17)

Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,
“Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ‘Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan belum pernah pula terbetik dalam kalbu manusia’.”

Takhrij Hadits Abu Hurairah
Hadits qudsi yang agung ini diriwayatkan al-Bukhari dalam ash-Shahih no. 3244 dan 4779, Muslim dalam ash-Shahih no. 2824, al-Humaidi dalam al-Musnad no. 1133, at-Tirmidzi dalam as-Sunan no. 3197, Abu Ya’la al-Mushili dalam al-Musnad no. 6276, dan Ibnu Hibban dalam ash-Shahih no. 369. Semua meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Zinad, dari al-A’raj, dari Abu Hurairah z.
Abdullah bin al-Mubarak t meriwayatkan hadits ini dalam az-Zuhd no. 273. Melalui jalan Ibnul Mubarak inilah, al-Bukhari mengeluarkannya dalam ash-Shahih no. 7498, dari Ma’mar.
Hadits yang serupa diriwayatkan pula dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri z dalam Hilyatul Auliya (2/262), dan sahabat Sahl bin Sa’d as-Sa’idi z dalam Musnad al-Imam Ahmad (5/334).



Jannah (Surga) Telah Ada
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa al-jannah (surga) dan an-naar (neraka) adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah diciptakan. Artinya, saat ini keduanya telah ada. Berbeda halnya dengan golongan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa keduanya belum diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Ahlus Sunnah wal Jamaah juga meyakini bahwa al-jannah dan an-naar kekal selama-lamanya. Berbeda halnya dengan golongan al-Jahmiyah yang mengatakan bahwa al-jannah dan an-naar tidak kekal.
Hadits qudsi yang sedang kita bahas adalah salah satu dalil Ahlus Sunnah wal Jamaah bahwa al-jannah telah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan sudah ada saat ini. Perhatikan hadits qudsi di atas, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh.”
Kata (….) dalam bahasa Arab adalah fi’il madhi (kata kerja lampau) yang menunjukkan telah berlalunya satu pekerjaan. Dengan demikian, artinya adalah “Aku telah menyediakan.” Yakni, al-jannah telah disediakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, telah diciptakan oleh-Nya. Oleh karena itu, al-Imam al-Bukhari t memberi satu judul bab bagi hadits ini, Bab “Ma ja’a fi Shifatil Jannah wa an-Naha Makhluqah (bab tentang sifat al-jannah dan bahwa ia telah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala)”.

Bentuk fi’il madhi ini juga disebutkan dalam al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:  “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada jannah yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133)

Juga firman-Nya:  “Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang telah disediakan bagi orang-orang kafir.” (al-Baqarah: 24)
Dalil yang lain tentang keberadaan al-jannah dan an-naar sebagai dua makhluk yang telah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala adalah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tentang keutamaan bulan 

Ramadhan. Beliau shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Apabila bulan Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (Muttafaqun ‘alaihi dari hadits Abu Hurairah z)
Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wassalam melakukan perjalanan Isra’ dan Mi’raj, beliau melihat al-jannah dan an-naar. Perjalanan agung tersebut adalah perjalanan jasad dan ruh, bukan mimpi. Hadits-hadits tentang Isra’ juga dalil yang sangat kokoh tentang keberadaan kedua makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala ini. Beliau bersabda, “Lalu aku dimasukkan ke dalam al-jannah, ternyata di dalamnya ada kubah-kubah dari mutiara dan ternyata tanahnya adalah misik.”
(Menjawab Keyakinan Bid’ah Mutazilah)  Dengan akalnya yang berpenyakit, golongan Mu’tazilah berkata, “Keduanya belum diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Jika keduanya sudah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala berarti Dia telah melakukan perbuatan yang sia-sia. Bukankah manusia saat ini masih di alam dunia? Bukankah hari kebangkitan belum datang? Untuk apa keduanya diciptakan padahal manusia masih di dunia dan belum memakainya?”

Ucapan Mu’tazilah ini tidak ada sedikit pun nilainya di hadapan timbangan syariat. Cukuplah dalil-dalil yang sahih sebagai bantahan atas kebatilan ucapan mereka. Dalil tentang keberadaan jannah adalah dalil mutawatir yang tidak bisa dimungkiri. Demikian pula, Ahlus Sunnah telah bersepakat di atas keyakinan tersebut.
Bahkan, telah sahih bahwa arwah orang yang beriman berada di jannah. Ini menunjukkan bahwa jannah tidak diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sia-sia sebagaimana ucapan Mu’tazilah yang tidak beradab. Al-Imam Ibnu Majah t meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Sesungguhnya ruh seorang mukmin terbang—makan dan mendapatkan nikmat—di pohon jannah, sampai Allah Subhanahu wa ta’ala mengembalikan kepada jasadnya nanti di hari kebangkitan.”1


Al-Jannah, Kenikmatan yang Belum Pernah Tebersit dalam Hati
Jannah adalah kenikmatan luar biasa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah tebersit dalam kalbu manusia. Dalam sebagian riwayat hadits qudsi di atas, setelah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam meriwayatkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala, beliau bersabda, “Jika kalian mau, bacalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (as-Sajdah: 17)

Lalu Beliau shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Dan di dalam jannah ada sebuah pohon yang jika seorang penunggang kuda mengelilingi pohon selama seratus tahun, belum selesai mengelilinginya. Bacalah firman Allah jika kalian mau (yang maknanya), ‘dan naungan yang terbentang luas’ (al-Waqi’ah: 30).”
“Dan tempat cemeti di jannah lebih baik daripada dunia seisinya. Bacalah jika kalian mau firman Allah (yang maknanya), ‘… Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya’.” (Ali Imran: 185) (HR. at-Tirmidzi kitab “Tafsir al-Waqiah” no. 3292. Beliau berkata, “Hadits hasan sahih.”)


Perjalanan Menuju Jannah
Sadar atau tidak, seluruh anak Adam sedang melangkah menuju hari-hari abadi. Perjalanan itu berakhir di jannah Allah Subhanahu wa ta’ala atau neraka-Nya, wal ‘iyadzubillah. Cukuplah kiranya hadits qudsi di atas mendorong seorang mukmin berlomba mendapatkan jannah Allah Subhanahu wa ta’ala. Negeri yang sangat indah, kampung halaman yang sangat memesona dan penuh kebahagiaan.
Di antara perjalanan yang akan dilalui, akan datang suatu masa ketika manusia menyaksikan Jahannam. Akan datang pula masa ketika shirath (jembatan) akan dipancangkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di atas neraka Jahannam. Shirath itu harus dilalui sebelum Allah Subhanahu wa ta’ala mengizinkan hamba-Nya memasuki al-jannah. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Maryam: 71)

Setelah jembatan—yang sangat mencekam, lebih tajam dari pedang dan lebih lembut dari rambut—itu dilalui, dengan penuh kebahagiaan kaum mukminin memuji Allah Subhanahu wa ta’ala seraya berseru:
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami darimu (Jahannam) setelah Dia perlihatkan engkau kepada kami. Sungguh Allah telah mengaruniai kami nikmat yang tidak Dia berikan kepada seorang pun.”2
Betapa indah saat itu, saat seseorang diselamatkan dari Jahannam. Kemudian mereka berkumpul di qantharah, yaitu tempat di antara al-jannah dan an-naar. Di sana, berlangsunglah qishash di antara kaum mukminin sehingga hati-hati ahlul jannah bersih dan tidak tersisa sedikit pun dendam dan dengki.
“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka….” (al-A’raf: 43)

Saat memasuki jannah semakin dekat, namun delapan pintu jannah masih saja tertutup. Kaum mukminin berbondong-bondong menuju Adam alaihi salam dan meminta agar beliau memohon dibukakan pintu jannah. Nabi Adam alaihi salam hanya menjawab, “Bukankah aku ini yang menyebabkan kalian keluar dari jannah? Pergilah kepada anakku Ibrahim!”
Manusia pun datang kepada Khalilullah, Ibrahim alaihi salam. Namun, beliau pun menolaknya. Mereka lalu mendatangi Musa alaihi salam, kemudian Isa alaihi salam, hingga manusia datang kepada sayyidul mursalin, Muhammad shalallahu alaihi wasalam.3

Allahu Akbar. Untuk kesekian kalinya, Allah Subhanahu wa ta’ala menampakkan kemuliaan Nabi-Nya di hadapan hamba-hamba-Nya. Beliau shalallahu alaihi wassalam lalu memohon agar pintu jannah dibuka. Syafaat Beliau shalallahu alaihi wassalam pun diterima. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,
Aku mendatangi pintu jannah di hari kiamat dan meminta pintu dibuka. Penjaga jannah berkata, “Siapa engkau?” Jawabku, “Aku Muhammad.” Ia berkata, “Untukmu aku diperintah untuk tidak membukakan bagi seorang pun sebelummu.”4

Dibukalah delapan pintu jannah. Kaki-kaki kaum mukminin pun melangkah ke dalamnya, meraih kenikmatan yang abadi dan keberuntungan yang nyata.
“… Dan barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran: 185)

Rombongan demi rombongan, sesuai kedudukan mereka di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala, memasuki negeri keabadian. Dengan sangat terhormat mereka disambut malaikat-malaikat Allah Subhanahu wa ta’ala dengan salam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Rabbnya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya’.” (az-Zumar: 73)

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Sesungguhnya, rombongan pertama yang masuk jannah seperti bulan di malam purnama. Rombongan berikutnya bercahaya seperti bintang-bintang gemerlap laksana mutiara di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak meludah, dan tidak pula membuang ingus. Sisir-sisir mereka dari emas. Keringat mereka adalah misik. Pengasapan mereka adalah al-aluwwah (kayu gaharu). Istri-istri mereka adalah al-hurul ‘in (bidadari-bidadari bermata jeli) dengan perawakan yang serupa, sama dengan bapak mereka Adam, setinggi enam puluh hasta.”5

Masuklah kaum mukminin ke dalam jannah Allah Subhanahu wa ta’ala, negeri kenikmatan yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam hadits qudsi:
“Telah Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pula telinga pernah mendengarnya, dan belum pernah terbetik dalam kalbu manusia.”


Kenikmatan al-Jannah
Kenikmatan jannah adalah perkara gaib. Jalan untuk mengetahui sifatnya hanyalah berita-berita langit: ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul n.
Hidangan pertama ahlul jannah adalah hati ikan. Kemudian disembelihkan sapi jannah untuk mereka. Mereka minum dari mata air salsabil. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Adapun hidangan pertama yang dimakan ahlul jannah adalah bagian terlezat dari hati ikan.”6
Seorang Yahudi mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak mungkin ada yang bisa menjawabnya selain seorang nabi. Ia berkata:
“Suguhan apakah yang diberikan kepada penduduk jannah ketika memasukinya?” Beliau menjawab, “Bagian terlezat dari hati ikan.” Si Yahudi bertanya lagi, “Hidangan apakah yang diberikan setelahnya?” Rasul menjawab, “Disembelihkan untuk mereka sapi jannah yang mencari makan di tepi-tepi jannah.” Si Yahudi berkata, “Apakah minuman mereka?” “Dari mata air bernama Salsabil.” (HR. Muslim dari Tsauban z maula 

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam)
Penduduk jannah makan dan minum tanpa harus kencing dan buang air besar. Hanyalah sendawa dan keringat yang lebih harum dari misik. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak meludah, dan tidak pula membuang ingus. Sisir-sisir mereka dari emas. Keringat mereka adalah misik. Pengasapan mereka adalah al-aluwwah (kayu gaharu). Istri-istri mereka adalah al-hurul ‘in (bidadari-bidadari bermata jeli), dengan perawakan yang serupa, sama dengan bapak mereka Adam, setinggi enam puluh hasta.”7

Bejana-bejana yang mereka gunakan terbuat dari emas dan perak. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas dan piala-piala, serta di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (az-Zukhruf: 71)
“Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca.” (al-Insan: 15)

Ahlul jannah mendapatkan buah-buahan yang diingini dan semua daging yang dikehendaki. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:  “Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini.” (ath-Thur: 22)

Jannah memiliki sungai-sungai yang sangat indah.
“… Di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka….” (Muhammad: 15)

Jannah memiliki istana-istana dan kerajaan-kerajaan besar. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (al-Insan: 20)

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Saat aku tidur, aku melihat diriku di dalam jannah. Aku melihat seorang wanita berwudhu di samping sebuah istana.” Aku pun bertanya, “Milik siapakah istana ini?” Mereka menjawab, “Milik Umar.” Segera aku teringat kecemburuan Umar dan aku pun meninggalkan istana itu. Umar menangis dan berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin aku cemburu kepadamu?”8

Di sana ada pula kubah-kubah dan tenda-tenda yang menjulang.
“Sungguh bagi seorang mukmin di jannah tenda dari lu’lu’ (mutiara) yang berongga. Panjangnya enam puluh mil. Di dalamnya ada keluarga (istri-istri) yang ia berkeliling pada mereka tanpa mereka saling melihat.”9


Nikmat yang Kekal
Semua kenikmatan ahlul jannah yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang saleh adalah nikmat yang tidak pernah putus, kekal.
Demikianlah Allah Subhanahu wa ta’ala mengabarkan dalam al-Qur’an. Demikian pula Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menyabdakan dalam haditsnya yang mulia.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (al-Bayyinah: 7—8)

Dalam hadits yang sahih, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
Akan diserukan bagi penduduk lamanya. Bagi kalian kehidupan, maka kalian tidak akan mati selama-lamanya. Bagi kalian umur yang muda, maka kalian tidak akan menjadi tua selama-lamanya. Bagi kalian kenikmatan, maka tidak akan ada kesusahan selama-lamanya. Itulah firman Allah Subhanahu wa ta’ala, ‘… Dan diserukan kepada mereka, [Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan]’. (al-A’raf: 43)”

Wahai jiwa, jalan menuju jannah telah dijelaskan oleh kekasih Allah Subhanahu wa ta’ala(Rasulullah shalallahu alaihi wassalam). Pintu-pintu jannah hanya akan dibuka bagi mereka yang mentauhidkan Allah Subhanahu wa ta’ala dan menjauhkan diri dari kesyirikan. Bersemangatlah, mintalah pertolongan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan janganlah engkau malas!

Dunia adalah negeri asing. Negerimu sesungguhnya adalah al-jannah. Abdullah bin Umar c berkata:
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memegang kedua pundakku dan berkata, “Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau seseorang yang sekadar lewat.” Ibnu Umar c mengatakan, “Jika engkau memasuki waktu sore, janganlah menunggu waktu pagi. Jika engkau memasuki waktu pagi, janganlah engkau menunggu waktu sore. Ambillah keadaan sehatmu sebelum keadaan sakitmu dan hidupmu sebelum engkau mati.” (HR. al-Bukhari)

Wallahu a’lam.

Catatan Kaki:
1 HR. Ibnu Hibban (10/513) no. 4657 dan Ibnu Majah dalam as-Sunan, Kitab “az-Zuhd” no. 4271, dinyatakan sahih oleh al-Albani.
2 Potongan hadits panjang yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/408) no. 3424 dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam takhrij beliau terhadap al-Aqidah ath-Thahawiyah hlm. 469.
3 Lihat Shahih Muslim (1/187) no. 195.
4 HR. Muslim no. 196 dari Anas bin Malik z.
5 HR. al-Bukhari (no. 3327), Muslim (8/146), dan Ibnu Majah (no. 4333), dari hadits Abu Hurairah z. Lihat takhrij hadits ini dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (7/3/1472) no. 3519.
6 HR. al-Bukhari “Kitab Fadhail”, hadits Anas z tentang kisah Islamnya Abdullah bin Salam z (7/272 no. 3938, Fathul Bari).
7 HR. al-Bukhari (no. 3327), Muslim (8/146), dan Ibnu Majah (no. 4333), dari hadits Abu Hurairah z. Lihat takhrij hadits ini dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (7/3/1472) no. 3519.
8 HR. al-Bukhari, Kitab “Fadhail ash-Shahabah”, bab “Manaqib Umar bin al-Khaththab z” dari Abu Hurairah z.
9 HR. Muslim, Bab “Sifat Tenda Jannah” no. 5070.

Sumber  :   
Surga Kenikmatan Abadi yang Telah Ada (ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.),  Majalah AsySyariah Edisi 073


No comments:

Post a Comment