Thursday, June 6, 2013

Meraih Kebahagiaan Hakiki dengan Aqidah


Kebahagiaan yang Hakiki dengan Aqidah
Orang yang beriman kepada Allah dan mewujudkan keimanannya tersebut dalam amal mereka adalah orang yang bahagia di dalam hidup. Merekalah yang apabila mendapatkan ujian hidup merasa bahagia dengannya karena mengetahui bahwa semuanya berasal dari Allah. Dan di balik kejadian ini ada hikmah-hikmah yang belum terbetik pada dirinya yang dirahasiakan Allah sehingga menjadikan dia bersabar menerimanya. Dan jika mereka mendapatkan kesenangan, mereka bahagia dengannya karena mereka mengetahui bahwa semuanya itu datang dari Allah yang mengharuskan dia bersyukur kepada-Nya.

 

Alangkah bahagianya hidup kalau setiap waktunya selalu dalam kebaikan. Bukankah sabar itu merupakan kebaikan? Dan bukankah bersyukur itu merupakan kebaikan? Di antara sabar dan syukur ini orang-orang yang beriman berlabuh dengan bahtera imannya dalam mengarungi lautan hidup. Allah  berfirman:  “Jika kalian bersyukur (atas nikmat-nikmat-Ku), niscaya Aku akan benar-benar menambahnya kepada kalian. Dan jika kalian mengkufurinya maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7). Rasulullah bersabda:  “Dan tidaklah seseorang diberikan satu pemberian yang lebih baik dan lebih luas dari pada kesabaran.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 

“Kesabaran itu adalah cahaya.” (Shahih, HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim)
‘Umar bin Al-Khaththab berkata: “Kami menemukan kebahagiaan hidup bersama kesabaran.” (HR. Al-Bukhari)
Mari kita mendengar bagaimana keheranan Rasululah atas kehidupan orang-orang yang beriman di mana mereka selalu dalam kebaikan siang dan malam:  “Sungguh sangat mengherankan urusannya orang yang beriman, di mana semua urusannya adalah baik dan yang demikian itu tidak didapati kecuali oleh orang yang beriman. Kalau dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Dan kalau dia ditimpa mudharat dia bersabar, maka itu merupakan satu kebaikan baginya.” (Shahih, HR. Muslim)

As-Sa’di mengatakan: “Rasulullah memberitakan bahwa seorang yang beriman kepada Allah I berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buahnya yang diperoleh dalam setiap keadaan yang dilaluinya baik senang atau duka. Dari sini, bila dua orang ditimpa dua hal tersebut kamu akan mendapati perbedaan yang jauh pada dua orang tersebut. Yang demikian itu disebabkan karena perbedaan tingkat keimanan yang ada pada mereka berdua.” (Lihat Kitab Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah hal. 12)

 
Dalam meraih kebahagiaan hidup, manusia terbagi menjadi tiga golongan.


Pertama, orang yang mengetahui jalan tersebut dan berusaha untuk menempuhnya walaupun harus menghadapi resiko yang sangat dahsyat. Dia mengorbankan segala apa yang disyaratkan perjuangan itu meski harus mengorbankan nyawa. Dia mempertahankan diri dari amukan badai kehidupan dan berusaha menggandeng tangan keluarganya untuk bersama-sama menyelamatkan diri. Yang menjadi syi’arnya adalah firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.”
Karena perjuangan yang gigih tersebut, Allah mencatatnya termasuk ke dalam barisan orang-orang yang tidak merugi dalam hidup dan selalu mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat sebagaimana telah disebutkan dalam surat Al-‘Ashr ayat 1-3 dan surat Al-Mujadalah ayat 22. Mereka itulah orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Dan merekalah pemilik kehidupan yang hakiki.

 
Kedua, orang yang mengetahui jalan kebahagiaan yang hakiki namun dikarenakan kelemahan iman yang ada pada dirinya menyebabkan dia menempuh jalan lain dengan cara menghinakan dirinya di hadapan hawa nafsu. Mendapatkan kegagalan demi kegagalan ketika bertarung melawannya. Mereka adalah orang-orang yang lebih memilih kebahagiaan yang semu daripada harus meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat kelak. Menanggalkan baju ketakwaannya, mahkota keyakinannya, dan menggugurkan ilmu yang ada pada dirinya. Mereka adalah barisan orang-orang yang lemah imannya.

 
Ketiga, orang yang sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan tersebut sehingga harus berjalan di atas duri-duri yang tajam dan menyangka kalau yang demikian itu merupakan kebahagiaan yang hakiki. Mereka siap melelang agamanya dengan kehidupan dunia yang fana dan siap terjun ke dalam kubangan api yang sangat dahsyat. Orang seperti inilah yang dimaksud Allah dalam surat Al-‘Ashr ayat 2 yaitu “Orang-orang yang pasti merugi” dan yang disebutkan Allah dalam surat Al­Mujadalah ayat 19 yaitu “Partai syaitan yang pasti akan merugi dan gagal.” Dan mereka itulah yang dimaksud Rasulullah dalam sabda beliau: “Di pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore harinya menjadi kafir dan di sore harinya mukmin maka di pagi harinya dia kafir. Dan dia melelang agamanya dengan harga dunia.” (Shahih, HR. Muslim)

 
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari hadits Rasulullah. Di antaranya bahwa kebahagiaan hidup dan kemuliaan ada bersama keteguhan dalam berpegang dengan agama dan bersegera mewujudkannya dalam bentuk amal shalih. Selain itu juga larangan menunda amal yang pada akhirnya seseorang terjatuh ke dalam perangkap syaitan yaitu merasa aman dari balasan tipu daya Allah. Hidup harus bertarung dengan fitnah. Maka, jangan sampai kita menemukan kegagalan dan terjatuh pada kehinaan di hadapan Allah dan di mata makhluk-Nya. Wallahu A’lam.

 

Sumber:
ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Lombok.

gambar:http://informasitips.com

No comments:

Post a Comment