Wednesday, January 23, 2013

Yang Tak Terungkap (Satu)

FIRST LOVE
Sebut saja namaku Nita, aku tinggal di sebuah desa terpencil yang nyaman. Desa yang dikelilingi hamparan sawah dan perkebunan karet. Dan cinta pertamaku ini aku rasakan saat aku duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di desa terpencilku.
Awalnya aku tidak tahu apa itu cinta, aku Cuma merasa senang saat dia, Irsan, teman sekelasku, berada di dekatku. Irsan adalah anak orang paling terpandang di desaku. Saat itu aku adalah murid perempuan paling galak dan Irsan adalah murid laki-laki paling bandel di kelasku. Tetapi justru itulah yang mendekatkan kami.
Semuanya berawal saat aku selesai mengepel kelas. Dan dia dengan seenaknya nyelonong ke kelas. Tanpa babibu, langsung saja aku tepuk kepalanya denngan tanganku. Dia kaget, dan terbengong. Aku bertolak pinggang di depannya, dan dia memandangku dengan rasa tidak percaya.
Sejak kejadian itu dia jadi sering mendekatiku, duduk sebangku ataupun dibangku lain yang tak jauh dariku. Sebetulnya dia dekat dengan cewek lain yang jauh lebih cantik dan jauh lebih sederajat dengan dia dibanding aku. Tetapi entah mengapa sejak kejadian itu dia sering meninggalkanya dan justru berlama-lama didekatku.
Kian hari kami kian akrab, sepulang sekolah kami jalan bersama melalui perkebunan karet. Mengerjakan tugas bersama dan kegiatan lain yang kian mendekatkan kami. Namun sejauh itu, Irsan belum pernah sekalipun mengatakan kata suka atau cinta. Aku hanya bisa melihat ada tatapan yang beda dimatanya. Hal itu berlanjut sampai kami lepas SMP dan bersekolah di SLTA yang berbeda.
Setelah duduk dibangku SLTA barulah aku tau apa itu cinta, ada rasa kangen bila tak ketemu, deg-degan saat dia menatap atau mengajakku bicara. Bayangannya tak pernah mau lepas dari pikiranku.
Aku dan Irsan masih tetap bersahabat dan tetap saling menyimpan rasa. Hampir setiap hari kami berada dalam satu bis yang sama yg mengantar kami sampai ke sekolah kami yang berlokasi di kota Salatiga. Aku bersekolah di sebuah SMA ternama, sedangkan dia di SMA yang lain.
Sekolah kami berbeda arah, tapi Irsan selalu menemaniku turun di halte depan sekolah terlebih dahulu baru putar balik ke sekolahnya, demikian juga pada jam-jam pulang sekolah.
Semakin hari cintaku semakin bersemi. Selama 3 tahun di SLTA kami sering habiskan waktu bersama. Menonton, jalan-jalan, makan dan lain-lain. Tetapi selama itu, belum sekali pun dia mengucapkan cinta. Aku yakin ada, pendar-pendar cinta dimatanya, semakin hari semakin menyala. Dan aku tak tau apa yang membuatnya tak mau mengungkapnya dan aku sebagai cewek hanya bisa menanti.
Setelah lulus SMA, Irsan melanjutkan kuliah di Jogjakarta, kata cinta tak juga terucap dari bibirnya. Tapi dia masih selalu menyempatkan main kerumah disaat pulang, dengan membawakan pernak pernik khas Jogjakarta.
Semua saudaraku menganggap kami pacaran. Ah, bukan pacaran jika tak ada kata cinta. Biarpun dari semua tindak tanduk dan perilakunya menunjukkan perhatian dan cintanya kepadaku.
Dan saat aku harus meninggalkan kampung halaman ke Jakarta (th 1991), kutinggalkan Irsan dan semua kenangan bersamanya. Aku pergi tanpa ada kata perpisahan. Sakitnya hati karena tak bisa melihat parasnya lagi, rindunya hati karena tak bisa mendengar kelakarnya lagi. Semua kenangan itu seakan tak mau lepas menemani har-hariku dirantau orang.
Sejak saat itu, aku tak tau lagi kabar tentangnya. Aku tahu, aku selalu menyimpan cinta dan rinduku untuknya sampai bertahun-tahun kemudian. (Bersambung)

No comments:

Post a Comment