Saturday, March 16, 2013

Bawang Oh Bawang

SKETSA
Sebagai ibu rumah tangga, tongkrongan rutinku adalah pasar. Aku suka sekali berbelanja ke pasar tradisional, pertama murah, kedua deket rumah dan ketiga sudah kebiasaan belanja di situ, jadi sudah kenal beberapa pedangang langganan.
Pasar juga tempat keluh kesah yang nyata, terutama untuk segala macam harga barang. Dan saat ini, langkanya bawang merah dan putih juga menjadi perbincangan aktual di pasar.
"Kalau belanjanya saja segitu, kita bingung ngejualnya, kasihan pembeli," kata seorang pedagang sayuran.
"Terus gimana kalau ada yang mau beli?" tanyaku.
"Aku tanya dulu pembeliku, harganya segini mau enggak?"
"Gitu ya."
"Kalau enggak mau ya udah, emang belanjanya sudah mahal..."
Aku melangkah ke penjual nasi uduk langganan, tak jauh dari pedagang sayuran tadi. Ibu-ibu tua itu langsung melayani pesananku.
"Besok saya nggak jualan, Neng." katanya.
"Lho kenapa. Mpok?"
"Bawangnya minta ampun, nggak nutut belanjanya," katanya.
"Lah, nanti saya beli nasi uduk dimana, Mpok?"
Mpok itu tersenyum, sambil memberikan dua bungkus nasi uduk pesananku.
Bukan hanya pedagang makanan ini, beberapa penjual makanan yang harus menggunakan bawang merah dan bawang putih, untuk sementara juga tutup. Kebanyakan menunggu harga bawang normal kembali.
Permainan-permainan politik para penguasa yang seenaknya, ternyata berimbas pada rakyat kecil. Mereka menjalani hidup pas-pasan, yang penting bisa makan. Kalau nggak berjualan, darimana mereka dapat uang. Bila pemerintah tak memperhatikan rakyat kecil, kuyakin, kepercayaan pada pemerintah pun akan hilang. Bawang oh bawang.
Jakarta, 17 Maret 2013

No comments:

Post a Comment