Friday, May 10, 2013

Yuniawan dan Speed Boat

WARTAWAN BADUNG
Kita pasti ingat Yuniawan Wahyu Nugroho (Mas Wawan) wartawan yang meninggal di rumah Mbah Marijan, juru kunci Gunung Merapi. Mas Wawan meninggal diterjang wedhus gembel saat Merapi meletus dua tahun silam. Dia adalah salah satu sohibku, kami sering bersama pada liputan-liputan politik.
Mas Wawan berpostur tinggi, berkulit bersih dan termasuk wartawan yang ganteng. Namun begitu, dia sederhana dan berhati baik. Waktu itu, Mas Wawan yang juga tetanggaku di Ambarawa ini adalah wartawan Suara Pembaruan.
Pagi itu kami, dan rombongan PAN, menunju Pulau Seribu untuk mengawal Pak Amien Rais berkampanye. Kami berangkat dari Pantai Marina Ancol dan sudah disiapkan beberapa kapal di sana. Singkat cerita kami sampai di Pulau Seribu.
Acara berlangsung meriah, para petinggi PAN, duduk di depan dengan para istri mereka. Suasana pedesaan masih lekat di pulau itu. Karena acara yang begitu lama, aku menyempatkan berjalan-jalan di pantai berdua dengan Mas Wawan. Dan kemudian beberapa wartawan ikut bergabung.
Sampai akhirnya sore menjelang, saatnya kami kembali ke Jakarta. Mas Wawan mengajakku cepat-cepat, agar bisa mengejar dead line. Lalu kami naik di sebuah speed boat, dan mencari tempat duduk. Saat enak duduk-duduk, ada orang partai menegur kami.
"Mas Mbak ini siapa?" tanyanya.
"Kami wartawan Pak," jawab Mas Wawan.
"Oh wartawan silakan naik kapal yang itu," katanya menunjuk sebuah kapal biasa.
"Boleh pindah sini nggak Pak, kami buru-buru, mengejar dead line," kata Mas Wawan.
"Iya..." dukungku.
"Wah nggak bisa Mas, ini khusus untuk petinggi partai," kata laki-laki itu lagi.
"Ya udah," kata Mas Wawan lalu menolongku keluar dari kapal.
Akhirnya kami naik kapal yang lain. Di situ sudah banyak wartawan yang lain. Mereka menertawai kami yang nggak boleh naik kapal speed boat itu.
"Kasihan deh lu," kata salah satu wartawan.
"Tau tuh, padahal ini juga petinggi partai," kata Mas Wawan menunjukku.
"Hahaha..." semua tertawa.
Sore itu kami berayun di selat Jawa sambil memandangi sun set yang indah. Kapal itu lebih lambat jalannya, meskipun ketar-ketir dikejar dead line, kami berusaha menikmati senja. Sore yang indah bersama almarhum Mas Wawan tercinta, dan juga wartawan lainnya.
Jakarta, 11 Mei 2013

No comments:

Post a Comment