Sunday, August 18, 2013

Do'a Sang Penjual Tempe

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Ada sebuah kampung di pedalaman Tanah Jawa. Disana ada seorang perempuan tua yang sangat taat beribadah. Pekerjaannya membuat tempe dan menjualnya di pasar setiap hari. Ini merupakan satu-satunya sumber pendapatannya untuk menyambung hidup. Tempenya merupakan buatan sendiri.

Pada suatu pagi, seperti biasa, ketika ia sedang bersiap-siap untuk pergi menjual tempenya, tiba tiba dia sadar bahwa tempe yang dibuatnya dari kacang kedelai hari itu masih belum jadi, hanya separuh jadi saja. Biasanya tempe yang beliau buat telah masak sebelum ia pulang. Diperiksanya beberapa bungkusan yang lain. Ternyata memang semuanya belum masak juga.

Perempuan tua itu merasa amat sedih sebab tempe yang masih belum jadi tersebut pastinya tidak akan laku dan tiadalah rezekinya pada hari itu.

Dalam suasana hatinya yang sedih, dia yang memang taat beribadah teringat akan firman Tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan dapat melakukan perkara-perkara ajaib, bahwa bagi Tuhan tiada yang mustahil. Lalu diapun mengangkat kedua tangannya sambil berdo'a, “Tuhan, aku memohon kepada-Mu agar kacang kedelai ini menjadi tempe. Aamiin”

Begitulah do'a ringkas yang dipanjatkan dengan sepenuh hatinya. Dia sangat yakin bahwa Tuhan pasti mengabulkan do'anya. Dengan tenang perempuan tua itu menekan-nekan bungkusan bakal tempe dengan ujung jarinya dan dia pun membuka sedikit bungkusan itu untuk menyaksikan keajaiban kacang kedelai itu menjadi tempe. Namun, dia termenung sejenak sebab, kacang itu masih tetap kacang kedelai.

Namun dia tidak putus asa, sebaliknya ia berpikir mungkin do'anya kurang jelas didengar oleh Tuhan. Maka dia pun mengangkat kedua tangannya kembali dan berdo'a lagi. “Tuhan, aku tahu bahwa tiada yang mustahil bagi-Mu. Bantulah aku supaya hari ini aku dapat menjual tempe karena inilah sumber penghasilanku. Aku mohon agar jadikanlah kacang kedelaiku ini menjadi tempe, Aamiin”.

Dengan penuh harapan dan hati yang berdebar-debar dia pun sekali lagi membuka sedikit bungkusan itu. Apa yang terjadi? Dia terpaku dan heran karena tempenya masih tetap seperti itu!

Sementara matahari pun semakin meninggi dan sudah tentu pasar sudah mulai didatangi ramai orang. Dia tetap tidak kecewa atas do'anya yang belum terkabul. Walau bagaimanapun karena keyakinannya yg sangat tinggi, dia berencana untuk tetap pergi ke pasar membawa barang jualannya itu.

Perempuan tua itu pun berserah pada Tuhan dan meneruskan perjalanannya ke pasar sambil berdo'a dengan harapan apabila sampai di pasar semua tempenya akan masak. Dia berpikir mungkin keajaiban Tuhan akan terjadi sewaktu perjalanannya ke pasar.

Sebelum keluar dari rumah, dia sempat mengangkat kedua tangannya untuk berdo'a. “Tuhan, aku percaya, Engkau akan mengabulkan do'aku. Sementara aku berjalan menuju ke pasar, Engkau berikanlah keajaiban ini buatku, buatlah tempe ini masak. Aamiin.” Lalu dia pun berangkat. Di sepanjang perjalanan dia tetap tidak lupa membaca do'a di dalam hatinya.

Sesampainya di pasar, segera dia meletakkan barang-barangnya. Hatinya betul-betul yakin bahwa tempenya sekarang pasti sudah jadi. Dengan hati yg berdebar-debar dia pun membuka bakulnya dan menekan-nekan dengan jarinya setiap bungkusan tempe yang ada. Perlahan-lahan dia membuka sedikit daun pembungkusnya dan melihat isinya. Apa yang terjadi? Tempenya masih belum jadi juga!

Dia pun kaget seketika lalu menarik nafas dalam-dalam. Dalam hatinya sudah mulai merasa sedikit kecewa dan putus asa kepada Tuhan karena do'anya tidak dikabulkan. Dia merasa Tuhan tidak adil. Tuhan tidak kasihan padanya, inilah satu-satunya jalan rezekinya, hasil jualan tempe.

Dia akhirnya cuma duduk saja tanpa memamerkan barang jualannya sebab dia merasakan bahwa tiada orang yang akan membeli tempe yang baru separuh jadi tersebut. Sementara itu hari pun semakin petang dan pasar sudah mulai sepi, para pembeli pun sudah mulai berkurang.

Dia melihat kawan-kawan sesama penjual tempe, tempe mereka sudah hampir habis. Dia tertunduk lesu seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan bahwa hari ini tiada hasil jualan yang dapat dibawanya pulang.

Namun jauh di sudut hatinya masih menaruh harapan terakhir kepada Tuhan, pasti Tuhan akan menolongnya. Walaupun dia tahu bahwa pada hari itu dia tidak akan dapat pendapatan langsung, namun dia tetap berdo'a untuk yang terakhir kalinya, “Tuhan, berikanlah penyelesaian terbaik terhadap tempeku yang belum jadi ini.”

Tiba-tiba dia dikejutkan dengan teguran seorang wanita.

“Maaf ya, saya ingin bertanya, apakah ibu menjual tempe yang belum jadi? Dari tadi saya sudah pusing keliling pasar ini untuk mencarinya tapi masih belum mendapatkan juga.”

Dia termenung sejenak. Hatinya terkejut sebab sejak berpuluh-puluh tahun menjual tempe, tidak pernah seorang pun pelanggannya mencari tempe yang belum jadi. Sebelum dia menjawab sapaan wanita di depannya itu, cepat-cepat dia berdo'a di dalam hatinya “Tuhan, saat ini aku tidak mau kedelai ini menjadi tempe. Biarlah ini menjadi seperti semula, Aamiin”.

Sebelum dia menjawab pertanyaan wanita itu, dia membuka sedikit daun penutup tempenya. Alangkah senangnya dia, ternyata memang benar tempenya masih belum jadi! Dia pun merasa gembira dalam hatinya dan bersyukur pada Tuhan.

Wanita itu pun memborong habis semua tempenya yang belum jadi itu. Sebelum wanita itu pergi, dia sempat bertanya kepada wanita itu, “Mengapa hendak membeli tempe yang belum jadi?”

Wanita itu menerangkan bahwa anaknya yang kini berada di Inggris ingin makan tempe dari desa. Mengingat tempe itu akan dikirimkan ke Inggris, si ibu tadi ingin membeli tempe yang belum jadi supaya apabila sampai di Inggris nanti akan menjadi tempe yang sempurna. Kalau dikirimkan tempe yang sudah jadi, nanti di sana tempe itu sudah tidak bagus lagi dan rasanya pun kurang sedap.

Perempuan tua itu pun keheranan dan berpikir, ternyata do'anya telah dikabulkan oleh Allah ..

... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...

Sumber: Kaligrafi
 
YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/LampuIslam

No comments:

Post a Comment