Saturday, August 24, 2013

Honor Bu Guru

WONG CILIK
Menjadi guru adalah impian Rufaidah sejak kecil. Dan jalan menuju cita-cita itu terhitung mulus. Meskipun dia tahu bahwa ayahnya yang hanya polisi pangkat rendahan itu megap-megap membiayai dia dan 8 saudaranya untuk bersekolah. Singkat cerita, jadilah Rufaidah seorang guru di kotanya.
Perempuan itu begitu antusias saat pagi menjelang. Dengan seragam abu-abu rapi, dan kerudung dengan warna yang sama berangkatlah dia ke sekolah. Perempuan muda itu menempuh setengah jam perjalanan ke sekolah. Dengan berjalan kaki, dia menuju sekolah swasta Islam itu.
Sudah setahun Ruf, mengajar di situ. Secara ekonomi tidak ada perkembangan, tetap saja tak punya apa-apa. Bahkan untuk membeli sepeda saja, dia tak mampu. Itu karena gajinya yang terlalu kecil. Setiap bulan, Ruf hanya digaji 125 ribu rupiah. Bekerja sebagai guru lebih mirip kerja bakti saja.
"Suatu saat saya ingin diangkat jadi peagawai negeri," katanya padaku.
"Amiin," jawabku.
Namun waktu terus berjalan. Beberapa kali ikut tes penerimaan pegawai negeri, Rufaidah tak diterima. Konon banyak yang menggunakan cara kurang baik untuk bisa diterima, yaitu dengan menyuap, sekian juta.
"Saya mau menyuap pakai apa? Lagian saya nggak mau, Mbak..."
Sampai menikah Rufaidah tak juga diterima menjadi pegawai negeri. Dia masih mengajar di tempat yang lama. Dengan gaji kecil, dan kehidupan yang tetap sederhana. Tetap berjalan kaki dan mencintai pekerjaannya.
"Yang penting masih tetap bisa mengajar," katanya.
Untuk menambah ekonomi keluarga, perempuan itu membuat rempeyek. Dan suaminya Gofur berkeliling untuk menjualnya. Subhanallah, rempeyek kacangnya mulai menopang ekonomi keluarga. Gofur yang dulunya pengangguran, mulai mempekerjakan beberapa tetangga untuk memperbanyak produksi makanan ringan itu.
Setiap pagi, Rufaidah berbaju rapi berangkat sekolah. Masih dengan jalan kaki. Tangannya menenteng kantong plastik besar, itu adalah rempeyek, yang biasanya dipesan oleh para guru lainnya. Dia tetap menjadi guru honorer, jasanya dibayar dengan uang penjualan rempeyek.
Tuhan Maha Memahami, Maha Pembagi Rejeki.
Jakarta, 25 Agustus 2013

No comments:

Post a Comment