Wednesday, April 24, 2013

Beasiswa Gus Dur

WARTAWAN BADUNG
Salah satu rumah tokoh negeri ini yang selalu ramai pengunjung adalah rumah mantan Presiden RI KH Abdurachman Wahid alm, atau Gus Dur. Rumah beliau tak pernah sepi orang. Mereka datang dari berbagai penjuru kota.
Dari kantorku yang berlokasi di Kebayoran Lama, rumah Gus Dur lumayan jauh.Pertama aku naik angkot ke Slipi. Dari Slipi naik bus kota jurusan Dapok, turun di Pasar Minggu. Dari Pasar Minggu naik angkot, jurusan Ciganjur. Sampai mentok. Di pertigaan Ciganjur itu masih mencari ojek. Bilang aja ke rumah Gus Dur, tidak bakalan nyasar.
Waktu itu, aku ke rumah Gus Dur bukan untuk wawancara pentolan NU itu. Tetapi untuk menemui dan mewawancarai ibunda Shinta. Aku adalah wartawan wedokan --istilah rubrik Jawa Pos yang memuat kisah tokoh wanita. Kebetulan aku satu-satunya wartawan perempuan, jadi selalu ditugasi untuk mengejar sumber perempuan.
Bu Shinta sedang keluar rumah, jadi aku harus menunggu. Awalnya aku menunggu di ruang tamu. Tetapi lama-lama jenuh ngelamun sendirian. Di luar rumah ramai orang, terutama di masjid depan rumah Gus Dur.
Mereka duduk santai di masjid, ada yang tiduran, ada yang membuat forum diskusi kecil-kecilan. Para tamu Gus Dur ini dari berbagai kalangan. Mulai para santri, politisi, pedagang, mahasiawa, kiai maupun aktifis. Rumah itu memang makmur, tak pernah sepi dari tamu.
Para tamu ini tujuannya macam-macam. Ada yang minta doa, ada yang minta nasehat, dan ada juga yang minta doa restu, tak jarang ada yang meminta nama untuk anak. Dalam hati aku geli, Gus Dur udah kayak dukun aja nih, hahaha...
Saat aku duduk-duduk sendirian, seorang anak muda laki-laki mendatangiku dengan senyuman. Aku membalas senyuman itu. Lalu dia duduk di sebelahku dan kami pun mulai mengobrol. Rupanya dia seorang mahasiswa.
"Mbak nunggu giliran ketemu Gus Dur juga?' tanyanya.
"Enggak kok, aku mau wawancara Bu Shinta," jawabku.
"Emang bu Shintanya kemana?"
"Masih keluar," jawabku.
Lalu obrolan berganti dengan masalah politik. Mahasiswa itu memang pandai dan paham soal gerakan mahasiswa dan politik. Aku dengerin saja, karena sebenarnya hatiku cemas menunggu bu Shinta yang tak juga muncul.
"Terus kamu ke sini mau ngapain?" tanyaku.
"Gini Mbak, aku nyaris DO, sudah tak ada biaya untuk kuliah lagi. Aku mau minta beasiswa dari Gus Dur?"
"Oh, masih sodara sama Gus Dur?"
"Ya enggaklah. Namanya juga usaha Mbak, siapa tahu Gus Dur mau kasih uang kuliah, Gus Dur kan orangnya baik, tanggung tinggal dikit lagi lulus," ujarnya memelas.
"Iya sih, apa salahnya mencoba, tetapi betul kan buat bayar kuliah?"
"Ya iyalah, masak aku mau bohongin Gus Dur..."
Aku mengangguk-angguk. Kupandangi wajah mahasiswa itu. Matanya balik menatapku. Itu artinya dia berkata jujur. Dalam hatiku berbisik, Duh Gus Dur sampai segitunya beliau dicintai masyarakat. Miss you so much, Gus.
Jakarta, 25 April 2013

No comments:

Post a Comment