Tuesday, April 23, 2013

HUKUM OLAH RAGA

Pozank Bin Puzink >>> KLASIFIKASI JENIS PERMAINAN DAN OLAHRAGA

Dari sekian macam cabang permainan dan olah raga yang ada, dapat dibagi menjadi dua:
1. Sarana / alat untuk berperang seperti: pacuan kuda, unta, gajah (musabaqoh) dan memanah, menembak (munadlolah) dll. Hukum mengikutinya sunat baik ada janji iwadl atau tidak. 2. Bukan sebagai sarana/alat untuk berperang seperti. Yang kedua ini dapat dikelompokkan menjadi 4:
1.Permainan yang membahayakan seperti tinju, panjat tebing, gulat, akrobat (sircus), terjun payung, pencak silat, tinju, matador dan sebagainya. Hukum mengikuti permainan ini boleh selama ada penyangkaan kuat akan keselamatan sang pemain dan tidak ada perjanjian iwadl.
2.Permainan yang mengandalkan kepandaian otak seperti catur. Permainan ini boleh selama tidak menjadikan lalai meninggalkan sholat dan tanpa ada iwadl.
3.Permainan yang mengandalkan keberuntungan semata seperti dadu, domino, remi, yang hukum mengikutinya mutlaq haram.
4.Permainan yang menggunakan hewan. Dan permainan ini mungkin terjadi:
Menyakitkan hewan seperti: adu domba, kerapan sapi (sesuai kabar yang diterima), sambung ayam dll. Hukum permainan haram mutlaq.
Tidak menyakitkan hewan seperti adu burung (manggung)i dll. Permainan ini boleh bila tanpa iwadl.

A. HUKUM GULAT, TINJU DAN FOOT BALL.

Olahraga gulat diperbolehkan selama tidak ada iwadl dalam perjanjian akad, kecuali bila mengikuti ulama’ yang mengatakan boleh mengeluarkan iwadl dengan bertendensi dari lahiriyah hadits kisah Rasulallah yang melakukan gulat dengan Rukanah yang menjanjikan iwadl. Adapun tinju yang notabene-nya membahayakan seperti memukul kepala, juga diperbolehkan selama ada penyangkaan kuat akan keselamatan seperti pemain memakai helm pengaman, tidak menimbulkan permusuhan dan tidak ada perjanjian iwadl.

selanjutnya cabang yang paling banyak menyedot perhatian insan dunia; sepak bola. Sepak bola seperti keterangan diatas adalah terkategori olahraga yang bukan sarana perang dan hukumnya diperbolehkan selama tidak ada ‘iwad. Lalu bagaimana dengan menontonnya? Jika pemain dapat menutup aurat, maka tanpa memandang penontonnya apakah sejenis atau tidak hukumnya diperbolehkan. Dasar diperbolehkan menonton pemain yang tidak sejenis adalah kisah sayyidah Aisyah ra. yang pernah menonton permainan perang-perangan (hirobah) yang dilakukan oleh shahabat laki-laki, beliau bukan melihat aurat tapi gerak permainan.

B. ATLET WANITA 

Olahraga yang menjadi sarana perang sangat dianjurkan bagi laki-laki sebagai sang ahli jihad. Namun bagi kaum hawa yang terang bukan ahli jihad tentu hukumnya berbeda. Jika mereka melakukan musabaqoh atau munadlolah atas dasar perjanjian ‘iwadl, maka ulama’ khilaf; sebagian mengatakan haram dan sebagian lain mengatakan makruh, dan bila tanpa ‘iwadl hukumnya hanya makruh. Semua itu dengan catatan tidak terdapat unsur tujuan tasyabbuh dengan laki-laki. Menilik alasan bahwa wanita bukan ahli jihad maka semua permainan atau olahraga selain sarana perang juga diperbolehkan bagi mereka selama tidak ada iwadl dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum diatas.

Lalu bagaimana bila olahraga yang diikuti kaum hawa adalah sepakbola, tinju, angkat besi, binaraga dan gulat? Olahraga yang penulis sebutkan adalah jenis olahraga yang identik dengan kekasaran yang menjadi ciri khas laki-laki pun pula sangat bertentangan dengan karekter wanita yang lembut penuh perasaan. Untuk itu olahraga tersebut tidak boleh dilakukan oleh wanita karena alasan tasyabbuh. Kecuali keadaan berubah seperti yang terjadi dinegara-negara kiblat sepak bola benua Eropa. Hukum diatas lepas dari mungkarat yang hampir pasti wujud disetiap pertandingan-pertandingan.

C. KONSEKWENSI BEROLAHRAGA 

Setiap sebab pastilah akan menimbulkan akibat (musabbab), baik akibat tersebut menjadi tujuan atau tidak. Dalam permainan gulat dan tinju misalnya, hal-hal yang tidak diinginkan sangat mungkin terjadi, seperti retak tulang dan nyawa melayang. Dan dalam hal ini tentu cedera atau kematian tersebut biasanya dilakukan oleh lawan main. Oleh karenanya, fiqh secara tegas menuntut tanggung jawab dari pemain lawan tersebut dengan harus membayar diyat atau qishos sesuai dengan unsur sengaja atau tidaknya (khotho’), lantaran antar pemain tidak memberi izin secara lisan kepada lawannya akan adanya akibat buruk yang akan menimpa. Sedangkan melakukan tackling untuk mengambil bola yang dikuasai lawan yang lazim ada dalam permainan sepak bola hukumnya adalah haram apabila ada unsur sengaja. Lalu akibat dari tackling tersebut hukumnya sama dengan akibat dalam gulat yakni tanggung jawab qishos atau membayar diyat.

D. RITUAL MENDATANGI DUKUN ATAU MAKAM KERAMAT.

Untuk menambah kepercayaan diri dalam bertanding, mendapatkan kekuatan supranatural yang menjadikan tambah kuat dan mendapat berkah atau sekedar mohon do’a restu adalah sebagian dari sekian tujuan seorang pemain/atlet yang akan melakoni pertandingan atau pertarungan. Mereka begitu bersemangat pergi ke tempat orang-orang linuweh, paranormal atau makam-makam yang dianggap keramat. Lalu haramkah semua ini??? 

Seseorang yang memohon kepada Allah dengan menjadikan seorang yang sholih atau amal sholih sebagai tawassul hukumnya sunat dan dianjurkan. Dan apabila memohon kepada seseorang baik yang sudah mati atau belum namun dia tetap mengi’tikadkan bahwa Allahlah yang dapat memberi manfaat atau madlarat, maka permohonan semacam ini tidaklah diharamkan meskipun tidak baik. Ketentuan ini sama halnya ketika kita minta “ilmu kekebalan tubuh” sama mbah yai. Bahkan jika sekedar “ngalap barokah” kepada para waliyullah malah sangat dianjurkan. Sedangkan apabila dia beri’tikad bahwa orang tersebut bisa memberi manfaat atau madlarat, secara tegas hukumnya haram dan orang tersebut kufur. Tafsil ini pun juga berlaku untuk kebiasaan atlet diatas, karena kita tidak bisa mengklaim yang dilakukannya adalah haram dengan tanpa memandang sisi tujuan.

E. KEDUDUKAN WASIT DAN HAKIM GARIS

Dalam pertandingan sepak bola atau tinju yang resmi wasit adalah sebuah keharusan. Wasitlah yang akan memimpin jalannya pertandingan sebagai sang pengadil lapangan.

Wasit dalam kaca mata fiqh bisa berstatus muhakkam apabila diangkat secara lisan oleh kedua belah pihak yang akan bertanding. Dan jika tidak diangkat oleh kedua pihak seperti ketika pertandingan diatur dan dijadwal oleh panitia atau organisasi yang mengurusi olahraga maka wasit hanya berstatus sebagai rais atau mudir yang diberi hak mengatur semua yang ada dalam lika-liku pertandingan, mulai dari memberi peringatan sampai menentukan sah dan tidaknya gol. Sedangkan status hakim garis adalah sebagai syahid.

B. ANGGARAN NEGARA UNTUK OLAHRAGA 

Setiap tahun pemerintah pusat maupun daerah telah menetapkan anggaran khusus untuk cabang olahraga. PSSI misalnya sebagai induk cabang sepakbola Nasional setiap tahunnya harus mengeluarkan kocek -selain subsidi dari sponsor utama- untuk club-club peserta ligina, pembinaan team PSSI junior, membantu klub juara liga ketika mengikuti piala champion dll. Sementara pemerintah derah pun juga harus memberikan dana milyaran untuk menyokong club atau cabang olahraga di daerah.

Sebenarnya bolehkah menggunakan uang negara untuk urusan yang kadang banyak terjadi kemungkaran-kemungkaran? Jawabnya tentu; jika ada maslahah maka boleh dan jika tidak ada maslahah tentu tidak boleh. Dan kami menganggap penggunaan uang negara tersebut hukumnya haram karena tidak adanya maslahah apalagi jika banyak terjadi kemungkaran.

E. MENGGELAR EVENT OLAHRAGA 

Diakui atau tidak, olahraga adalah hiburan masyarakat yang bisa menghilangkan segala kepenatan aktifitas sehari-hari agar tidak cepat stres. Perhelatan akbar dari berbagai cabang olahraga yang diadakan oleh pemerintah diakui sangat menghibur mereka para maniak olahraga, meskipun pemerintah sendiri kadang harus menanggung kerugian lantaran pemasukan tidak sepadan dengan pengeluaran.

Entah atas dasar apa pergelaran tersebut, yang jelas dari semua macam event olahraga baik berskala nasional seperti Liga Indonesia maupun internasinal seperti piala Tiger semua masuk dalam satu lintas hukum yaitu: jika cabang olahraga yang diadakan mengarah pada persiapan jihad maka mengeluarkan uang negara diperbolehkan, dan bila tidak begitu maka boleh selama ada maslahah serta dalam setiap pertandiangan tidak terdapat kemungkaran-kemungkaran. Kalaupun toh ada maslahah, pemerintahpun tetap harus memperhatikan dan lebih mengutamakan maslahah yang lebih penting dan krusial seperti membangun jalan-jalan yang rusak, penanganan tuna wisma dan orang gila dll,

F. SANGSI KEPADA CLUB

Sudah menjadi aturan tertulis dalam organisasi olahraga baik cabang sepak bola atau basket, apabila diantara pemain atau suporter pendukung ada yang melakukan kesalahan seperti mencederai lawan, melakukan doping atau jika superter, mereka turun mengganggu jalannya pertandingan, maka berhak mendapat sangsi yang telah ditentukan oleh induk cabang olahraga tersebut. Bahkan kadang club yang dibela pemain atau yang didukung suporter yang juga harus menanggungnya.

Dalam Fiqh Islam tidak dikenal hukum “kesalahan seorang tapi sangsi dibebankan kepada orang lain”. Suporter -seperti Juventini, Bonek Mania dll.- bukanlah termasuk komponen club, oleh karena itu ketika suporter melakukan kesalahan yang sampai harus mendapat sangsi seperti harus membayar segala kerugian atau harus melakoni pertandingan usiran yang ditanggung club, maka sangsi tersebut tidak benar. Kemudian apabila club harus didenda akibat kesalahan pemainnya, maka baik pemain atau pelatih berstatus ajir (sewa) atau tidak hukumnya sama dengan suporter diatas.

G. STATUS PIALA DAN SABUK JUARA.

Piala bergilir dan sabuk emas adalah materi permasalan disini. Jika kita menengok piala UBER, THOMAS atau gelar tinju WBA, pasti kita akan tahu bahwa piala atau sabuk tersebut harus dilepas saat sang kampiun kalah. Sikap Islam mengenai point masalah ini adalah sebagai berikut; Pihak penyelenggara adalah orang yang punya wa’du (janji) memberi pinjaman (ariyah) berupa piala atau sabuk juara kepada siapa yang menjadi jawara sampai kembali diadakan pertandingan perebutan. Berarti piala atau sabuk juara tersebut berstatus muar (pinjaman) yang tidak bisa dijual. Hal ini sesuai dengan kenyataan, yakni ketika sang juara bertahan kalah maka harus menyerahkan piala atau sabuk tersebut kepada sang juara baru.

G. MENJUAL CLUB

Bagi mereka maniak bola bukanlah hal asing saat mendengar club dijual. Klub yang mengalami kebangkrutan akibat pengeluaran dan pemasukan yang tidak seimbang atau sponsor utama sebagai pemasok dana kebutuhan club bangkrut akhirnya membuat pemilik klub terpaksa harus menjual clubnya baik sebagian atau semuanya.

Membahas kasus penjualan klub ini dapat ditilik melalui bab iktishos yang berupa hak asbaq. Jika club adalah sebuah organisasi, maka club termasuk ikhtishos yang tidak boleh dijual, namun bisa dilepas tangan melalui tanazul. Secara de facto menjual club saat ini biasanya termasuk juga pemain, pelatih dan aset yang dimiliki klub dalam lembar saham. Jika benar demikian tentu penjualan tersebut sah dan masuk qaidah tafriqushhofqoh yakni dua akad dengan satu harga; club lewat tanazul, pemain dan pelatih lewat ijaroh dan aset lewat bai’.

H. SIKAP PEMERINTAH TERHADAP TINJU NASIONAL.

Kenyataan dalam bertinju, pemainnya ada yang memakai helm dan ada yang tidak. Biasanya yang tidak memakai helm rentan sekali cedera bahkan bisa sampai nyawapun melayang. Sedangkan yang memakai helm frekwensi cederanyapun relatif sangat kecil. Seperti yang telah dipaparkan diatas mengenai hukum bertinju, maka disinipun tetap merujuk hukum diatas. Jika big macht dilakukan antar pemain mahir versus pemain mahir atau semua memakai helm pengaman dan terjadi kecelakaan, maka pemerintah tidak berhak melarang lantaran hukum tinjunya tidak haram. Namun yang menjadi polemik adalah yang mati terkategori ahli maksiat atau syahid? Dalam menyikapi kasus ini tampaknya ulama’ berbeda. Sedangkan apabila petinjunya tidak mahir maka wajib bagi pemerintah melarang, karena bertinju hukumnya haram.

I. ATLET PELATNAS

Dengan segala upaya untuk mengharumkan dan mengangkat nama bangsa dimata Internasional, pemerintah melalui olahraga menjaring pemain-pemain berbakat untuk dibina dalam pelatnas melalui induk cabang olahraga yang mengurusinya, seperti dalam bulu tangkis ada PBSI dll. Setelah mereka melewati porsi latihan yang ditatapkan pelatih masing-masing atau dikirim berlatih ke negara lain, merekapun dijadikan duta bangsa lewat diikut sertakan dalam event-event internasional seperti Olimpiade, Asian Games dsb. Dan ketika menjadi jawara atau kampiun merekapun mendapat hadiah dan medali. Lha yang jadi masalah untuk siapa hadiah tersebut? Kita tahu bahwa mereka bermain untuk dan atas nama negara, jadilah mereka pekerja atau pegawai negara. Dengan begitu hadiah yang diterima menjadi milik negara, kecuali jika hadiah khusus (bonus) atau jika mereka bermain atas nama pribadi. Sedangkan perjanjian potong pajak negara sebenarnya adalah; jika mereka bermain untuk dirinya sendiri, maka tidak boleh ada potong pajak kecuali atas dasar kerelaan, kemudian jika bermain untuk negara maka jika –misal- hadiah yang diterima 100 juta dan dipotong pajak 30 % maka yang 70 % tidak boleh atau haram diterima atlet, karena semua hadiah tersebut adalah milik negara dan pemerintah memberikan hadiah kepada atlet tersebut tidak ada dasar maslahah.

WA IBAROTUHA

Alat atau sarana perang
( ألباجوري :2/307)
( قوله وتصح المسابقة ) أي بعوض وبغيره على تفصيل يأتي في العوض كما سيذكره المصنف وسيدخل عليه الشارح بقوله واعلم إن عوض المسابقة الخ وقوله على الدواب أي التي تنفع في القتال _ إلى أن قال _ وبينه بالأنواع الخمسة فلا تجوز المسابقة على غيلرها .

Permainan berbahaya , perkiraan , pemikiran dan menyakitkan hewan.
( الفتاوي الكبرى : 4 / 262)
اهـ فعلم منه ما قلناه لإن التردد بالسيوف والرماح ومراماة الأحجار السهام قد يقع فيها جرح وهلاك ومع ذلك لم ينضروا إليه لغلبة السلامة وكونه نافعا للحرب ليس هو العلة في التجويز مطلقا وإنما هو علة بالتجويز بعوض ألا ترى إلى تجويزهم والمراماة بالسهام والأحجار بلا عوض مع عدم نفيها في الحرب وليس علة ذلك إلا غلبة السلامة فيها فهكذا ما في السؤال يجوز لغلبة السلامة وإن فرض أنه غير نافع في الحرب وليس هذا من الإشارة على مسلم بالسلاح المنهي عنها لأن محل النهي في إشارة مخيفة أو يتولد عنها الهلاك قريبا غير نادر كما هو ظاهر.

( ألسرقاوي : 2/424_ 425)
بخلاف الطاب فحرام مطلقا وكذا مهارسة الديكة ومناطحة الكباشلأنه سفه ومن فعل قوم لوط الذين أهلكهم الله تعالى بذنوبهم الخ.

( نهاية المحتاج : 8 / 295 )
( ويحرم اللعب بالنرد على الصحيح ) لخبر مسلم ( من لعب بالنرد كأنما غمس يده لحم خنزير ودمه في رواية لأبي داود ( وقد عصى الله ورسوله ) وهو صغيرة وفارق الشطرنجي بأن معتمده الحساب الدقيق والفكر الصحيح ففيه تصحيح الفكر ونوع من التدبير. ومعتمد النرد الحزر والتخمين المؤدي إلى غاية من السفاهة والحمق . قال الرافعي ما حاصله : ويقاس بهما ما في معناهما من أنواع اللهو
.
Gulat , Tinju dan Foot ball
البجيرمي على الخطيب: 4/294
تنبيه: يحل اصطياد الحية من الحاذق في صنعته – إلى أن قال – ويؤخذ من كلامه أيضا حل أنواع اللعب الخطرة من الحاذق بها أي كالبهلوان حيث غلب على ظنه سلامته وإذا مات يموت شهيدا ويحل التفرج عليه حيث جازت وإلا فلا. 

(الجمل: 5/280)
ومع كونه حلالا إذا مات فاعله يكون عاصيا إذ الشرط سلامة العاقبة ومنه المسمى بالبهلوان ولا عبرة بظن يتبين خطؤه ويحل التفرج على ذلك حينئذ.

ألشرقاوي : 2 / 424
وكذا لعب البهلوان وكل أنواع اللعب الخطرة كالحكم فتجوز من الحاذق العارف بها حيث خلت عن الخصام المعروف عند اهلها وغلبت السلامة. 

الباجوري: 2/306-307
الأصل بالمسابقة وتصح المسابقة على الدواب أي على ما هو الأصل قوله وتصح المسابقة أي بعوض وغيره على تفصيل يأتي بالعوض كما سيذكره المصنف وسيدخل عليه الشارح بقوله واعلم أن عوض المسابقة الخ. وقوله على الدواب أي التي تنقع في القتال –إلى أن قال- وبينه بالأنواع الخمسة فلا تجوز المسابقة على غيرها الخ.

(نهاية المحتاج : 6 / 191)
قلت : ألأصح التحريم كهو ) أي كنظره ( إليها و الله أعلم )_ إلى ان قال _ وليس في حديث عائشة أنها نظرت وجوههم وابدانهم وإنما نظرت لعبهم وحرابهم , ولا يلزمه تعمدنظر البدنوإن وقعت من غير قصد صرفته حالا.

Atlet wanita

الجمل : 5/250 
قوله للرجال المسلمين قال الصيمري ولا يجوز المسابقة بين رجل وامرأة كما لا تجوز بين اثنتين قال غيره ولو بلا عوض ومما ينازعه ما سيأتي بمسابقة عائشة للنبي صلى الله عليه وسلم الذي يتجه الجواز حيث لم تقصد التشبه بالرجال.

Konsekwensi berolahraga

(غسعاد الرفيق : 99
(و)منها ( الضرب) لمسلم أو ذمي (بغير حق)أي مسوغ شرعي _ إلى ان قال _ وقال عليه الصلاة والسلام : إن الله يعذر الذين يعذبون الناس في الدنيا: وفي رواية يعذبون وهي اعم من تعذيب الناس وغيرهم . وقال عليه الصلاة والسلام : لا يقف أحدكم موقفا يضرب فيه رجلا فإن لعنة الله تنزل على من حضره حيث لم يدفعوا عنه . 

(إعانة الطالبين : 4/ 120)
(فرع) لو تصارعا مثلا ضمن بقود أو دية كل منهما ما تولد في الأخر من الصراعة لأن كلا لم يأذن فيما يؤدي الى نحو قتل او تلف عضو قال شيخنا ويظهر انه لا اثر لا عتياد ان لا مطالبة في ذلك بل لا بد في انتفائها من صريح الإذن .
Ritual
(غاية المسترشدين : 297)
وعبارة ك وأما التوسل بالأنبياء والصالحين وهو أمر محبوب ثابت في أحاديث الثابتة وقد أتبكوا على طلبه بل ثبت التوسل بالأعمال الصالحة وهي أعراض فبالذوات أولى أما الجعل وسائط بين العبد وبين ربه فإن كان يدعوهم كما يدعو الله تعالى بالأمور فيتاكد تأثيرهم في شيئ من دون الله فهو كفر وإن كان مراده التوسل بهم إلى الله تعالى في قضاء مهماته مع اعتقاده أن الله هو النافع الضار المؤثر في الأمور فالظاهر عدم كفره وإن كان فعله قبيحا . 
(حاشية الصاوي : 3/ 281)
(ولا تدع ) تعبد( مع الله إلها أخر لا إله إلا هو كل شيء هالك إلا وجهه. قوله تعبد : أشار بذلك إلى أن المراد بالدعاء العبادة وحينئذ فليس في الأية دليل علي ما زعمه الخوارج من ان الطلب من الغير حيا او ميتا شرك فإنه جهل مركب لأنه سؤال الغير من حيث إجراء الله النفع والضرر على يده قد يكون واجبا لأنه من التمسك بالأسباب ولا ينكر الأسباب إلا جحود او جهول

(حاشية الصاوي : 3/ 291)
قوله (يرجون نفعها ) هذا هو وجه الشبه _إلي ان قال _ وحمل المفسر ألأولياء علي الأصنام مخرج لللأولياء بمعنى المتولين في خدمة ربهم , فإن اتخاذهم بمعنى التبرك بهم والإلتجاء لهم والتعلق بأذيالهم مأمور به و وهم اسباب عادية تنزل الرحمات والبركات عندهم لابهم خلافا لمن جهل وعاند وزعم ان التبرك بهم شرك .

Wasit dan hakim garis
(البجيرمي على الخطيب : 5/272) 
ويندب أن يكون عند الغرض شاهدان على ما وقع من إصابة أو خطأ وليس لهما أن يمدح المصيب ولا أن يضم المخطأ لن ذلك يحل بالنشاط ويمنع أحدهما من أذية صاحبه بالتبجح والفخر عليه

(قليوبي وعميرة : 4/270)
فرع: يندب حضور شاهدين عند الغرض يشهد على المصيب والمخطئ ويطلب منهما عدم مدح الأول وعدم ذم الثاني.

(الأدب النبوي: 96)
أولو الأمر هم الذين وكل إليهم القيام بالشؤن العامة , والمصالح المهمة فيدخل فيهم كل من ولى أمرا من أمور المسلمين من ملك ووزير ورئيس ومدير ومأمور وعمدة وقاض ونائب وضابط وجندي وقد أوجب الرسول صلى الله عليه وسلم السمع لأوامر هؤلاء والمبادرة إلى تنفيذها سواء كانت محبوبة له أم بغيضة إليه .

(الأدب النبوي : 205)
الشرح: الرعية أمانة في يد الراعي يجب عليه القيام بحفظها وحسن التعهد لها والعمل لمصلحتها ممن ولاه الله شؤون الخلق من ملك وأمير ورئيس ووزير ومدير ومأمور –إلى أن قال- يجب عليه أن يحوطهم بنسخه –إلى أن قال- فليكن لنفوسهم واقيا ومالهم راعيا ولعرضهم ضائنا ويضرب على أيدي المفسدين بيد من حديد لا يحركها إلا التربية والتأديب . 
Anggaran negara untuk olahraga
( ألأشباه و النظائر : 83)
تصرف الإمام منوط بالمسلحة

Menggelar event olahraga
( ألباجوري : 2/ 309)
ويجوز شرط المال من غير المتسابقين من الإمام أو الأجنبي كأن يقول الإمام من سبق منكما فله علي كذا من مالي أو من بيت المال ويكون ما يخرجه من بيت المال من سهم الصالح وكأن يقول الأجنبي من سبق منكما فله علي كذا لأنه من بذل المال على طاعة.

( الأشباه والنظائر: 84)
( ومنها ) أنه لا يجوز له أن يقدم من بيت المال غير الأحوج إلخ
Sanksi kepada club
( التفسير المنير : 1/474)
( ولا تزر وازرة وزر أخرى )أي لا تحمل نفس حاملة للإثم أثم نفس أخرى بطيبة النفس حتى يمكن تخلص النفس الثانية عن إثمها ولكن يحمل عليها القصاص فلا تؤخذ نفس أخرى فكل واحد مقتص بذنب نفسه وهذا قطع لأطماع الكفار حيث كانوا يزعمون أنهم إن لم يكونوا على الحق فالعقاب على أسلافهم الذين قلدوهم الدين الفاسد

Ø Status piala dan sabuk penghargaan
( ترشيح المستفيدين : 263)
تتمة: تجمع على أن الوفاء بالوعد بالخير مطلوب وهل هو مستحب أو واجب ذهب الثلاثة إلى الأول وإن في تركه كراهة شديدة وعليه أكثر العلماء قال مالك إن اشترط الوعد بسبب كقوله تزوج ولك كذا ونحو ذلك وجب الوفاء به وإن كان الوعد مطلقا لم يجب اهـ رحمة واختار وجوب الوفاء عن الشافعية تقي الدين السبكي كما مر ذلك في البيع في بيان بيع العمدة. 

( البيجيرمي : 3/280)
والشرط الثالث مملوك أي أن يكون للعاقد عليه ولاية فلا يصح بيع فضول وإن أجازه المالك لعدم ولايته على المعقود عليه (قوله أن يكون) إنما فسر بذلك لأن كلام المتن قاصر على الملك فأشار إلى أن المدار على الولاية بملك أو وكالة أو ولاية كالأب والجد والوصي مثلا أو إذن من الشارع كالملتقط فيما يخاف فساده فله بيعه. 

ا( ألأشباه والنظائر: 196) 
األسادسة الملك إما للعين والمنفعة معا وهذا الغالب أو للعين فقط –إلى أن قال- وإما للمنفعة فقط كمنافع العبد الموصى بمنفعته أبدا وكالمستأجر والموقوف علىمعين وقد يملك الانتفاع دون المنافع كالمستعير والعبد الذي أوصي بمنفعته مدة حياة الموصى له –إلى أن قال- ومن ملك الإنتفاع فليس له الإجارة قطعا ولا الإعارة في األأصح.

Ø Menjual club
( ألأشباه والنظائر: 191)
القول في الملك وفيه مسائل الأولى في تفسيره وقال ابن السبكي هو حكم شرعي يقدر في عين أو منفعة يقتضي تمكن من ينسب إليه من انتفاعه والعوض عنه من حيث هو كذلك –إلى أن قال- وخرج أيضا الإختصاص في المساجد والربط ومقاعد الأسواق إذ لا ملك فيها مع التمكن من التصرف . 
( نهاية المحتاج للرملي : 5/ 336)
ومن شرع في عمل إحياء ولم يتمه _ إلى أن قال _ لكن الأصح انه لا يصح بيعه ولا هبته كما قاله الماوردي خلافا للدارمي لما مر من أنه غير ملك وحق التملك لايباع كحق الشفعة والثاني يصح بيعه وكأنه باع حق الإختصاص .

( مجلة مجمع الفقه الإسلام : 3/ 2374)
فخلاضة الحكم في بيع حق الأسبقبة أنه وإن كان بعض الفقهاء يجوزون هذا البيع ولكن معظمهم على عدم جوازه ولكن يخوز عندهم النزول عنه بمال على وجه الصلح والله سبحانه أعلم.

( ألأشباه والنظائر : 76)
( فصل ) ومن هذه القاعدة تفيق الصفقة وهي إن تجمع في عقد بين حرام وحلال وتجري في أبواب وفيها غالبا قولان أو وجهان أصحهما ألصحة في الحلال والثاني البطلان في الكل .

Ø Sikap pemerintah terhadap tinju
( ألأدب النبوي : 47)
فإمام الناس من ملك أو أمير راع كفيل وحافظ امين مسؤل عن أهل مملكته أو امارته فعليه اقامة العادلة فيهم وردالحقوق لأربابها واحترام حرياتهم في دلئرة الحق والأدب واستشارتهم في الأمور وأللإجتماع لنصائحهم والذود عن كرامتهم والحرص على مصالحهم والدفاع عن حقوقهم وفتح الأبواب لمعايشهم وتذليل السبل لتنمية ثروتهم والضرب على أيدي الناس المفسدين والتنكيل بالمجرمين الخائنين والعمل على قطع الفساد في الأرض ومنع الجرائم منها إلى غير ذلك مما ترقى به المة وتسلم من الأضرار .

Ø Atlet pelatnas
(ألأشباه والنظائر : 84 )
( مسئلة ) يصح الإستئجار لكل مالا تجب له نية _ إلى أنقال _ لا القضات والإمامة ولو في نفل فيما يعطاه الإمام على ذلك فمن باب الأرزاق والمسامحة فلو امتنع المعطي من إعطاع ما قلالاه لم تجز له المطالبة به ولا لعقد النكاح كالجعالة عليه الخ .

( إسعاد الرفيق : 2/ 57)
ومنها أكل ما يدخل على الشخص بسبب ( المكس ) وهو ما ترتبه الظلمة من السلاطين في أموال الناس بقوانين إبتدعوها .

( إسعاد الرفيق : 2/ 97)
( والغضب ) وهو الإستيلاء علي حقوق الغير ظلما _ إلى أن قال _ ولقوله عليه الصلاة والسلام لا يحل لأحد أن يأخذ عصا أخيه بغيلر طيب نفس منه

  • Www.Piss-KTB

Link asal : https://www.facebook.com/groups/Fiqhsalafiyyah/permalink/485311661540194/

No comments:

Post a Comment