Saturday, July 20, 2013

Kunang-Kunang di Tepi Jendela

Kunang-Kunang di Tepi Jendela
Oleh: Ririn Widiya


Mendung itu seakan tahu isi hatiku dalam kesendirian ini. Aku duduk termenung menatap langit dari balik jendela. Rintik hujan perlahan-lahan membasahi bumi. Aku menunggu kunang-kunang yang setia menemaniku setiap malam. Secercah air hujan membasahi mukaku. Segar kurasakan perlahan. Aku tersadar, ini masih sore, hanya gelap karena mendung seakan mirip malam hari. Dingin semakin menusuk. Aku segera beranjak pergi menuju taman.
Masih kuingat tepat jam 4 sore di taman ini sebulan yang lalu dia memutuskan sepihak hubungan yang sudah dibangun selama 3 tahun denganku. Dia “Ardhani” tanpa alasan yang jelas pergi meninggalkanku. Aku duduk di taman saat sebulan yang lalu Aku bertemu dengannya. Hujan semakin deras Aku tidak peduli. Sungguh Aku tidak peduli. Apakah ini yang dinamakan “Patah Hati”. Aku ditemani hujan deras, menggigil kedinginan.
Tiba-tiba datang sesosok pria misterius dari ujung jalan sambil berteriak. “Hai, siapa disana! Ini tempatku, bukankah tiap hari jumat jam 4 sore Aku standbay disini! Pergilah.” kata pria itu dengan tidak sopan. “Apa maksudmu, ini taman milik pemerintah. Tempat umum, apa kamu yang membeli tempat ini. Jangan sembarangan ya? Aku warga sini jadi aku berhak duduk disini”, jawabku kesal.
Hujan mulai reda, hanya sedikit rintik membasahi bumi. “Kalau dipikir-pikir ngapain ya seorang gadis sore menjelang malam di sini, kecuali gadis itu sedang stress” katanya sambil senyum-senyum menggodaku. “Kurang ajar sekali kau, terserah apa katamu, aku akan tetap duduk di sini”, jawabku santai. Entah apa yang akan dilakukannya, sebenarnya aku penasaran juga tetapi aku malas bertanya padanya. Hampir setiap hari aku ke sini. Semakin hari, hatiku semakin sakit. Apalagi saat mengingat kenangan indah bersamanya. Aku masih melamun ditemani sisa rintik air hujan. “Heiii, kau dengar aku tidak?” celotehnya sambil teriak ke arahku.
Aku diam, masa bodoh dengan permintaannya agar aku pergi dari sini. Aku pun tak menolehnya. Aku bagaikan orang stress dengan pikiran kosong. Baru kali ini aku pacaran dan baru kali ini aku sakit hati. Kalau tidak ingat dosa, tidak ingat orangtua mungkin aku sudah bunuh diri. Oh tidak, bodohnya kalau aku melakukan hal itu.
“Kau sedang patah hati ya?” ujarnya sambil memandang ke arahku. Tiba-tiba dia duduk di kursi taman tempatku duduk. “Bukan urusanmu,” jawabku ketus. “Iya kan, benar kan?” ujarnya sambil sedikit menggodaku. “Kalau iya kenapa? Apa kau bisa menyembuhkan luka di hatiku,” jawabku sambil teriak ke arahnya.
“Aku juga pernah mengalaminya,” katanya perlahan. “Siapa namamu?” tanyaku penasaran. “Namaku David, siapa namamu?” katanya sambil mengajakku bersalaman. “Namaku Rena, Rena Pramitha,” jawabku sambil bersalaman. “Maafkan aku telah menggunakan tempatmu,” kataku menunduk. “Eh, lihat ada pelangi! Indah sekali padahal matahari sudah tidak kelihatan, tetapi langit begitu cerah ditambah hiasan pelangi menambah indahnya panorama alam.”
Kami terdiam sambil memandang pelangi yang sangat indah. Tiba-tiba David membuka tasnya yg ternyata berisi biola. Jadi selama ini tempat ini menjadi sarana bermain biola untuknya. “Kalau kau tidak suka mendengarkan biola, pergilah, tidak apa-apa” katanya perlahan. “Aku suka mendengarkan biola, apalagi di saat suasana hatiku sedang kacau. Ambil alat gesekmu, mainkanlah” kataku sambil memperhatikannya. Ternyata David begitu rupawan. Cakep banget, mirip “Won Bin” aktor korea yang main di serial “Endless Love” hanya perasaanku atau memang benar adanya. Aku memandanginya sambil tersenyum.
Tiba-tiba David memainkan alat musiknya dengan sangat indah sekali. Alunan nada khas biola yang begitu merdu. Dia memainkan instrument dari film “Endless Love”, aku pikir biola cocok sekali dengannya dengan perawakan tinggi kulit kuning. Aku mendengarkan sambil memandang wajahnya. Sungguh indah sekali, tak terasa air mataku menetes perlahan. Dia masih terus memainkan. Dia sangat menikmati biolanya. Aku mengkhayal bebas membayangkan berada di suatu pentas musik bersamanya.
“Pulanglah, sudah hampir maghrib, tidak baik bagi wanita berada di tempat ini,” katanya memecah lamunanku sambil menghentikan musik biolanya. “Aku masih ingin disini. Aku tidak mau pulang. Aku senang bersamamu meskipun kita baru saja kenal. Aku merasa kita sudah kenal lama sekali” jawabku. “Aku juga merasakan hal yang sama,” katanya sambil tersenyum. Dia jauh lebih baik dari Ardhian. Sepertinya aku terlalu bodoh hingga mau memilih Ardhian si dekil item jelek tukang selingkuh itu. Aku sangat menyesal, seandainya waktu bisa diputar.
“David, aku hampir setiap hari kesini kenapa baru kali ini aku berjumpa denganmu? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyaku mengagetkannya. “Aku melihatmu sudah sejak lama. Aku kasihan padamu, bahkan saat melihatmu seminggu yang lalu saat kau mau mencoba bunuh diri rasanya aku ingin melindungimu.” jawabnya. Aku kaget, bahkan dia tahu aku sempat hampir bunuh diri. Aku sangat malu padanya.
“Dimana rumahmu David, boleh aku main ke tempatmu?” tanyaku mengagetkannya. “Jalan anggrek, no.18.” jawabnya pelan. “Kamu kenapa? Apa aku tidak boleh maen ke tempatmu?” kataku lirih. David pun mengajakku pergi. “Pulanglah, nanti orangtuamu mengkhawatirkanmu.” pintanya. David berlari pergi sambil berteriak. “Aku pulang ya, nanti malam aku akan mengirim pesan ke rumahmu melalui kunang-kunang, daaa”. Kunang-kunang, aku jadi teringat kunang-kunang yang setiap malam menemaniku di tepi jendela. Apakah itu kunang-kunang darinya. Hari hampir petang aku masih memandang ke langit. Tiba-tiba ibu menelponku dan membuyarkan lamunanku, ibu menyuruhku untuk pulang. Tadi aku mimpi apa tidak ya. David oh David kau sungguh mempesona.
            Hari ini hatiku lumayan tenang karena bertemu sesosok pria romantis yang baik hati. Mudah sekali aku jatuh cinta padanya. Rasanya sakit di hatiku sudah berkurang. Ibu pun terheran-heran dengan sikapku. Ah sepertinya aku jatuh cinta padanya jatuh cinta yang kedua dan ini lebih dalam dari sebelumnya, hmmm namanya “David”. Aku akan ke rumahnya besok. Aku duduk di tepi jendela menunggu kunang-kunang yang setiap malam menemaniku untuk mengucapkan selamat malam. Ye ye ye, kunang-kunang itu sudah datang. Selamat malam kunang-kunang, ini waktuku untuk tidur karena besok aku akan bertemu dengan David pagi hari gumamku dalam hati.
***
“Ibu aku pergi dulu ya,” kataku dengan wajah ceria. “Mau kemana, pagi-pagi begini, ayo sarapan dulu,” jawab ibu sambil membawakan makanan untukku. “Nanti David keburu pergi ke kampus bu, aku ingin ke rumahnya?” jawabku sambil berlalu pergi dengan mengayuh sepeda. “David siapa?” Tanya ibu. “Daaa ibu, nanti pulang aku cerita deh, oke”. Hatiku berbunga-bunga, hari ini aku akan bertemu David lagi. Sambil membayangkan sosok David yang begitu rupawan. Seandainya dia benar-benar menyukaiku gumamku sambil berkhayal.
            Pagi yang cerah secerah hatiku. Sambil mengayuh sepeda dengan kencang aku berangkat pergi ke perumahan kota di dekat taman. Mencari Jalan anggrek, itu kan perumahan orang-orang elit. Kebanyakan yang tinggal disitu adalah para pejabat dan para pengusaha yang jelas berduit gumamku dalam hati. Nah, ini dia Jl.Anggrek No.18. Saat aku lihat rumahnya besar sekali. Rupanya si David anak orang kaya. Mendadak minder antara ragu dan keinginan untuk bertemu David. Nekat aku pencet bel. “Ding Dong” (memencet bel sambil memejamkan mata).
            Seorang satpam berbaju rapi membukakan pintu gerbang untukku. “Mau bertemu dengan siapa nona?”, Satpam itu mengagetkanku seketika aku langsung membuka mata “Saya Rena pak, temannya David?” jawabku sambil tersenyum. “Tapi nona, tuan David..” kata satpam itu dengan wajah sendu. “Siapa pak hendri?” tiba-tiba dari seberang teras seorang wanita setengah baya keluar dari rumah mewah itu. “Non Rena nyonya,” jawab satpam pada majikannya. “Biarkan dia masuk saya ingin bicara dengannya?” jawabnya halus.
            “Silahkan duduk Rena,” jawab wanita paruh baya yang masih kelihatan cantik dan keibuan, sepertinya ini mamanya David. “Saya mamanya David, panggil saya Tante Mer. Sejak dua tahun yang lalu David selalu bercerita tentangmu, dia sangat menyukaimu.” katanya mengagetkanku. “Maksud tante, David sudah tahu aku sejak dua tahun yang lalu?” jawabku kaget. Senangnya ternyata David adalah “The Secret Admirer” dia pengagum rahasiaku seperti mimpi, kenapa tidak bilang dari dulu sih David. “Iya, kamu gadis yang manis tapi sayang kamu sudah memiliki kekasih sehingga David tidak berani mengungkapkan perasaanya padamu?” jawabnya membuatku terhenyak.
            “Tante, aku habis di putus sepihak dengan kekasihku. Dia sangat jahat, sudah dua tahun ini dia selingkuh di belakangku. Aku juga menyukai David tante. Kenapa baru kemarin aku bertemu dengannya. Dia pria yang baik. Dimana David sekarang tante?” jawabku nerocos sambil penasaran karena dari tadi David tidak muncul juga. Padahal aku sudah dandan begitu cantik begini. “Apa!!! kamu bertemu David kemarin? Itu tidak mungkin! mungkin kamu sedang berkhayal” jawab tante Mer kaget. “Kenapa tidak mungkin tante.” jawabku kaget.
            “Rena sayang, David… David sudah meninggal 40 hari yang lalu karena kecelakaan,” kata tante sambil meneteskan air mata. “Apa???, Benarkah tante???” jawabku shock dan setelah itu akupun pingsan. Setelah sadar, tante menceritakan semuanya dan memberikan sebuah buku diary miki David. Sebuah buku yang dipesankan David sebelum meninggal agar diberikan padaku. Jadi, siapa yang aku temui kemarin, ini khayal, tidak mungkin.
            Sepanjang perjalanan pulang aku menangis. Aku menangis tiada henti. Sesekali aku melihat lalu lalang orang beraktivitas. Saat melewati taman kota aku tak melihat siapa-siapa disana. Aku terus berjalan mengayuh sepedaku sampai ke rumah. Aku menangis sambil memeluk ibuku. Aku menceritakan semuanya pada ibuku. Kenapa David harus pergi, kenapa bukan Ardhian saja yang meninggal. Lalu siapa yang aku temui kemarin. Kata-kata yang terlontar spontan dari mulutku.
            Malam ini aku membaca diary di halaman pertama: “Pertama kali melihat gadis ini duduk di taman menunggu kekasihnya. Padahal baru saja aku melihat kekasihnya jalan dengan gadis lain. Gadis itu sangat manis dan lugu. Ingin rasanya aku melindunginya, tapi siapa aku.” Aku membaca sambil meneteskan air mata. Bahkan David tahu siapa sebenarnya Ardhian. Aku melihat ke jendela kunang-kunang yang aku tunggu masih belum datang.
            Aku melanjutkan membaca catatan demi catatan “Gadis itu berangkat ke sekolah sangat pagi sekali sambil mengayuh sepeda. Demi bisa tahu siapa dia aku pun ikut naik sepeda di pagi hari. Aku bertanya pada siswa-siswa yang sedang ada disana. Akhirnya dapat informasi, dia bernama Rena. Ingin sekali aku berkenalan dengannya. Sungguh dilemma buatku karena dia sudah punya kekasih.” Kenapa, kenapa semua ini terjadi padaku. Aku menangis menyesali semua yang terjadi. Aku masih terus melanjutkan membaca diarynya. Aku tidak peduli air mataku menetes terus menerus.
            “Aku bertemu lagi dengan gadis ini waktu pulang kuliah. Dia masih duduk di bangku SMA. Sepertinya dia baru saja menerima kelulusannya. Dia pulang sambil mengayuh sepeda. Aku mengikuti di belakangnya. Dia tidak melihatku karena aku ada di dalam mobil.” Akupun mengingat-ingat peristiwa ini. Aku ingat waktu itu ada mobil mercy hitam yang mengikutiku. Aku pikir dia penculik karena waktu itu sedang maraknya penculikan gadis di TV. Akupun melewati gang-gang kecil yang tidak bisa dilewati mobil. Ternyata itu kamu David. Seandainya aku tahu.
            Malam ini aku masih melanjutkan membaca catatan-catatan yang masih belum aku baca. Aku sangat mengkhayati catatannya. Dia pria yang sangat baik meskipun dia belum pernah pacaran. Dia sangat setia pada orang yang di cintainya. Aku sangat menyayanginya, tapi Tuhan lebih menyayangi dia. Begitu cepat Tuhan mengambilnya. Sampai malam ini belum ada kunang-kunang yang menghampiriku.
            Hampir selesai aku membaca diarynya, mungkin malam ini selesai. Aku kembali duduk di samping jendela menunggu kunang-kunang yang akan memberikan pesan David untukku. Yeaaaa, akhirnya kunang-kunang itu datang merapat di tepi jendela. Aku mengambilnya dengan penuh kerinduan seakan kunang-kunang itu bicara menyampaikan pesan David untukku: “Aku bahagia disini Rena, setidaknya aku sudah menyampaikan semua isi hatiku di buku diaryku. Aku meminta ibuku memberikannya padamu. Terimakasih telah membuatku mengerti apa arti cinta. Sampai jumpa Rena. Aku mencintaimu” (sama seperti kata-kata terakhir di buku diarynya). Terimakasih David telah memberikan cinta terakhirmu untukku.
Aku menangis tiada henti sepanjang malam. Tidak pernah aku merasakan kebahagiaan bersama Ardhian. Tetapi dengan David walau hanya sesaat dan sangat singkat, bisa membuatku benar-benar bahagia. Aku telah jatuh cinta padanya. Tuhan cobaan ini begitu berat untukku. Mungkin ini sudah suratan takdirku. Aku harus menerimanya dengan ikhlas.
Besok adalah hari pertamaku masuk kuliah. Aku harus bersemangat. Aku yakin suatu saat nanti Tuhan pasti akan memberikan pasangan terbaik untukku seperti David mungkin atau bahkan lebih. Kunang-kunang itu masih menemaniku di tepi jendela. Hingga aku terlelap. Selamat malam kunang-kunang.
            Duhai ladang kehidupan yang menciptakan beribu hikmah tiada tara. Duhai keindahan bagi yang bisa menangkapnya. Mungkin ini salah satu karunia yang tiada akhirnya. Meskipun kadang kudapati diriku tak lagi menemukan keindahan yang bisa kuterpakan dalam ruang kalbuku.
Bersama potongan-potongan kehidupan mungkin aku ingin berkata. Suatu saat mungkin kita akan kembali bersama. Sebagaimana sungai semua akan kembali bersama. Menyatu bersama deburan ombak dan kemilau cahayanya.

Terimakasih atas percintaan tanpa sepotong pertemuan pun. Tanpa tanganmu menyentuh  jemariku, atau bibirmu hinggap di keningku. 
(Cerpen tulisan pribadi saat masih kuliah dulu semoga menginspirasi  ^_^ ) 

No comments:

Post a Comment