Thursday, August 1, 2013

Al-Khabiir, Allah Yang Maha Mengetahui

Salah satu Al-Asma’ul Husna adalah Al-Khabiir (الْخَبِيْرُ). Artinya secara ringkas adalah Yang Maha Mengetahui. Nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala tersebut terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Di antaranya: “Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah, lalu terjadilah”, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui”. (Al-An’am: 73)

Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafshah dan Aisyah) kepada Nabi lalu Nabi memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka tatkala (Nabi) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu (Hafshah) bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” 

Nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (At-Tahrim: 3)

Adapun dalam hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, terdapat dalam riwayat Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah Radiyallahu anha:  

Aisyah Radiyallahu anha berkata: “Tidakkah kalian mau kuberitahukan kepada kalian tentang diriku dan Rasulullah?” Kami mengatakan: “Iya.

 

Beliau Radiyallahu anha bercerita: “Ketika suatu malam yang Rasulullah pada malam itu di rumahku, beliau berbalik lalu beliau meletakkan pakaian bagian atasnya. Beliau juga melepaskan dua sandalnya lalu meletakkan keduanya di samping kedua kakinya. Kemudian beliau menggelar ujung sarungnya di atas kasurnya, lalu beliau berbaring. Tidaklah beliau tetap dalam keadaan tersebut kecuali selama mengira bahwa aku telah tertidur, lalu beliau mengambil pakaian bagian atasnya dengan pelan-pelan. Beliau juga memakai sandalnya dengan pelan-pelan, lalu membuka pintu dan keluar, lalu menutupnya juga dengan pelan-pelan. Maka aku pun meletakkan pakaianku di atas kepalaku dan aku berkerudung. Lalu aku menutup mukaku dengan kain kemudian aku membuntuti di belakang beliau, sehingga beliau sampai di pekuburan Baqi’. Beliau shalallahu alaihi wasalam berhenti dan berdiri dalam waktu yang lama, lalu beliau mengangkat kedua tangannya tiga kali, lalu berbalik. Maka aku pun berbalik. Beliau lalu berjalan cepat sehingga aku pun berjalan cepat. Beliau kemudian berlari kecil maka aku pun berlari kecil. Lalu beliau berlari agak cepat maka aku pun berlari agak cepat, sehingga aku pun mendahului beliau lalu aku masuk (ke dalam rumah). Maka tiada lain kecuali aku berbaring kemudian Rasulullah masuk seraya mengatakan: ‘Ada apa denganmu, wahai Aisyah? Nafasmu terengah-engah’. Aku menjawab: ‘Tidak apa-apa.’ Beliau mengatakan: ‘Kamu harus mengabarkan kepadaku atau akan mengabariku Al-Lathif (Yang Maha lembut) lagi Al-Khabiir (Maha Mengetahui)’.

 

Aisyah mengatakan: ‘Kutebus engkau dengan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah.’ Lalu aku menceritakannya.

Maka beliau mengatakan: ‘Jadi engkau adalah bayangan hitam yang di depanku tadi?’ Aisyah menjawab: ‘Iya.’ Maka beliau menekan dadaku dengan tekanan yang menyakitkan aku, lalu beliau mengatakan: ‘Apakah kamu kira bahwa Allah dan Rasul-Nya akan mengkhianatimu?’ Aisyah mengatakan: ‘Bagaimanapun manusia menyembunyikan maka Allah mengetahuinya, ya.’

Nabi mengatakan: ‘Sesungguhnya Jibril datang kepadaku ketika kamu melihat, lalu dia memanggilku dan menyembunyikannya darimu. Aku menjawab panggilannya dan aku sembunyikannya darimu. Tidak mungkin baginya untuk masuk sementara engkau telah menanggalkan pakaianmu. Dan aku kira engkau telah tertidur, maka aku tidak suka membangunkanmu, aku khawatir kamu takut (kaget). Lalu Jibril mengatakan: ‘Sesungguhnya Rabbmu menyuruhmu datang ke penghuni kuburan Baqi’ agar memintakan ampunan untuk mereka.’ Aisyah mengatakan: ‘Apa yang aku katakan untuk mereka, wahai Rasulullah?’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: ‘Katakanlah:

“Kesejahteraan untuk penghuni tempat tinggal ini, dari kalangan mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan. Dan kami insya Allah akan menyusul kalian.”

 

Penjelasan ulama tentang makna Al-Khabiir

Ibnu Manzhur t mengatakan: “(Maknanya adalah) Yang Maha Mengetahui apa yang lalu dan apa yang akan datang.”

Al-Khaththabi t mengatakan: “Yang Maha Mengetahui seluk-beluk hakikat sesuatu.”

Abu Hilal Al-Askari  t mengatakan dalam kitabnya Al-Furuq Al-Lughawiyyah: “Perbedaan antara al-ilmu (yang diambil darinya nama Al-’Alim) dan al-khubru (yang diambil darinya nama Al-Khabiir); bahwa al-khubru artinya mengetahui seluk-beluk sesuatu yang diketahui sesuai dengan hakikatnya, sehingga kata al-khubru memiliki makna yang lebih dari kata al-ilmu.” (Dinukil dari kitab Shifatullah karya ‘Alawi As-Saqqaf)

 

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin t mengatakan: “Al-Khubrah (yang darinya diambil nama Al-Khabiir), artinya adalah mengetahui dalamnya sesuatu. Ilmu terhadap bagian luar dari sesuatu tidak diragukan merupakan sifat kesempurnaan dan terpuji. Akan tetapi mengetahui bagian dalamnya tentu lebih sempurna. Sehingga Al-’Alim, Maha berilmu terhadap apa yang tampak dari sesuatu, sedangkan Al-Khabiir, Maha berilmu terhadap apa yang tidak tampak dari sesuatu. Bila terkumpul antara ilmu dan khubrah, maka ini lebih sempurna dalam meliputi sesuatu. Terkadang dikatakan bahwa khubrah mempunyai makna yang lebih dari ilmu. Karena kata khabiir dipahami oleh orang-orang adalah seseorang yang mengetahui sesuatu dan mahir dalam hal ini. Berbeda dengan seseorang yang hanya memiliki pengetahuan saja, tapi tidak punya kemahiran pada apa yang dia ilmui, maka dia tidak disebut khabiir. Atas dasar ini, kata Al-Khabiir memiliki makna yang lebih dari sekadar ilmu.” (Tafsir surat Al-Hujurat)

Asy-Syaikh As-Sa’di t mengatakan: “Al-Khabiir Al-’Alim, adalah yang ilmunya meliputi segala yang lahir maupun yang batin, yang tersembunyi dan yang tampak, yang mesti terjadi, yang tidak mungkin terjadi, serta yang mungkin terjadi, di alam yang atas maupun yang bawah, yang terdahulu, yang sekarang, dan yang akan datang. Maka, tidak tersembunyi padanya sesuatu pun.”

 

Buah mengimani nama Allah Al-Khabiir 

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin t berkata: “Dengan mengimani nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala ini, seseorang akan bertambah rasa takutnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, baik dalam keadaan tersembunyi ataupun terang-terangan.” (Syarh Al-Wasithiyyah)

Wallahu a’lam


Sumber : Al-Khabiir, ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc , Khazanah Edisi 59

No comments:

Post a Comment