Saturday, October 6, 2012

Mengaku Sama-sama Berpedoman pada Sunnah dan Qur’an, Tapi Mengapa Masih Tersesat?

Mengapa mereka tersesat?

Padahal mayoritas kelompok atau aliran tersebut menyatakan bahwa mereka berada di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lalu apa yang menyebabkan mereka jatuh pada penyimpangan dan kesesatan?


Ini karena mereka hendak memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak dengan apa yang diajarkan dan diamalkan oleh generasi salaf (generasi shahabat Nabi dan selanjutnya, red).  Masing-masing kelompok memiliki pemahaman (penafsiran) yang berbeda terhadap nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits serta cenderung bertabrakan satu sama lain sesuai dengan kepentingan kelompoknya masing-masing.

Tiap-tiap kelompok menggunakan (menafsirkan, red) nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai tameng (sesuai kemauan dan hawa nafsu, red) untuk melindungi penyimpangan dan kesesatan mereka. Dengan cara meletakkannya tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan apa yang telah dipahami, disampaikan dan diamalkan oleh generasi as-salafush shalih (generasi orang-orang sholeh terdahulu, red) .


Padahal Rasulullah shalallahu alaihi wasalam sebagai junjungan dan penuntun kita, ketika menjelaskan akan munculnya perpecahan yang akan menimpa umat ini menjadi 73 kelompok, dan beliau ditanya tentang ciri-ciri serta kriteria satu-satunya kelompok yang selamat, dengan tegas beliau menjawab:

“Mereka (kelompok yang selamat itu) adalah orang-orang yang kondisinya berada di atas apa yang aku dan para shahabatku berada di atasnya pada hari ini.” [HR. Ath-Thabarani]

 

Begitu pula ketika beliau mengabarkan kepada para shahabatnya bahwa mereka akan menyaksikan perselisihan yang banyak, dengan tegas beliau memerintahkan para shahabatnya untuk berpegang pada prinsip/manhaj para Al-Khulafa‘ur Rasyidun bersamaan dengan prinsip/manhaj beliau. Dengan tegas pula beliau shalallahu alaihi wasalam memperingatkan para shahabatnya dari bahaya bid’ah (bahaya logika, ra’yu, cara, atau paham yang diada-adakan).

 

 Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda:

“Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup (setelahku) akan mendapati perselisihan yang sangat banyak. Maka (dalam kondisi seperti itu) wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnah-ku dan sunnah para Al-Khulafa‘ur Rasyidun yang telah mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi-gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru yang diada-adakan (dalam masalah agama), karena sesungguhnya setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat. [dalam riwayat lain]: dan setiap kesesatan itu (tempatnya) di neraka. [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad]

 

 

Namun hawa nafsu hizbiyyah (semangat kekelompokan) yang membutakan telah menghalangi mereka dari mengikuti jejak generasi yang telah dipuji oleh Rasulullah dan dijadikan sebagai barometer kebenaran dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Sikap seperti itu menggiring mereka untuk terus lebih mengedepankan logika dan cara pandang kelompoknya dibanding pemahamanan generasi as-salafush shalih. Sehingga mereka terus berada dalam kungkungan perpecahan dan sikap ‘ashabiyyah (sikap membela kelompok secara membabi buta).



Sumber :
Mengapa berbagai paham dan aliran sempalan itu tersesat? – Menebar Dusta Membela Teroris Khawarij hal. 35-36,  http://merekaadalahteroris.com/mengapa-m-t.HTM

No comments:

Post a Comment